Training Ulumul Hadits Insantama Boarding School (IBS)

-

Training Ulumul Hadits
Insantama Boarding School (IBS)

Penulis : Erny, S.Si

Salah satu bentuk cinta kepada Rasulullah SAW adalah dengan mencintai segala peninggalan Nabi Muhammad SAW, dan diantara peninggalan Nabi itu adalah apa yang beliau katakan, perbuat, yang beliau setujui dan juga sifat-sifat beliau. Dan inilah yang dimaksud dengan hadits. Dan jika kita mengaku mencintai Nabi maka kita harus bisa menunjukkan kecintaan kita yaitu dengan mempelajari ilmu hadits. Kecintaan ini telah dicontohkan oleh para ulama terdahulu semisal Imam Bukhari yang bisa menghafal 100.000 hadits yang shahih, 200.000 yang dhoif. Bahkan ada Imam Ahmad yang bisa mencapai 700.000 hadits yang dihafalkan baik sanad maupun matan nya. Ini semua adalah bentuk kecintaan mereka kepada Rasulullah SAW, mereka menghafal, menjaganya dan meneliti berbagai macam ilmu-ilmu riwayatnya untuk memisahkan mana hadits yang bisa diterima dan mana hadits yang ditolak. Selain itu mempelajari ilmu hadits bagian dari tanggungjawab kita sebagai muslim untuk menjaga kemurnian hadits Rasulullah SAW dari orang-orang yang memalsukan hadits. Meskipun saat ini sudah ada pembukuan hadits tapi banyak orang-orang yang enggan mengamalkan hadits. Dan menjadi kewajiban kita untuk menyampaikan hukum-hukum Islam yang sumbernya dari hadits Rasulullah SAW.

Itulah sepenggal motivasi yang disampaikan oleh Ust. Yuana Ryan Tresna sebelum memulai training IBS kali ini, untuk memotivasi anak-anak agar semangat mempelajari ilmu hadits.

Training yang disampaikan oleh Ust. Yuana Ryan Tresna sebagai narasumber ini merupakan agenda training rutin bulanan IBS Insantama, yang mana tema yang diangkat kali ini adalah Pengantar Ilmu Hadits untuk Pemula. Training ini dilaksanakan pada hari Ahad 18 Oktober 2020, pukul 08.30 WIB via daring yang diikuti oleh santri/santriwati IBS angkatan 2 (Kelas VIII dan XI) dengan zoom meeting yang terpisah antara ikhwan dan akhwat.

Adapun materi training ini diawali dengan penjelasan mengenai keutamaan mempelajari ilmu hadits. Yang salah satu keutamaannya yaitu mendapatkan berkah dunia akhirat. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sufyan Ats-Sauri, ia berkata: “Saya tidak mengetahui amalan yang lebih utama di muka bumi ini dari mempelajari hadits bagi yang menginginkan dengannya wajah Allah Ta’ala.”
Kemudian Ustadz melanjutkan kepada penjelasan sejarah ilmu hadits yang dibagi menjadi 3 periode. Pertama, periode periwayatan sebelum pembukuan (Qabla Tadwin). Pada periode ini terbagi lagi atas 3 keadaan yaitu masa dimana hadits itu ada, wurud haditsnya dari Rasulullah atau dengan kata lain masa ketika Rasulullah masih ada, baik itu bersabda ataupun berbuat sesuatu secara langsung, menyetujui sesuatu dan menampakkan sifat-sifat tertentu. Setelah wafatnya Rasulullah SAW, masuk pada masa adanya orang-orang yang memalsukan hadits dengan berbagai macam sebab/alasan/tujuan. Kemudian masa dimana akhirnya mulailah periwayatan dan penyeleksian hadits secara teliti dan ketat. Ketiganya terjadi pada periode sebelum pembukuan hadits.

Kedua, periode pembukuan hadits (Inda Tadwin). Periode ini hadits mulai dihimpun dalam bentuk kitab, sebagai contoh Imam Bukhari dengan Kitabnya Shahih Bukhari, Imam Ahmad dengan Musnadnya dan seterusnya. Periode dimana para ulama berupaya keras untuk menghimpun hadits bahkan sampai melakukan perjalanan kemana-mana untuk meriwayatkan bahkan menyeleksinya. Dan yang terakhir, periode setelah pembukuan hadits (Ba’da Tadwin), para ulama pada periode ini mengklasifikasikan hadits dengan menghimpun hadits-hadits yang sejenis kandungannya atau sifat-sifat isinya dalam suatu kitab hadits. Mereka juga berupaya mensyarahkan (menguraikan maksud hadits secara luas) dan ada pula yang meringkaskan kitab-kitab hadits ulama terdahulu.

Karena pentingnya menjaga kemurnian hadits dari gambaran periode tersebut maka pentingnya mengambil hadits dari orang-orang yang meriwayatkannya. Artinya seseorang yang meriwayatkannya harus menerimanya dengan menghafalkannya dan memahaminya. Jadi dari Sahabat, lanjut ke tabi’in lanjut ke tabi’ut tabi’in dan ke era setelah tabi’ut tabi’in. Inilah yang dijadikan landasan dalam ilmu hadits. Adapun manfaat dari mempelajari ilmu hadits yaitu agar kita mampu membedakan mana hadits yang shahih dari hadits yang dhaif sebagaimana dikutip dari Kitab Tafsir Musthalah Al-Hadits, Dr. Mahmud Thahhan. Dalam kesempatan ini pula ust. Yuana menjelaskan tentang pembagian hadits berdasarkan jumlah perawi, yaitu jumlah banyak dan sedikitnya perawi hadits yang terbagi menjadi mutawattir dan ahad. Kemudian berdasarkan kualitasnya, hadits terbagi atas 3 kategori yaitu hadits shahih (hadits yang sanadnya bersambung (muttasil) diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit (memiliki daya ingat kuat), serta matannya tidak ada syadz dan cacat), hadits hasan (hadits yang rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan perawi yang adil dan kedhabitan ringan (kualitas hafalan perawi hadits hasan tidak sekuat hadits shahih) tidak terdapat syadz dan caca)t. Yang terakhir hadits dhaif (hadits yang sanadnya terputus,perawinya tidak dhabit dan matannya terdapat kecacatan.

Dari pembagian ini maka diketahui bahwa hukum pengamalan hadits shahih adalah wajib diamalkan berdasarkan kesepakatan ahli hadits dan menjadi pegangan dari kalangan ahli ushul fikih dan para ahli fikih.

Hadits shahih adalah hujjah (dalil) dari hujjah-hujjah syar’i. Sedangkan untuk hadits hasan seperti halnya hadits shahih dapat dijadikan sebagai hujjah/dalil, meski kekuatannya lebih rendah dari hadits shahih. Adapun hadits dhaif pada umumnya tidak bisa diamalkan kecuali kedhaifannya ringan dan masih masuk dalam cabang pembahasan hadits lain yang shahih dan juga dalam rangka kehati-hatian bukan juga dalam masalah hukum halal-haram tapi masalah untuk keutamaan amal masih memungkinkan untuk diamalkan, menurut pendapat Ibnu Hajar Al Asqalani yang ini merupakan pendapat mayoritas para ulama.

Penjelasan yang disampaikan oleh ustadz Yuana Ryan Tresna menggunakan powerpoint dengan bahasa yang mudah dipahami oleh santri dan santriwati Insantama. Dan para santriwan/wati dipersilahkan untuk bertanya, banyak diantara mereka yang mengajukan pertanyaan terkait pengantar ilmu hadits ini karena rasa ingin tahu mereka.

Diakhir acara sebelum menutup materi, Ust. Yuana Ryan Tresna memberikan pesan kepada peserta bahwa ilmu hadits itu sangat luas seperti samudra, tepinya entah dimana dan begitu dalam. Seperti samudra yang ombaknya begitu besar yang berarti kita harus punya keahlian untuk bisa menaklukkan ombak. Dan kita harus punya kemampuan menyelam karena kita akan mengarungi samudra yang begitu dalam.

Karena ilmu hadits seperti samudra maka kata para ulama kita harus memiliki kesabaran dalam belajar seperti kesabarannya nabi Ayyub. Dalam kitab Alim Muta’allim disebutkan kita akan mencapai tingkatan tertinggi dalam ilmu kalau pada diri kita terdapat 3 yaitu kesungguhan, ketekunan dan cita-cita.[]