Liputan Upacara HUT RI ke 76 SIT Insantama: Meraih Kemerdekaan Hakiki dengan Syukur dan Tafakur

0
647

Liputan Upacara HUT RI ke 76 SIT Insantama: Meraih Kemerdekaan Hakiki dengan Syukur dan Tafakur

Penulis: Mila Sari

Alhamdulillah, Selasa 17 Agustus 2021 telah terselenggara upacara HUT RI ke 76 di SIT (Sekolah Islam Terpadu) Insantama. Upacara ini berlangsung pada pukul 08.30-09.30 WIB secara hybrid (perpaduan) antara peserta yang tersambung secara daring via Zoom Meeting yang diikuti oleh para siswa dan orang tua di rumah, serta peserta yang hadir langsung ke sekolah dalam jumlah terbatas di lapangan SIT Insantama.

Upacara berjalan lancar dari awal hingga akhir setelah gladi bersih terlebih dahulu. Seperti biasa, upacara dipimpin langsung oleh Ustaz M. Ismail Yusanto selaku Ketua Yayasan Insantama Cendekia. Pada amanat yang beliau sampaikan, beliau kembali mengobarkan api semangat juang sebagai seorang muslim dalam memaknai kemerdekaan dengan mengangkat sebuah kisah sejarah yang sangat menginspirasi. Yaitu sejarah perang al-Qadisiyah, antara Islam dan Persia.

“Bapak ibu, anak-anak sekalian. Pada saat pasukan kaum muslimin melawan Persia, ada satu hal menarik yang menyadarkan kita tentang makna kemerdekaan yang sebenarnya. Yaitu ketika Rib’i bin Amir sang utusan Rasul ﷺ ditanya oleh Rustum sebagai panglima pasukan Persia tentang apa tujuan mereka melakukan penaklukan itu, maka Rib’i bin Amir menjawab, ‘Allah SWT telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan kepada sesama hamba untuk beralih hanya menghamba kepada Allah SWT, dari kesempitan dunia menuju keluasan-Nya, dari kezaliman agama-agama menuju keadilan Islam.’ Ungkap Ustaz Ismail menjelaskan tentang sebuah sejarah yang tak boleh kita lupakan dan padanya tersirat makna kemerdekaan yang hakiki.

Kisah yang beliau sampaikan ini, adalah kisah yang telah diabadikan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya, al-Bidayah wa an-Nihayah, dalam bab perang Qadisiyah.

Upacara dihadiri oleh ketua yayasan dan jajaran, pihak manajemen, guru, muaddib, muaddibah dan staf lainnya. Dalam upacara tersebut, diperankan adanya pasukan yang berkostum dan beraksesoris ala tentara tempo doeloe yang turut mewarnai serta menambah semarak pelaksanaan upacara dan peringatan kemerdekaan.

Ustaz Ismail juga berpesan kepada semua peserta upacara, baik yang mengikuti secara online maupun offline untuk mensyukuri kemerdekaan RI (Republik Indonesia) ini dengan tafakur.

“Sudah 76 tahun Indonesia merdeka, maka kita harus mensyukurinya dan bertafakur atas nikmat yang luar biasa ini. Bapak-ibu, anak-anakku sekalian, bersyukurlah atas kemerdekaan yang Allah SWT berikan kepada kita!” Ucap beliau dengan penuh semangat

“Kalau dulu pada zaman Jahiliyah, orang-orang Arab itu menyembah patung seperti Latta, Uzza, Manat dan lain sebagainya. Maka sekarang, hal itu setara dengan ide-ide kufur seperti demokrasi dan kapitalis!” Tutur beliau menjelaskan.

“Maka saat kemerdekaan itu Allah SWT anugerahkan,” lanjut beliau, “Hal yang patut kita lakukan adalah syukur, tafakur dan menumbuhkan misi perjuangan Islam kepada generasi kita, anak-anak didik yang sudah diamanahkan pada kita!”

Beliau juga menjelaskan bahwa syakhsiyyah (kepribadian) Islam dan penguasaan sains teknologi merupakan visi dari keberhasilan dalam membentuk generasi para juara dan generasi calon pemimpin Ansharullah.

“Anak-anakku sekalian, kalian tahu kenapa harus pemimpin Ansharullah?” Tanya beliau seolah berhadapan lansung dengan para siswa.

Kemudian beliau membacakan surat berikut:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنْ تَـنْصُرُوا اللّٰهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ اَقْدَامَكُمْ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad 47: Ayat 7)

“Jadi menjadi pemimpin Ansharullah adalah sebuah keharusan sebagai seorang muslim. Karena inilah misi hijrah Rasulullah ﷺ dan para sahabat dari Mekkah ke Madinah penyebarluasan Islam dan dakwahnya.” Jelas beliau pada akhir pidatonya.

Setelah semua rangkain upacara bendera selesai, maka agenda ini ditutup dengan do’a yang dipimpin langsung oleh Buya Muhibuddin selaku Mudir ‘Aam IBS (Islamic Boarding School) Insantama.

Testimoni

Ketika upacara telah terselenggara dengan baik dan khidmat, beberapa pihak dari Keluar Besar SIT Insantama menyampaikan testimoni-testimoni sebagai berikut.

“Semua warga negara Indonesia khususnya kaum muslimin, bertekadlah untuk membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan baik fisik maupun pemikiran. Jangan biarkan kebodohan dan pembodohan menjerumuskan kita dalam kehancuran. Semangat selalu dalam belajar, mengkaji ilmu khususnya ilmu Islam, lakukan selalu kebaikan dan hal yang berguna untuk orang banyak. Ingatlah selalu “Ilmu dan amal”. Ilmu yang akan membebaskan kita dari kebodohan, dan amal yaitu amal shalih yang didasari iman. Dan ilmu lah yang akan menjadikan hidup kita bermakna.” (Empat Fatimah, Wakil Mudir Boarding Akhwat)

“Mensyukuri nikmat kemerdekaan seharusnya menjadikan Islam sebagai pedoman bangsa ini. Selama Islam dicampakkan, kemerdekaan hakiki tidak akan pernah diraih.” (Buya Muhibuddin, Mudir ‘Aam IBS Insantama)

“Kemerdekaan ini sudah sepantasnya kita syukuri. Sebagai seorang muslim, wujud syukur itu dengan terus menjadi hamba yang beriman dan bertakwa. Menjadi hamba yang merdeka secara hakiki. Terbebas dari penghambaan dirinya pada manusia, menuju penghambaan diri hanya pada Allah semata. Tak cukup diri sendiri yang beriman dan bertakwa. Mari ajak juga teman, keluarga, penduduk negeri ini menjadi manusia yang beriman dan bertakwa. Karena keberkahan itu akan Allah hadirkan pada negeri yang penduduknya beriman dan bertakwa. “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (TQS. Al-A’raf: 96).” (Bunda Zulia Ilmawati, Ketua Rnd)

“Perjuangan kita belum berakhir. Mari kita ukir dengan prestasi untuk kemerdekaan yang hakiki!” (Siti Aisyah, Muaddibah IBS Insantama)

“Perjuangan belum berakhir, masih ada langkah yang harus dikayuh dan upaya yang harus ditempuh untuk mewujudkan kemerdekaan yang hakiki. Keadaan hari ini dimana kita masih belum sempurna dalam menghamba kepada Allah dalam bentuk penerapan seluruh aturan-Nya, menjadi hal penting yang harus terus diperjuangkan agar terlaksana. Karena sesungguhnya,

الحرية المطلقة لا تنبع إلا من العبودية الصحيحة لله وحده

“Kemerdekaan yang sempurna itu hanya bersumber dari penghambaan yang benar kepada Allah Yang Maha Esa.” (Detty Intan Sari, Muaddibah IBS Insantama). []