BEDAH BUKU ANIMAL FARM:
Membedah Buku, Membuka Cakrawala Pemikiran
Penulis: Uun Sundari
Sebagai calon pemimpin, tentu luas dan dalamnya pemikiran harus sudah dilatih dan diasah sejak awal. Begitu banyak pemikiran yang ada di sekitar kita, tentu bukan berarti harus semuanya kita serap dan aplikasikan, tetapi untuk diketahui kelemahannya, dan mengambil pelajaran darinya. Beragam pemikiran tertuang dalam berbagai bentuk; tertulis dalam buku dan artikel, atau lisan dalam berbagai forum diskusi.
Bicara tentang fabel, umumnya tentu kita akan berpikir tentang buku cerita anak-anak sebelum tidur. Tetapi bagaimana jika jenis fabel ini berisi pemikiran yang menjelaskan kritik atas sistem yang dibuat oleh manusia? Tentu ini menjadi menarik dan inilah salah satu fabel satire tentang bagaimana kritik atas sistem buatan manusia dikemas begitu apik.
Animal Farm merupakan buku pilihan untuk dibedah pada agenda tahunan bedah buku OSIS SMAIT Insantama. Bedah buku animal farm ini dilaksanakan pada hari Selasa, 4 Mei 2021. Dengan menghadirkan pembedah buku dari salah satu aktivis Komunitas Literasi Islam (KLI), yaitu Pak Alexi Cipta Yoga atau biasa disapa Pak Yoga.
“Animal Farm merupakan salah satu karya George Orwell. Sebuah novel fabel yang dikemas dengan baik. Pemilihan model novel fabel ini merupakan bentuk sarkastik dari penulis. Novelnya juga bukan seperti novel pada umumnya yang tebal, namun novel ini merupakan novel singkat yang hanya terdiri dari 142 halaman”, tutur Pak Yoga mengawali diskusi pagi itu.
Sebelum masuk menggambarkan isi buku lebih dalam, Pak Yoga mengenalkan tokoh-tokoh dari cerita dalam novel agar peserta acara bisa lebih mudah memahami alur pembahasan dalam buku. Tokoh-tokoh dalam novel kebanyakan adalah hewan-hewan dengan penokohannya yang diserupakan dengan kejadian di dunia nyata.
Dari isi bukunya sendiri Pak Yoga menjelaskan, “Arti dari Animal Farm pada novel ini bukanlah artian sesungguhnya. Animal Farm yang dimaksud adalah animalisme atau binatangisme, yaitu sebuah pemikiran binatang. Maksudnya, sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap pemimpin yang tidak memberikan hak untuk bersuara atau bisa disebut yaitu pemimpin yang sewenang-wenang”.
Buku ini terdiri dari 5 bab, dan terlihat dari penjelasan materi oleh Pak Yoga, buku tersebut berhasil mengemas cerita dengan baik. Di akhir cerita Pak Yoga memberikan penjelasan untuk kesimpulan dari novel tersebut yaitu para hewan ternak akhirnya menyadari Napoleon (salah satu binatang ternak yang memberontak) membuat para babi dan manusia menjadi sama dan tidak bisa dibedakan. Babi sendiri digambarkan sebagai orang-orang komunis sedangkan manusia digambarkan sebagai orang-orang kapitalis. Dan para binatang ternak adalah masyarakat yang tinggal di negara komunis. Masyarakat akhirnya sadar bahwa orang-orang komunis dan kapitalis itu sama saja, sama-sama penindas yang kejam.
Setelah acara inti selesai, pembawa acara membuka sesi tanya jawab. Tanya jawab dibuka dengan pertanyaan dari Haikal, “Bagaimana kondisi penulis saat itu karena karyanya merupakan kritik atas sistem?”.
Pak Yoga menjelaskan bahwa itu bukan masalah, “Dalam dunia akademik, kritik merupakan hal yang lumrah. Di dalam novel Orwell juga tidak disebutkan sisi positif dari komunisme sama sekali dan justru hal itu membuat kritikannya tidak diterima.”
Pertanyaan kedua datang dari Nasywan, “Kenapa di novel tidak diceritakan tentang Islam, dan bagaimana keadaan Islam saat itu?”.
“Sebenarnya Orwell sendiri pernah merasakan masa Khilafah Utsmani. Namun karena sistem Islam merupakan sistem yang berdasarkan wahyu, sedangkan Orwell fokus membahas kritik atas kapitalisme dan komunisme yang merupakan sistem yang berasal dari akal manusia”, jelas Pak Yoga.
Diskusi berjalan dengan hangat. Sekalipun materi yang dibawakan cukup berat karena membahas tataran sistem, namun penyajian dalam bentuk fabel memang menjadi hal menarik tersendiri. Sekali lagi, berbagai pemikiran termasuk yang bertentangan dengan Islam, banyak beredar di sekeliling kita. Membuka pikiran dalam berbagai diskusi pemikiran tentu bukan berarti kita terbuka dalam menerima apalagi membenarkan seluruh pemikiran yang ada. Tetapi dengannya, kita akan dapat mengambil pelajaran dan bersikap lebih bijaksana. Bersama membaca, membedah buku, membuka cakrawala pemikiran. []