Kajian Kamis Malam : Mendudukkan Makna Cinta Hakiki

0
1340

Kajian Kamis Malam : Mendudukkan Makna Cinta Hakiki

Penulis : Mila Sari

Malam Kamis (15/10/2020) seperti biasa kembali diadakan kajian untuk semua santri boarding, SMPIT dan SMAIT Insantama via zoom meeting. Pada malam kali ini, kajian Kamis malam diisi langsung oleh Gus Choi (sapaan akrab ustadz Choirul Anas, Lc.) selaku Mudir Tanfidziy IBS (Islamic Boarding School) Insantama.

Tema yang diangkat pada kesempatan kali ini adalah “Love Sick Girls, Mendudukkan Makna Cinta Hakiki”, tema ini dianggap perlu melihat kondisi remaja kali ini yang begitu banyak menjadi budak cinta (baca;bucin). Dengan diangkatnya tema ini, diharapkan para santri, khususnya santriwati sadar bahwa mereka itu mulia bila ingin diatur dengan hukum Syara’.

Dalam pemaparannya, Gus Choi menerangkan bahwa ada tiga hal yang harus kita lakukan bila hati kita mulai terpaut cinta atau mulai cenderung pada lawan jenis, di antaranya :

1. Disimpan dalam hati paling dalam sebelum waktunya tiba
2. Meletakkan cinta sesuai kadarnya
Cinta yang benar adalah cinta yang dilandasi oleh akidah Islam, yaitu karena Allah SWT saja bukan karena yang lainnya.
3. Menemukan cinta di tempat yang baik dalam ketaatan dan keridhaan Allah SWT sehingga akan terbentuk pula lah cinta yang penuh ketaatan

Dalam ketaatan, Rabbi’atul Adawiyah telah menemukan makna cinta hakiki. Beliau mampu menjadi the role of model dalam mencapai puncak cinta tertinggi. Beliau pakar dalam mengolah perasaan cinta, secara tasawuf.

Cara kita mencinta Allah SWT :
Rasa cinta kita kepada Allah SWT berbeda dengan cinta kepada makhluk. Perwujudan cinta kepada Allah SWT dapat dilihat dari ketaatan kita dalam mengikuti Rasulullah Saw. Oleh karena itu, cinta kepada Rasul Saw akan mengantarkan kita kepada Allah SWT.

Dalam tasawuf, cinta dimaknai taat, patuh dan tunduk hanya karena mengharap cinta kepada Allah SWT meski terkadang diawali dengan sikap butuh kita akan Allah SWT sehingga akhirnya kita memprioritaskan Allah SWT dalam segala amal kita. Tentu itu semua perlu adanya pembiasaan.

Cinta memang tidak datang dengan sendirinya. Tapi cinta itu harus dijemput, diseriusi dan dikontrol agar tunduk kepada Sang Maha Pemilik Cinta yaitu Allah SWT.

Ketika cinta kepada makhluk sudah hampir-hampir memperbudak kita maka kita harus mengurangi dosisnya. Sehingga “seni” menikmati cinta menuju proses mencintai Sang Khalik akan mulai dirasakan. Sedangkan keshalihan itu bisa dilihat dari betapa seringnya seorang hamba untuk bertobat kepada Allah SWT.

Ujian Allah SWT yang diberikan kepada setiap hamba merupakan salah satu cara Allah SWT agar hambaNya mampu menunjukkan dan membuktikan komitmen cinta hamba kepada Allah SWT.

Dengan diangkatnya tema ini, semoga para santri bisa menempatkan kecenderungan gharizah nau’ (naluri ketertarikan kepada lawan jenis) nya sesuai dengan apa yang sudah disyari’atkan. Dan meletakkan cinta kepada Allah SWT di atas segalanya sehingga akan mendatangkan keridhaan Allah SWT karena bila Allah SWT sudah ridha, tentu kebaikan dalam diri akan bertambah pula.

Wallahu a’lam bi shawab