LMT – 4 Journey to Pare: Mother’s Pray

0
199

Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga
di telapak kakimu
(puisi Ibu, KH Mustofa Bisri)

Penulis masih ingat, setiap ada hal-hal yang meruwetkan hidup maka solusi praktisnya adalah minta doa dari orang tua, wa bil khusus ibu. Dulu ketika dipusingkan dengan skripsi yang tak beres-beres akibat dosen pembimbing yang menetapkan standar tinggi. Maka penulis meminta doa kepada ibunda.

LMT-4 juga mengandung filosofi “kesuksesan kita dalam meraih mimpi besar terdapat restu dari orang tua yang mengiringi”. Maka sejak sebelum keberangkatan hingga nanti kepulangan, anandas harus memahami koridor filosofi kegiatan ini.

Meskipun hanya 14 hari, kita tak menutupi ada rindu yang membuncah pada diri orangtua kepada belahan hatinya yang mengikuti LMT-4 yang berlokasi jauh dari kota Bogor. Begitu pula sebaliknya. Hal ini banyak terbukti dari pesan yang disampaikan orang tua siswa kepada guru baik secara WApri maupun di grup.

Maka kesempatan “Call Parents” siang ini (15/1/2023) menjadi pengobat rindu di tengah jadwal kegiatan LMT-4 yang padat. Meski ada nuansa yang berbeda di antara anandas ikhwan dan akhwat.

Di kelompok ikhwan, anandas lebih cool ketika menghubungi orang tuanya. Jarang ada yang menangis, hanya obrolan yang mengalir disertai senyuman. Berbeda di kelompok akhwat. Tidak sedikit yang menitikkan air mata, ketika dihubungi oleh ayah dan bundanya. Rindu itu ibarat dendam yang harus dituntaskan.

Namun ada bahagia, ada pula lara. Dua orang anandas akhwat tengah berduka karena ditinggalkan orang tuanya ketika LMT-4 berlangsung. Terbayang, bagaimana tak ada lagi tempat untuk bersenda gurau, curhat, dan menggantungkan doa. Hanya kenangan yang berkelebat betapa luar biasanya orang tua kita membentuk kita menjadi manusia hebat. Dan mereka hanya mampu mendampingi prosesnya tanpa sempat menyaksikan keberhasilan itu.

Maka, meski singkat, acara hari ini mengajarkan kepada kita betapa rapuhnya diri kita tanpa bimbingan, arahan, serta doa ayah dan bunda. Maka siapakah kita yang seringkali menyakiti hatinya?.[]