Dosa Lebur dalam Nuansa Miniatur

-

Dosa Lebur dalam Nuansa Miniatur

Penulis: Irfah Zaidah

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(QS. Al Hujurat:13)

“Bhule yo’on saporana, mator sakalangkong” demikian ungkap pak Iqbal dalam bahasa Madura di layar zoom pagi itu, kostum beliau pun unik. Wah, ada keseruan apa ya di acara online via zoom tersebut ?

Selang beberapa detik pak Solikan pun muncul, dan tak kalah unik, beliau mengenakan busana khas Jawa Tengah lengkap dengan beskap lurik dan blangkonnya. Serta tak lupa beliau mengucapkan permohonan maaf lahir dan batin dengan dialek Jawa yang medhok. Berikutnya disusul permohonan maaf lahir dan batin versi Sunda, yang ditampilkan oleh guru bahasa Sunda yaitu pak Ahdiat dengan mengenakan busana yang khas pula. Dan masih banyak guru-guru yang berbusana unik, pak Triana yang memakai totopong (ikat kepala khas Sunda), ada pula pak Muslim yang memakai sorban dan lain-lain.

Surat Al Hujurat ayat 13 di atas, merupakan pesan cinta dari Allah SWT bahwa suku, etnis, bangsa tertentu tidak ada yang lebih mulia satu daripada yang lainnya. Ketakwaan-lah yang menentukan kemuliaan seseorang, bukan karena kita berasal dari suku, etnis, atau bangsa tertentu. Jadi, di SMPIT INSANTAMA seluruh guru dan siswa selalu ditanamkan untuk saling menghormati diantara perbedaan tersebut sekaligus menerapkannya karena Allah SWT.

Guru-guru dan siswa di SMPIT INSANTAMA sangat heterogen, berasal dari bermacam suku, dari Aceh, Batak, Sunda, Jawa, Madura, Luwu’, Banjar dan lain-lain. Hingga ada siswa yang berasal dari pulau paling ujung timur Indonesia: Papua. Sudah terlihat kan SMPIT INSANTAMA menyerupai miniatur, terkait keanekaragaman suku dan bahasa di Indonesia. Bahkan di sepanjang “musim” pandemi ini ada juga siswa boarding yang untuk sementara bermukim di luar negeri (Australia) bersama orangtuanya. Semua perbedaan itu justru memperkuat dalam meraih prestasi terbaik bukan memperlemah, alhamdulillah ….

Asyik dan menarik juga, bisa menyimak keanekaragaman bahasa, sekaligus menyaksikan busana bernuansa kedaerahan yang unik namun tetap syar’i, serta ekspresi para guru yang ceria dan menghibur. Ini terjadi pada Selasa, 25/05/21, 07.30-10.00 WIB di acara Liqa’ Syawal 1442 H yang dikemas menarik, diselenggarakan oleh SMPIT INSANTAMA dan melibatkan semua siswa dan guru kelas tujuh dan delapan, dengan room terpisah antara ikhwan-akhwat. Sedangkan siswa dan guru kelas sembilan sedang melaksanakan LMT-4 hibrid, perpaduan antara online dan offline.

Alhamdulillah wa bi’idznillah, acara berlangsung lancar, hingga rangkaian acara berjalan sesuai rundown: mulai dari pembukaan oleh pak Ageng sebagai MC, ucapan selamat lebaran dan permohonan maaf dalam bahasa daerah, games, penganugerahan siswa bintang, kemudian acara ditutup dengan do’a oleh bapak Sanudin, kemudian persembahan puisi oleh para guru ikhwan yang berjudul “Labbayka Ya Aqsha ”

Yuk kita ingat !
ليس العيد لمن لبس الجديد إنما العيد لمن تقواه يزيد
“Hari Raya bukanlah untuk orang yang mengenakan baju baru. Sesungguhnya Hari Raya hanyalah untuk orang yang ketakwaannya bertambah.”

Taqabbalallahu minna wa minkum. Mohon maaf lahir dan batin.[]