Keteladanan Itu Memang Kudu!

0
345

Yuk Sekolah Di Rumah !
14 Hari Bersama Ummi dan Abi
Suplemen Pendamping

Membersamai Anandas Para Juara dan Calon Pemimpin

Hari Kesembilan,

  1. Memahamkan Kembali Ibunda dan Ayahanda Adalah Orangtua Dari Anandas  Mutiara Calon Pemimpin Masa Depan.

Orangtuaku, Teladanku :
Keteladanan Itu Memang Kudu !

Ustadz Adhi Maretnas dan Kang Solihin (2003)

Punya orangtua yg bisa dijadiin teladan adalah keinginan kita semua. Tentu senangnya bukan main ya kalo ortu udah bisa dijadiin teladan bagi anak-anaknya. Kita juga bakalan malu dong kalo harus merendahkan mereka. Sebaliknya kita akan menghormatinya, mencintainya, dan juga menyayanginya.

Rasanya tentram banget kalo kita punya ortu yg bisa ngertiin kita-kita, peduli, penuh kasih sayang, dan tentunya terus memberikan dukungan buat kemajuan kita. Apalagi jika ortu kita membimbing, mengarahkan, dan membina kita dengan benar dan baik dalam bingkai ajaran agama. Wuih, rasanya kita bisa menatap masa depan ini dengan penuh rasa percaya diri. Dunia dan akhirat bisa kita raih dengan penuh semangat.

Sobat muda muslim, perasaan terdalam dari kita-kita sebagai remaja memang menginginkan contoh dan teladan dari orang-orang terdekat dalam keluarga kita. Mereka adalah orangtua kita. Bener lho. Sebab, bukannya kita manja, meski kita udah gede sekalipun tetep aja butuh perhatian dari orangtua. Nggak kebayg deh kalo orangtua kita malah cuek bebek aja ama perkembangan anak-anaknya. Jangan sampe deh ortu kita begitu rupa. Amit-amit jabang bayi. Bisa seumur-umur tuh nyeselnya.

Tapi, menyaksikan kondisi kelurga muslim saat ini rasanya sedih banget deh. Gimana nggak, dengan alasan mengejar kemapanan ekonomi keluarga, acapkali orangtua pada sibuk dengan urusannya masing-masing. Ayah sibuk bekerja, sementara ibu juga sibuk dengan pekerjaannya atau mungkin usahanya yg sering di luar rumah. Kehadiran anak-anak yg lucu dan imut cuma mampu menghibur di kala sepi aja. Sebagian malah dibiarkan tumbuh dengan warna karakter yg apa adanya.

Emang sih, bukan berarti kaum ibu nggak boleh sama sekali bekerja. Silakan aja, selama bisa mencurahkan kasih sayg dan perhatian yg lebih kepada buah hatinya. Repotnya emang kalo kondisi ekonomi keluarga ngepas banget. Mau nggak mau ibu juga ikutan banting-tulang nyari tambahan untuk mengepulkan asap dapur.

Nah, kalo bicara kondisi sekarang bisa kena dilema. Khususnya bagi keluarga yg pas-pasan dari segi penghidupan ekonominya. Kalo di rumah aja cuma ngurus anak, alamat berkurang pemasukan untuk menopang kebutuhan keluarga. Apalagi yg anaknya banyak. Bisa kebayang gimana repotnya. Kalo ikutan kerja bantu suami, anak-anak bisa berkurang mendapatkan kasih sayang.

Dalam kondisi seperti ini, bisa saja ibu bekerja membantu ayah, tapi tolong juga perhatikan anak-anak. Itu sebabnya, mungkin jenis pekerjaannya yg bisa diakalin supaya nggak menyita banyak perhatian buat anak-anaknya. Misalnya buka warung, mengajar anak-anak TPA, atau kecil-kecilan jualan kue hasil kreasi sendiri, mungkin juga belajar punya keterampilan menjahit dan jenis pekerjaan lain yg sekiranya bisa tetap memantau perkembangan pribadi anak-anak. Boleh juga tuh bagi para ibu yg kebetulan sarjana, bisa aja buka usaha les privat, atau mengajar di sekolah atau perguruan tinggi dengan jam pelajaran yg nggak banyak dalam seharinya.

Ya, itu semua memang butuh pengorbanan. Membekali anak-anak dengan keimanan, kedisiplinan, dan tanggung jawab jauh lebih berharga ketimbang membekali mereka dengan harta semata. Pengorbanan yg diberikan para ortu insya Allah bermanfaat bagi anak-anaknya. Kita yakin kok, semua orangtua ingin agar anak-anaknya juga tumbuh dewasa dengan pribadi yg matang, kuat, punya tanggung jawab, dan tentunya taat beragama.

Sobat muda, yg dibutuhkan saat ini adalah bagaimana mengkomunikasikan harapan kita kepada ortu kita. Tul nggak?

 

Kita Butuh Perhatian Ortu,
Ortu Butuh Pengertian Kita

Kita ingin perhatian dan kepedulian lebih banyak diberikan sama ortu. Bukan apa-apa, perhatian dan kepedulian ini jauh lebih berharga ketimbang harta benda. Sebab, kita anak-anaknya, nggak mau cuma dianggap sebagai bilangan aja, tapi juga ingin diperhitungkan.

Tegur-sapa, canda-tawa, dan juga menanyakan tentang hal yg ringan, bisa menumbuhkan kebersamaan. Bahkan kita bisa belajar saling menghargai perbedaan. Juga saling memahami kekurangan dan kelebihan masing-masing. Nggak mustahil kan kalo kemudian terjalin ikatan batin yg kuat dan kokoh di antara anggota keluarga?

Sobat muda muslim, perhatian dan kepedulian dari orangtua akan mampu memberikan semangat hidup bagi kita. Sepertinya tak ada batas antara ortu dengan kita. Yg ada hanyalah jembatan kasih sayang yg tumbuh dari perhatian setulus hati. Komunikasi kita dengan ortu nyaris tak ada hambatan, jika semuanya dilandasi dengan kepercayaan dan pengertian.

Dari pengamatannya, Dorothy Law Nolte menuliskan sebuah puisi indah yg menceritakan hubungan pendidikan orang tua dengan pembentukan karakter anak-anak. Sengaja saya cuplikkan sebagai bahan renungan kita bersama:

Anak Belajar dari Kehidupannya

Jika anak dibesarkan dengan celaan, Ia belajar memaki.

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, Ia belajar berkelahi.

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, Ia belajar rendah diri.

Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, Ia belajar menyesali diri.

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, Ia belajar menahan diri.

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, Ia belajar percaya diri.

Jika anak dibesarkan dengan pujian, Ia belajar menghargai.

Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, Ia belajar keadilan.

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, Ia belajar menaruh kepercayaan.

Jika anak dibesarkan dukungan, Ia belajar menyenangi dirinya.

Jika anak dibesarkan dengan kasih-sayang dan persahabatan, Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Bila anak tumbuh menjadi liar, keras, pendendam, dan tidak punya sikap penyayang. Tentu tidak muncul begitu saja. Barangkali para orangtualah yg merekayasa semuanya. Duh, jangan sampe deh.

Tapi, nanti dulu… tentunya kita nggak bisa menyalahkan sepenuhnya bahwa ini adalah hasil kreasi para ortu. Kondisi kehidupan di alam kapitalisme-sekularisme seperti saat ini, yg telah menciptakan kebejatan dan ikut menyumbang bobroknya kepribadian masyarakat dan individu di dalamnya.

Meski demikian, peran orangtua sebagai pemimpin dalam keluarga tetep diperlukan. Tentunya dibutuhkan sebagai langkah awal pencegahan dalam rangka mendidik generasi unggulan ini. Setuju kan? Itu sebabnya, kita tetap mengharapkan hubungan yg baik antara ortu dengan anak-anaknya. Dan itu dimulai dari ortu. Aduh uwenake kalo ortu kita jadi teladan dalam hidup kita.

Belajar Saling Mencintai
Sobat muda muslim, bisa jadi kita perlu ngobrol dan mendiskusikan sama ortu kita bahwa pengorbanan yg mereka berikan kepada kita, anak-anaknya adalah bernilai ibadah di sisi Allah. Tentunya berpahala dong.

Ada sebuah riwayat menarik mengenai hal itu. Diriwayatkan bahwa ada seorang seorang perempuan miskin datang menemui Aisyah r.a. “Ia membawa dua orang anak perempuan. Aku memberikan tiga butir kurma kepadanya. Ia memberikan dua butir kurma kepada anaknya. Ia bermaksud untuk memakan sisanya. Tetapi kedua orang anaknya berusaha merebutnya, sehingga kurma itu pun jatuh dari tangannya. Akhirnya, perempuan itu tidak makan kurma satu butir pun. Aku terpesona dengan perilaku perempuan itu. Aku ceritakan peristiwa itu kepada Rasulullah saw. Ia bersabda; “Barangsiapa yg mendapat ujian atau menderita karena mengurus anak-anaknya, kemudian ia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya akan menjadi penghalang baginya dari siksa neraka.” (H.R. Bukhari, Muslim, dan Turmudzi). Masya Allah, bercucur air mata ini.

Duh, kita mengharapkan banget ortu kita bisa membimbing kita untuk menemukan kebenaran Islam. Itu sebabnya, mungkin mulai sekarang bisa diobrolkan dengan ortu kita tentang tanggung jawabnya itu. Yup, tentu bukan orangtua yg baik yg meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan lemah. Baik iman, ilmu dan harta. Kita, membutuhkan semuanya.

Ada kisah lain. Suatu  ketika Luqmanul Hakim bercakap-cakap dengan anaknya. “Wahai ayah, apa yg terbaik bagi manusia?”

“Agama,” jawab Luqman.

“Kalau dua?”

“Agama dan harta.”

“Kalau tiga?”

“Agama, harta dan rasa malu.”

“Bila empat?”

“Agama, harta, rasa malu dan akhlak yg mulia.”

“Jika lima?”

Agama, harta, rasa malu, dan akhlak yg mulia dan dermawan.”

Anaknya bertanya lagi, “Jika enam?”

Luqman menjawab, “Anakku, jika yg lima itu berkumpul pada diri seorang hamba maka dia adalah orang yg bertakwa, dan Allah akan menolong orang yg menjauhi syetan.” Masya Allah.

Andai para ibu seperti yg diceritakan dalam hadist tadi, dan juga para ayah seperti Lukmanul Hakim, kebanggaan kita besar banget kepada mereka. Dialah ortu teladan kita. Subhanallahu. Tapi kita yakin kok, bahwa para ortu sekarang juga bisa belajar dari para ortu teladan yg tadi disebutkan. Insya Allah. Kuncinya, coba kita ajak ortu untuk sama-sama belajar saling mencintai. Meski untuk saling mencintai tak ada sekolahnya, tapi kita wajib belajar untuk bisa mencintai dengan benar. Setuju kan?

Menjalin Komunikasi Itu Kudu !
Peran komunikasi memang besar dalam menjalin hubungan antar manusia. Salah komunikasi maka akibatnya juga bisa fatal. Lebih parah lagi kalo nggak ada komunikasi sama sekali. Termasuk komunikasi dalam keluarga. Hih, bayangin aja kalo para penghuni sibuk dengan urusannya masing-masing. Bisa-bisa tuh rumah nggak ada bedanya dengan kuburan. Sepi dan mencekam. Emang sih komunikasi bisa dengan tanda atau gambar, tapi alangkah enaknya kalo juga dengan obrolan. Biar terikat batin satu sama lain. Betul? Yup, seratus buat kamu! 🙂

Dengan komunikasi kita juga jadi ngeh ama yg diinginkan partner kita. Kita juga bisa mengelola informasi yg baik dengan ortu kita. Hasilnya? Wuih, bisa bikin senang kalo kita tinggal di rumah.

Kalo pun marahan sama ortu, kita bisa mendiskusikannya dengan baik. Tul nggak? Berbeda pendapat soal keinginan itu wajar. Tapi jadi nggak wajar kalo sama-sama ngotot. Waduh, kalo sama-sama ngotot bisa berabe tuh. Mungkin memang kamu kudu ngalah, karena Ayahmu memang punya kepentingan yg harus segera. Atau kali lain Ayahmu yg ngalah karena ini menyangkut kepentingan sekolahmu. Itu lebih baik. Coba deh obrolin. Nggak usah marahan. Bisa kan? Oke?

Kita wajib menghormatinya dan nggak boleh sama sekali membencinya. Allah Swt. berfirman: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yg mulia. (TQS al-Isrâ [17]: 23)

Sobat muda muslim, mulai sekarang mari kita jalin kerjasama dengan ortu kita. Supaya ngeh dengan peran masing-masing. Kita butuh ortu teladan, dan kita yakin ortu juga ingin anak-anaknya berbakti kepada mereka. Jadi, ayo jalin komunikasi yg sehat untuk menumbuhkan rasa saling peduli, kasih sayang, dan juga cinta dalam bingkai ajaran Islam. Insya Allah bisa kok itu semua kita jalani. Yakinlah.

Ingat lho, kalian juga suatu saat nanti akan jadi Ayah dan Ibu buat anak-anak kalian! Apalagi kalian juga calon pemimpin masa depan!

Sumber lengkap : Adhi Maretnas dan Solihin. Orangtuaku, Teladanku. Lembar Dakwah Remaja Studia.

Edisi 167/Tahun ke-4 (20 Oktober 2003).

 

Pesan Cinta dari Allah Swt :

  1. Ibunda dan Ayahanda yg Punya Idealisme Islam Sesungguhnya adalah Ibunda dan Ayahanda yg Punya Kepribadian Islam.
  2. Bagian dari idealisme itu adalah Ibunda dan Ayahanda Harus Menyadari bahwa Ibunda dan Ayahanda adalah Orang-orang yg Dipilih Allah Swt Menjadi Orangtua Pemimpin Masa Depan.
  3. Ibunda dan Ayahanda harus Bersyukur memiliki Anandas yg seperti ini.