Kekuasaan Bisa Menjadi Bencana Bisa Menjadi Rohmat

0
268

Kekuasaan Bisa Menjadi Bencana Bisa Menjadi Rohmat

Ringkasan Khutbah Jum’at

Khatib: Ustadz Ir. Sunardi

Masjid Pendidikan Insantama, 11 Maret 2022

Kekuasaan atau politik adalah adalah hal yang diperbolehkan di dalam Islam, bahkan Islam mengatur masalah kekuasaan ini.  Ini adalah perkara besar.  Bagaimana Islam tidak mengatur masalah yang besar, sedangkan masalah yang kecil saja tidak lepas dari aturan Islam.

Kekuasaan/politik sungguh memiliki dampak yang besar dalam seluruh dimensi kehidupan manusia.  Oleh karenanya perlu adanya aturan yang jelas dan rinci.  Terlebih dari sisi manusia masalah ini muncul sangat kuat dari dorongan naluri baqa’ (mempertahankan diri) yang tentu menyebabkan gairah bagi manusia.

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan kaum Muslim akan bahaya hubb ar-ri’âsah (cinta kekuasaan). Apalagi jika kekuasaan itu ternyata dicapai dengan jalan manipulasi dan untuk kepentingan segelintir orang saja.

Apa bahayanya?

Pertama, mendatangkan kerusakan pada agama para pelakunya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ المَرْءِ عَلَى المَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ

Dua ekor serigala yang dilepas kepada seekor domba tidak lebih parah kerusakannya bagi domba itu dibandingkan dengan ketamakan seseorang terhadap harta dan kedudukan dalam merusak agamanya (HR at-Tirmidzi).

Kedua, akan menggelincirkan orang yang berkuasa kepada keburukan.  Dalam pandangan Islam kekuasaan adalah Amanah yang nanti di akhirat akan dimintai pertanggung jawaban.  Rasulullah SAW dalam sebuah hadits bersabda:

أَوَّلُ الإِمَارَةِ مَلامَةٌ، وَثَانِيهَا نَدَامَةٌ، وَثَالِثُهَا عَذَابٌ مِنَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إِلا مَنْ رَحِمَ وَعَدَلَ

Kepemimpinan itu awalnya cacian, kedua penyesalan dan ketiga azab dari Allah pada Hari Kiamat nanti; kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil (HR ath-Thabarani).

Ketiga, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam dan mendoakan para pemangku jabatan dan kekuasaan yang menipu dan menyusahkan rakyat. Beliau bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللهُ رَعِيَّةً، يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ، إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

Tidaklah seorang hamba—yang Allah beri wewenang untuk mengatur rakyat—mati pada hari dia mati, sementara dia dalam kondisi menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga bagi dirinya surga (HR al-Bukhari).

Inilah beberapa bahaya apabila seseorang tidak menggunakan aturan Islam pada saat mereka diberikan kursi kekuasaan.

Rasulullah juga mendoakan keburukan bagi orang yang tidak menjalankan kekuasaan dengan Amanah dan menyusahkan umat dengan doa yang sangat mengancam:

اللَّهُمَّ، مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ، فَاشْقُقْ عَلَيْهِ، وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ

Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan umatku, lantas dia membuat mereka susah, maka susahkanlah dia. Siapa saja yang mengurusi urusan umatku, lantas dia mengasihi mereka, maka kasihilah dia (HR Muslim).

Itulah kekuasan yang selama ini diterapkan di alam kapitalisme dan liberalisme.  Sedangkan menurut pandangan Islam, bahwa kekuasan itu merupakan sarana untuk mendapatkan kemuliaan hidup dengan menolong agaman Allah.  Ini sebagaimana permintaan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Allah subhanahu wa ta’ala:

وَاجْعَل لِّي مِن لَّدُنكَ سُلْطَانًا نَّصِيرًا

Berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong (TQS al-Isra’ [17]: 80).

Kekuasaan yang disyariatkan Islam bertujuan:

Pertama, mengatur urusan dunia kaum Muslim dan seluruh warga negara dengan syariah Islam; seperti menjamin kebutuhan hidup mereka, menyelenggarakan pendidikan yang terbaik dan terjangkau, menyediakan fasilitas kesehatan yang layak dan cuma-cuma untuk semua warga tanpa memandang kelas ekonomi.

Kedua, kekuasaan juga dibutuhkan untuk menjaga dan melaksanakan urusan agama seperti melaksanakan hudûd untuk melindungi kehormatan, harta dan jiwa masyarakat.