Belajar Menjadi Coach Terbaik untuk Anak
Oleh : Sonny Lazuardi
Bagaimana orang tua menjadi
coach terbaik untuk anaknya? Ini penting.
Dalam sebuah kajian bersama FOSIS Insantama (SMA dan SMP) menghadirkan narasumber yang sekaligus motivator, ustadz Dr. M. Rahmat Kurnia, M.Si. Beliau yang juga sebagai Direktur Pendidikan SIT Insantama aktif pula dalam berbagai kegiatan Insantama. Memberikan pencerahan.
Sebuah kajian FOSIS yang menarik diikuti. Sekaligus menambah ilmu dan pengetahuan kepada kita selaku orang tua. Agar bisa menjadi coach anak.
Kegiatan diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an surat Lukman ayat 12-17. Ayat ini pun berhubungan dengan coach yang kami pelajari.
Dibacakan ananda Amirul Syuhada siswa SMAIT insantama kelas XI-1.
Sementara acara dibuka oleh pak Sonny Lazuardi selaku MC, yang juga sebagai guru SMAIT Insantama.
Acara ini diserahkan kepada moderator untuk memandu narasumber dan jalannya acara, pak Ahmad Subadri. Beliau Waka Kesiswaan SMAIT Insantama.
Ini adalah kegiatan kajian yang berlangsung setiap bulan. Namun saat ini FOSIS mencoba untuk menggilir petugas acara. Dimulai bulan lalu, petugasnya tim SMP dan bulan Maret ini tim SMA.
Kajian yang terbuka untuk umum tak hanya internal Insantama saja. Kegiatan ini diakses melalui zoom atau youtube. Diperuntukkan bagi orang tua agar menjadi coach terbaik untuk anaknya.
Ustadz Rahmat, demikian panggilan akrab narasumber memulai dengan pertanyaan dan harus dijawab, meski dengan chat zoom atau youtube.
“Apa tantangan atau kendala yang Bapak/Ibu hadapi dalam mendidik Ananda?”
“Silakan tulis di kolom chat!” Ujar ustadz Rahmat mengawali pembicaraan.
Reaksi orang tua sangat beragam, mereka menjawab berdasarkan yang dialaminya. Seperti, anak asyik di kamar sendiri, mudah emosi, banyak alasan dengan tugas, tidak mau berkomunikasi, suka abai dengan tanggungjawabnya dan sebagainya.
Nah, bagaimana mengatasinya? Maka kembalikanlah kepada tuntunan Al-Qur’an dan As-sunnah.
Dalam mendidik anak ada manajemen langit, dan manajemen bumi, kata beliau. Manajemen langit: Iman, takwa, dan doa. Sedangkan manajemen bumi teknik menjadi coach.
Nabi Ibrahim senjatanya doa, manajemen langit dilakukan.
Tak berhenti sampai di sana Nabi Ibrahim juga mengajak dialog anaknya, ini manajemen bumi. Beliau menggali apa yang ada dipikiran anaknya, perasaan, dan cara pandangnya ditelusuri, kepada putranya Ismail.
Demikian pula dengan Nabi Ya’qub dan Nabi Yusuf.
Ayah dan anak ini berdialog. Anak bercerita kepada ayahnya tentang mimpinya. 11 bintang bersujud kepada Nabi Yusuf. Kemudian ditanggapi dan ada hal yang disepakatinya. Dari isyarat mimpi tersebut. Itu menjadi komitmen yang dijalankan.
Bagaimana kisah Lukman dengan putranya ? Dalam hal ini, misi tauhid ditanamkan juga shalat, syariah, dan perilaku adalah bimbingan yang ada arahannya.
Contoh lain, kedekatan Rasulullah SAW dengan Fatimah dalam komunikasi dan interaksi, dapat diambil pelajaran. Bagaimana hubungan yang begitu erat antara orang tua dan anak. Tentu dengan cara terbaik.
Mayoritas mendididk anak itu oleh bapak, melihat dari risalah yang ada.
Namun, semua anggota keluarga harus saling mendukung. Diperintahkan diri dan keluarga untuk menjaga dari api neraka.
Coach bukan trainer yang melatih langsung memberi contoh. Bukan juga terapis dimana ketika ada penyakit, kemudian diobati. Coach itu melatih, menggali potensi, mengarahkan, merencanakan.
Apa yang diinginkan anak, dan apa yang seharusnya dilakukan anak. Ini cocok kepada anak remaja.
Melatih, menggali potensi memaksimalkan performa. Menemukan apa yang diinginkan, bagaimana mencapainya. Orang tua membantu mencapai tujuannya secara benar dengan memaksimalkan potensi diri anak.
Coach itu membangun cara berpikir dan cara bersikap. Butuh kesabaran, dan waktu. Lebih fokus kepada prosesnya bukan semata hasil. Hasil dibangun dari rangkaian proses. Maka kesabaran dan waktu memang diperlukan. Sehingga ketika menjadi coach anak, anak tetap merasa nyaman.
Menjadi coach; bangunlah kepercayaan kepada ananda dan ananda juga percaya pada kita. Jangan harap bila tidak ada saling percaya percaya, akan bisa menjadi coach yang baik. Tidak mungkin. Caranya bagaimana? Dengan membangun komunikasi keduanya.
Kemudian menjadi pendengar yang baik, dan mengarahkan,memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membangun wawasan, membangkitkan kesadaran, dan mengarahkan. Coach, pandai membangun pertanyaan. Menggunakan pertanyaan berbobot. Pertanyaan yang terbuka. Hindari pertanyaan yang kurang berbobot.
Juga anak diminta membuat
komitmen untuk mencapai tujuannya dan memiliki perencanaan, serta dapat menjawab pertanyaan mengapa, bagaimana, dan apa.
Sehingga pada akhirnya, anak dapat menemukan pilihan terbaiknya sendiri dalam kehidupannya. Bukan intervensi orang tuanya, orang tuanya hanya menjadi coach terbaiknya. Inilah yang kita harapkan: Orang tua menjadi coach terbaik untuk anaknya.
Kegiatan ini pun membuka pertanyaan bagi peserta. Dan dijawab langsung oleh Ustadz Rahmat dengan gamblangnya. Namun tidak semua terjawab, mengingat waktunya terbatas. Tiga penanya terbaik mendapat doorprize. Dan diakhir acara ini, ditutup dengan doa oleh beliau langsung. []