Nikmati Prosesnya, Mengembang pada Waktunya

0
272

Nikmati Prosesnya, Mengembang pada Waktunya

Penulis: Uun Sundari

“Setiap kita di sini, seperti biji jagung berondong yang sedang dipanaskan. Semua diperlakukan serupa, diberi panas pada suhu yang sama. Tetapi biji-biji jagung itu akan mengembang pada waktunya masing-masing, tidak berbarengan. Pun kita. Bisa jadi, di sekolah ini, kita telah ditempa oleh berbagai pelajaran, pendidikan, dan pelatihan yang sama, bekal yang sama. Tapi mungkin kita hanya berbeda waktu meletus, membunga, dan siap santap.”

Farhan Ubaidillah, dari siapa kalimat itu terlontar pada sebuah penutup kegiatan yang diselenggarakan OSIS SMAIT Insantama, organisasi tempatnya menjadi ketua umum setahun ke belakang. Sebagai kalimat yang terucap dari seorang siswa kelas XI SMA, kalimat itu terasa menjadi wah dan istimewa. Untuk saya. Dan saat berusaha memahaminya lebih, saya semakin menghayati makna “semua adalah guru, semua adalah murid”. Bahwa bahkan kita yang telah menjalani profesi guru selama bertahun-tahun pun, tetap dapat mengambil banyak pelajaran dari sekitar kita, termasuk siswa-siswa kita.

Di Insantama, di sekolah ber-tagline sekolah calon pemimpin, semua siswa dididik serupa. Dengan berbagai program pembinaan khususnya manajemen dan kepemimpinan, di asrama dan di sekolah. Bersinergi demi membentuk para pemimpin umat masa depan.

Bangun pagi bahkan sebelum ayam berkokok, sebelum azan berkumandang. Sebelum selawat dan ayat-ayat suci dibacakan dan diperdengarkan dari berbagai pengeras suara masjid. Harus jauh sebelum itu. Karena merekalah yang akan mengumandangkannya. Merapal senandung pagi, mengetuk mata-mata tertutup dan menyeru jiwa-jiwa yang tertawan, untuk membuka dan kembali tersadar. Menyambut kehidupan baru, memulai hari.
Idealisme pemikiran dan ekspektasi yang dibangun oleh seorang guru atas anak-anak yang tak lagi anak-anak. Dewasa muda, dengan keunikan egonya. Kadang mengantarkan pada gambaran yang terlalu muluk dirasa. Saat melihat dan menghadapi fakta mereka di hadapan.

“Kenapa terlambat datang ke sekolah?”
“Kenapa malah main gawai saat jam pelajaran?”
“Kenapa tugasnya belum selesai?”
“Kenapa kemarin malah teriak marah-marah dengan temannya?”
“Kenapa tidak pakai seragam?”

…..
Betapa diri ini juga harus melihat dari kacamata yang berbeda. Dari sudut pandang yang lain. Bahwa mereka hanyalah biji jagung berondong yang sedang dipanaskan. Dan hanya menunggu waktu untuk berkembang, mengembang, dan pecah. Siap saji.[]