Bunda berbagi inspirasi: INSANTAMA LAGI, LAGI-LAGI INSANTAMA

0
999

Bunda berbagi inspirasi:
INSANTAMA LAGI, LAGI-LAGI INSANTAMA

Penulis: Yuli Kusumadewi (Ummu Faqih 8C & Hamasah 8E)

Saya ingin bercerita tentang kisah sulung kami, M. Faqih Abdul Kariim. Angkatan 12 di SDIT Insantama, dan keukeuh ingin mondok di luar kota, namun keinginannya tak kami kabulkan saat itu. Ada hal yang membuat saya berat melepasnya, sementara saya sangat ingin membersamai masa balighnya.

Singkat cerita, karena sulung tetap ingin mondok, akhirnya diambil solusi jalan tengah, win-win solution, yaitu mendaftar di tahun berikutnya. Sementara waktu, kami pun sepakat memilih unschooling. Selain pertimbangan usianya yang memang juga kemudaan pas masuk SD, saya juga merasa, unschooling adalah saat dimana kami sebagai orangtua, bisa membayar hutang pengasuhan kami kepada sulung, sekaligus menempa skillnya supaya siap menjadi “manusia seutuhnya”.

Maka, dimulailah petualangan menjadi seorang unschooler, dengan berbagai agenda kegiatan yang telah dipilihkan : berkuda, berenang, belajar videografi, privat bahasa Arab, dan tentu saja pelajaran menjadi calon ayah yang baik (nyuci, nyapu, antar jemput adik sekolah, menjadi admin rumah baca, dan keterampilan lainnya).

Setahun berlalu, dan sulung masih tetap tegap dengan mimpinya : mondok. Entahlah, saya sendiri yang kesana kemari mencari ilmu pengasuhan (karena faqir ilmu), tak sampai hati mengizinkannya mondok di usianya yang masih butuh kelengketan dengan kami orangtuanya, terlebih memikirkan begitu banyak PR yang belum kami install kepadanya, akhirnya membuat hati masih maju mundur untuk melepasnya. Tapi, lagi-lagi win-win solution yang diambil: sulung kami putuskan mondok, tapi di pondok yang masih satu kota. Alhamdulillah.

Hari berganti. Minggu berjalan. Dua bulan lamanya sulung ada di pondok. Hingga suatu ketika, sulung sakit, dan dipulangkan ke rumah. Saya bersyukur, akhirnya bisa ngobrol banyak dengannya. Di momen itulah kemudian terungkap banyak hal, yang membuat akhirnya kami memutuskan kembali istikharah. Melanjutkan mondok, atau menempuh jalan yang lain. Saya pun meminta sulung untuk juga melakukan Shalat Sunnah Istikharah.

Selama perbincangan berlangsung, saya teringat momen pertemuan sulung dengan Pak Kar, sesaat sebelum sulung kami antar ke Pondok. Saat itu, Pak Kar ngobrol seriuuus sekali dengan sulung kami. Saya sendiri tidak ikut nimbrung. Hanya tahu sekilas saja, setelah diceritakan oleh sulung sendiri kepada saya. Kata beliau, “Faqih, udah antum di Intam aja.” Lalu, sulung saya menjawab, “InsyaAllah ana mungkin nanti SMA-nya balik ke Intam Pak, sekarang ana mondok dulu. Ana suka dengan pondok ana yang sekarang, karena ana ingin mendalami ilmu berkuda juga.” Seperti itulah kira-kira.

Tak berpikir panjang, setelah mendiskusikan banyak hal dengan suami tentang beberapa opsi yang mungkin diambil, kami pun mengontak Bu Dewi (RnD, dan juga istri Pak Karebet). Saya sampaikan terkait kondisi sulung kepada beliau. Kami meminta masukan dan pandangan dari beliau dan juga Pak Kar. Bagaimana kemungkinannya jika masuk Insantama, dan lain-lain. Pak Kar menyambut obrolan kami dengan antusias. Beliau juga mendoakan agar sulung kami, bisa join kembali di Sekolah Insantama.

Alhamdulillah gayung bersambut. Hasil istikharah saya dan juga sulung sama, back to Insantama. Saat kami menyampaikan hal ini kepada Pak Kar, beliau menyambut antusias. Persoalan berikutnya, sulung yang di pondok sudah duduk di kelas 8, harus turun ke kelas 7 lagi di Insantama. Alhamdulillah sulung mengiyakan. Tidak masalah katanya.

Hanya beberapa hari saja kami mengurus kepindahan sulung, tanpa drama. Daftar, wawancara orangtua dan calon siswa, lalu beberapa hari kemudian, sulungpun dipersilahkan masuk sekolah. Alhamdulillah. Dan Masya Allah, sulung masuk sehari sebelum momen LMT-2. Seragam, sementara waktu pinjam bekas pakai kakak kelas yang baik hati. Hingga LMT-2 pun sudah bisa pake baju olahraga seperti murid SMP yang lainnya. Menurut pengakuannya, saat ia berada di sekolah dengan menggunakan baju seragam SMPIT Insantama, banyak guru-guru yang terkaget-kaget dan tak percaya. Hehe. Saya sudah menduga sebelumnya. Saya hanya memintanya untuk terus berpikir positif dan bahagia atas keputusan ini. Tidak merasa minder, dan selalu tersenyum dalam situasi apapun. Beruntung, guru-guru di sekolah, supportnya luarbiasa. Hingga kemudian sulung sangat terlihat bersemangat di sekolah “barunya”.

Apa hal yang paling disyukuri dari Sekolah Insantama? Tentu saja biah sholihah dan guru-gurunya yang humble. Biah (kebiasaan) baik yang ditanamkan, selalu disertai dengan penjelasan reason why yang gamblang. Hingga anak paham, mengapa ia harus melaksanakan amal shalih tersebut.
Meski berhadapan dengan ujian pandemik, dan suasana BDR (Belajar Dari Rumah) yang tentu saja jauuh dari suasana BDS (Belajar Dari Sekolah), anak-anak terus berjuang untuk mengikuti arahan Bapak/Ibu Guru mereka. Apalagi ditambah dengan azzam mereka yang begitu kuat untuk senantiasa menjadi siswa yang taat kepada Allah. Sulung dan adiknya, berusaha sekuat tenaga untuk terus mengingat pesan Bapak/Ibu Guru, dan saling menyemangati untuk terus on the track; selalu menjaga ketaatan, semangat belajar, hanya menonton tayangan bermutu, meninggalkan kesia-siaan dan lain-lain.

Meski kondisi anak-anak masih jauuuuh dari harapan Bapak/Ibu Guru di sekolah, masih banyak kekurangan disana-sini, masih kadang berlaku menyebalkan, namun saya menjadi saksi, bagaimana mereka berusaha selalu taat dan mengikuti arahan Bapak/Ibu Guru. Ini menunjukkan, betapa Bapak/Ibu Guru menempati posisi spesial di hati mereka. Alhamdulillah.

Saya juga acung jempol untuk guru-guru SMP Insantama, yang selalu terbuka dengan segala masukan. Sangat perhatian kepada ananda, meski terpisah jarak, dan selalu menunjukkan totalitas dalam mengajar pelajaran dan juga membimbing kepribadian ananda. Semoga Allah balas dengan pahala dan surgaNya. Aamiin.

Keputusan untuk kembali memilih Insantama di jenjang sekolah menengah anak-anak kami, adalah keputusan yang tak pernah kami sesali. Insantama lagi, lagi-lagi Insantama. Mengapa? Karena Insantama, terbukti menjadi kawah candradimuka yang tepat untuk menempa kepribadian ananda kami. Semoga Allah ridhai. Aamiin ya Allah ya Rabbal ‘Aalamiin.[]

#SMPITInsantama
#SekolahCalonPemimpin