Doakan Kami Menjadi Anak Umi dan Abi yang Sholeh dan Pemimpin Masa Depan

0
845

Yuk Sekolah Di Rumah !
14 Hari Pertama Bersama Ummi dan Abi
Suplemen Pendamping

Membersamai Anandas Para Juara dan Calon Pemimpin

Hari Keempatbelas,

Memahamkan Kembali bahwa doa dan cita-cita tertinggi Orangtua dan Guru adalah Anandas Menjadi Anak Sholih dan Sholihah Pemimpin Umat di Masa Depan.

Surat dari Alumni,

Doakan Kami Menjadi Anak Umi dan Abi yg Sholeh dan Pemimpin Masa Depan

RR Ranty Kusumaningayu
Alumni LKMA 2016 Launches to Netherland, Next to Deutchland,
Mahasiswa Berprestasi Universitas Negeri Malang

Wahai Ibunda dan Ayahanda kami,

Saya tak pernah ingat ketika dulu dilahirkan dengan suara tangis yg kencang. Tapi yg saya tau, Umi Abi menyambut kehadiranku dengan tangis suka cita. Kemudian Abi mengumandangkan azan dengan lembut sembari menenangkan saya yg terus menangis di pelukan Umi. Saat itu Umi masih kesakitan selepas melahirkan, namun tetap hangat memeluk dengan lembut.

Saya tak pernah ingat berapa banyak liter ASI yg Umi berikan hingga menjadikan saya kuat seperti sekarang. Tapi yg saya tahu, Umi merawat dengan sangat baik. Jikalau demam mulai menyerang, Umi yg pertama kali khawatir dan langsung memberikan obat agar saya cepat sembuh. Belum lagi jika Umi kewalahan membersihkan popok karena Umi baru belajar menjadi seorang Ibu. Namun Umi tetap melakukannya dengan sangat baik.

Saya tak pernah ingat berapa banyak peluh yg menetes pada Abi untuk menafkahi saya dan Umi. Mungkin tanganmu kebas bekerja seharian dengan kaki yg sudah tak keruan rasanya. Kerasnya dunia menjadikanmu rela berlama-lama di bawah sengat matahari mencari rupiah demi saya dan Umi. Terkadang saya merengek dibelikan terang bulan untuk Abi bawakan selepas pulang bekerja, namun tak jarang saya tertidur menunggu kepulangan Abi.

Saya merasakan bagaimana Umi Abi menjadi orang tua yg luar biasa. Termasuk dalam memilihkan sekolah ketika usia saya sudah menginjak usia sekolah. Kala itu Umi Abi menyekolahkan saya di SMPIT Insantama Banjarbaru, yg belakangan baru saya tahu itu salah satu cabang Insantama Bogor. Sekolah itu tak seterkenal sekolah Islam lainnya, tapi saya yg masih polos tak mengeluh sedikitpun.

Masa SMP saya jalani dengan segenap hati. Mulai belajar menjadi pribadi baru yg lebih baik dengan karakter Islami. Meskipun terkadang masih kekanak-kanakan, Umi Abi mewajari dengan tetap memberikan perhatian dari jarak jauh. Saat itu adalah kali pertama saya merasakan jauh dari orang tua karena harus tinggal di asrama. Toh tidak terlalu berat juga, karena di akhir pekan saya bisa pulang ke rumah melepas rindu dengan Umi Abi.

Selepas SMP, kini waktunya untuk beralih ke jenjang yg lebih tinggi. Pernah suatu ketika saya berkata Mba ngga mau sekolah pondok lagi, nanti jauh dari Umi Abi. Namun dengan lembut, Umi berkata,

‘Kalau mba sekolah di Bogor gimana? Disana nanti mba akan diajarkan langsung oleh orang-orang hebat. Seperti Ust Ismail, Ust Rahmat, dll. Meskipun jauh dari Umi Abi, Insya Allah mba bisa jadi orang hebat seperti beliau.’

Ah, ingatan itu masih segar sekali di pikiran. Tanpa penolakan, saya langsung mengiyakan ucapan Umi. Hingga pada liburan akhir tahun 2014, kami berangkat ke Bogor untuk mendaftar ke SMAIT Insantama Bogor. Benar-benar tempat baru, teman baru, suasana baru, dan semangat baru. Kali ini saya tak bisa pulang setiap akhir pekan seperti dulu. Saya menjadi perantau di pulau seberang.

Masa SMA rasanya sangat berwarna. Memang sama saat SMP yaitu mendidik siswanya untuk membentuk karakteri Islami, namun di sini ada satu hal yg berbeda yaitu membentuk jiwa pemimpin yg berkarakter Islami. Wow. Jarang  atau bahkan  rasanya tidak ada sekolah lain yg berani mengklaim dirinya mampu membentuk calon pemimpin masa depan berbasis Islam selain sekolah ini. Di sekolah inilah saya mulai belajar untuk bermimpi besar. Yap, saya mulai mengenal istilah Mimpi Besar dan Roadmap-nya di sini.

Setiap orang punya cerita masa SMA-nya masing-masing, termasuk saya. Bagaimana saya harus bisa beradaptasi tinggal di asrama dengan teman-teman dari berbagai macam daerah, hingga sistem pembinaan selama di sana. Awalnya tak terbiasa, bahkan tiap akhir pekan ketika dibagikan hp saya langsung menelpon Umi Abi di rumah. Belum lagi ketika banyak program sekolah yg membutuhkan tenaga dan pikiran yg ekstra.

Sampai sekarang pun saya masih berfikir, bagaimana bisa saya bisa bertahan di sekolah ini? Memulai program dari jam 03.00 dini hari dan selesai pukul 22.00. Begitulah agenda kami setiap hari, 24 jam nonstop  Belum lagi kalau sudah agenda pembinaan kesiswaan keluar sekolah.  Ibarat mutiara, SMAIT Insantama benar-benar mencetak pemimpin masa depan yg bersyakhsiyyah Islam. Mungkin jika saya menolak permintaan Umi Abi, saya tak akan bisa menjadi diri saya saat ini. Hingga akhirnya masa SMA saya lewati dengan baik dan kini saatnya menginjakkan kaki di perguruan tinggi.

Alhamdulillah berkat ikhtiar didampingi oleh Umi Abi, bi idznillah wa bi nashrillah, saya bisa kuliah di salah satu PTN terbaik di Malang. Masa kuliah saya isi dengan sungguh-sungguh agar lulus dengan optimal. Tak hanya mempelajari materi perkuliahan, tapi saya juga terus mengasah diri dan terus mengkaji Islam secara kaffah. Saya menyadari bahwa Islam membentuk saya menjadi pemimpin ummat di masa depan, yg tidak hanya mengajarkan sholat zakat dan puasa. Namun juga untuk menuntun mereka menuju cahaya Islam yg merahmati seluruh alam.

Inilah cara yg bisa saya lakukan untuk membalas jasa Umi Abi, disertai untai doa yg selalu saya panjatkan layaknya doa kalian pada saya. Berjuang untuk mengembalikan kemuliaan Islam seraya memimpin ummat agar kembali pada kehidupan Islam, kehidupan yg penuh berkah, serta meminta Allah untuk terus mendampingi dan membersamai. Saya selalu teringat hadist yg mengatakan,

Abu Burdah pernah berkata, ia melihat melihat Ibnu Umar dan seorang penduduk Yaman yg sedang thawaf di sekitar kabah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang itu berkata Sesungguhnya diriku adalah tunggangan Ibu yg sangat patuh. Apabila tunggangan yg lain lari, maka saya tidak akan lari.

Orang itu lalu berkata, Wahai Ibnu Umar apakah saya telah membalas budi kepadanya? Ibnu Umar menjawab, Belum, walaupun setarik nafas yg ia keluarkan ketika melahirkan. Beliau lalu thawaf dan shalat dua rakaat pada maqam Ibrahim lalu berkata, Wahai Ibnu Abi Musa (Abu Burdah), sesungguhnya setiap dua rakaat (pada makam Ibrahim) akan menghapuskan berbagai dosa yg diperbuat sesudahnya. (HR Bukhari)

Dari hadist tsb saya belajar bahwasanya sepertinya saya tidak akan dan tidak akan pernah bisa membalas jasa Umi Abi, pengorbanan kalian terlalu besar. Sebanyak apapun harta yg saya berikan tak akan pernah sebanding dengan pengorbanan kalian.  Namun dari situ saya juga belajar bahwa doa dan amal sholeh ternyata adalah hadiah terindah untuk Umi Abi. Hadiah yg juga tak bisa disandingkan dengan harta apapun.

‘Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yg dimanfaatkan, atau doa anak yg sholeh.’ (HR. Muslim)

Wahai Umi Abi, terima kasih telah menyekolahkan saya di sekolah-sekolah terbaik yg pernah saya lalui. Sekolah yg berbeda dengan sekolah umumnya, yg tak hanya mendidik untuk menjadi pintar, tapi juga memiliki kepribadian Islam. Tak bisa dibayangkan jika saat itu saya enggan bersekolah di sana. Sekolah yg menjadi tempat pembelajaran terbaik setelah ‘sekolah’ di rumah bersama Kalian.

Wahai Umi Abi, izinkan saya membalas semua jasamu dengan amal sholih dan doa. Restui saya untuk menuntut ilmu Islam demi membahagiakan Umi Abi. Menjadi pejuang Islam kaffah untuk membela agamaNya. Meskipun sebesar apapun saya membalas tak akan bisa sebanding dengan pengorbanan kalian, semoga Allah melihat upaya saya untuk membahagiakan Umi Abi. Semoga Allah merahmati Umi Abi hingga kita nanti kembali dipertemukan di Jannah FirdausNya. Aamiin Allahumma aamiin.

Wahai Guru-guru Kami,

Guru menjadi sosok yg dipandang dan ditiru oleh muridnya. Itulah kemuliaan seorang guru, ketika ia mendidik generasi dengan memberikan contoh dan pembelajaran yg baik dan benar. Sebuah  tuntutan yg sangat besar karena dampaknya hingga masa depan. Bagaimana tidak? Mendidik generasi berarti membina mulai dari soft skill hingga hard skill. Mulai dari membentuk karakter hingga membangun pemikiran intelek. Oleh karena itu saya amat mengerti menjadi seorang  guru bukanlah hal yg mudah karena ia harus memiliki kemampuan itu dahulu sebelum mengajar. Sungguh ini profesi yg luar biasa.

Ya ini memang tentang karakter yg berterusan. Pernah saya temui fenomena seorang teman dari salah satu sekolah Islam yg berkuliah di suatu universitas. Idealnya, seorang pelajar yg terdidik dari sekolah Islam memiliki karakter yg Islami pula. Namun kenyataannya ketika berkuliah justru aktivitas harian jauh dari kata Islam. Awalnya mungkin khilaf, tapi terus berlanjut hingga membentuk kebiasaan. Fenomena tsb menunjukkan ilmu Islam yg didapatkan hanya sebatas pengetahuan sehingga tidak mendatangkan barokah. Sayang sekali.

Saya yakin kasus ini bukan satu dua kasus, tapi banyak terjadi di tengah masyarakat didik kita. Bayangkan betapa sedihnya guru-guru yg sudah mendidik dengan sepenuh hati melihat muridnya setelah lulus menjadi tak karuan.  Apalagi kalau kasus itu terus berlanjut hingga lulus kuliah. Duh sungguh nestapa! Padahal kita sejatinya adalah harapan bangsa ini untuk memegang estafet tampuk kepemimpinan pengurusan rakyat di masa depan.

Sejatinya, hasil pendidikan dan pembinaan mestilah berkelanjutan. Tak boleh ia berhenti setelah kita lulus. Tidak akan berkah. Nah, Inilah salah satu yg saya dapatkan ketika belajar di Insantama. 24 jam pembinaan mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Mulai dari di asrama hingga di sekolah. Pembinaan tiada henti ini tentu dengan filosofi dasar yg tertuang pada kredo khas Insantama,

Pemimpin Sejati tidak dilahirkan melalui KEMUDAHAN, KESENANGAN, dan KENYAMANAN. Mereka dibentuk melalui KESUKARAN, TANTANGAN, dan tak jarang AIR MATA.

Insantama membina kami bahwasanya Islam memiliki syariat untuk tidak hanya membentuk intelektual seseorang tapi juga membentuk karakter atau kepribadian Islam. Artinya seorang penuntut ilmu harus memiliki sikap yg baik berdasarkan syariat dalam menimba ilmu. Tentu kita mengetahui bersama  tinggal bagaimana kita mau istiqomah melaksanakannya setiap hari. Tidak hanya ketika menuntut ilmu, tapi juga ketika selesai menimba ilmu saja, kepribadian tsb senantiasa melekat hingga kematian menjemput.

Bagi saya pribadi, menjadi pemimpin sejati baru terasa ketika memasuki dunia perkuliahan. Dunia yg 360 derajat berbeda dengan Insantama. Saya menghadapi beragam orang dengan bermacam karakter namun kebanyakan memiliki sifat yg sama, yaitu apatis, dan pragmatis. Bisa jadi inilah hasil didikan sekuler. Mau tidak mau, saya tetap harus bisa beradaptasi dengan mereka tanpa mengenyampingkan tsaqofah dan syakhsiyyah yg selama ini sudah saya dapatkan.

Di satu sisi tentu ada perasaan sedih melihat generasi sekarang yg tidak lebih baik, padahal zaman sudah maju dengan segala teknologi dan informasi yg berkembang pesat. Namun di sisi lain, kondisi ini sebagai peluang bagi kita untuk membuktikan diri menjadi pemimpin sejati. Mengajak mereka untuk mau berpikir kritis dan solutif bagi umat ini, tidak hanya menjadi budak tugas kuliah saja. Seraya mendakwahkan Islam sebagai solusi atas problematika umat hari ini.

Tentunya itu semua dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan adab sebagaimana yg dicontohkan oleh guru-guru saya ketika bersekolah dulu. Selain karena mendakwahkan Islam adalah kewajiban, juga sebagai bentuk penghargaan kepada guru-guru yg telah membina kita dengan baik. Sekiranya semua memahami pentingnya ini, maka tentu tak ada lagi cerita seorang murid yg tidak hormat dengan gurunya. Karena semua menghargai ilmu yg telah diberikan oleh sang guru.

Terima kasih yg amat dalam kepada Ibu dan Bapak guru yg telah mendidik, membina, dan mendampingi kami dengan sepenuh hati. Kini tiba saatnya kami membalas jasa-jasamu. Balasan yg tentu juga tak akan pernah sebanding dengan apa yg kalian curahkan selama ini. Ridhoi kami untuk menjalankan misi ini dengan baik. Doakan kami untuk istiqomah menjadi pemimpin sejati bagi ummat ini di masa depan.

Saya pungkasi dengan puisi yg saya buat dan bawakan di depan KBRI di Denhag, saat LKMA 2016 lalu.  Puisi yg selalu mengingatkan saya akan apa yg selalu diberikan oleh Umi dan Abi serta semua guru-guru kami saat bersekolah dulu…

Doa dan Harapan

Senarai indah lautan jingga

Di bawah kaki pegunungan senja

Merebak harum permai kasturi

Bersama serumpun padi menunduk tawadhu

Semua bertasbih tak henti memuji Allah Sang Pemilik jagad raya

Negeri Nusantara melintang sejauh mata memandang

Membelah cakrawala di bawah sayap sang garuda

Pada siapakah zamrud khatulistiwa diwariskan?

Apakah pada tetua-tetua gedung pencakar langit?

Atau mereka yg bertadah di bawah kolong jembatan?

Di sana gunungan tembaga dan emas berubah jadi kawah cadas

Selaras dengan politik ekonomi yg memeras kantong rakyat

Juga ratusan perut membesar akibat busung lapar

Sedang gedung-gedung menjulang mengisi hiruk pikuk kehidupan

Duhai semesta, nelangsa nian nasib negeri ini

Mari menanam benih tunas muda

Pupuklah seindah ranum rona mawar

Biarkan durinya menebas lika liku zaman

Seperti deru kepak seroja merpati

Di tengah malam seribu bintang

Mari menuai tonggak candradimuka bangsa

Bina tuk ubah wajah masa depan

Hiasi dengan rinai qona’ah lagi istiqomah

Jadilah kader pemimpin dunia yg didambakan

Buat semesta tersenyum bangga pada kita

Ya Allah bantu kami tuk jaga bumi pertiwi

Aamiin

LKMA 2016…
Launches to Netherland next to Deutschland
Gluckwunsche, Ja,
Allahu Akbar !!!

Akan kami ingat apa yg selalu Engkau sampaikan, ‘Hasil tak pernah mengkhianati proses, maka nikmati saja prosesnya:. Juga, ‘Dilarang mengeluh, karena mengeluh hanya akan menjauhkan mimpi besar dari kenyataan!’

Salam sayang untuk semua Orangtua kami.

Salam hormat untuk semua Guru kami.

Jumpai kami di masa depan sebagai pemimpin umat sejati. Insya Allah.

 

Pesan Cinta dari Allah Swt :

  1. Kita mesti paham bagaimana sikap dan respon timbal balik dari Anandas agar pendidikan di sekolah dan di rumah bisa serasi sejalan.