Yuk Sekolah Di Rumah !
14 Hari Bersama Ummi dan Abi
Suplemen Pendamping
Membersamai Anandas Para Juara dan Calon Pemimpin
Hari Kelima,
- Memahamkan Kembali Pentingnya Anandas Memiliki Kepribadian Islam
- Memahamkan Kembali Pentingnya Sinergi Positif Sekolah dengan Keluarga dan Masyarakat
MEMBENTUK KEPRIBADIAN ISLAM
(SYAKHSHIYYAH ISLAMIYYAH)
Hanif Muhammad (2000)
Dan siapakah yg lebih baik perkataannya daripada orang yg menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh, dan berkata: Sesungguhnya aku termasuk kaum muslimin.
(QS. Al Fushshilat: 33)
Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian, sehingga dia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa-apa (dinul Islam) yg kubawa.
(Hadits Arbain An Nawawiyyah)
Tidak beriman salah seorang diantara kalian hingga Aku menjadi akalnya yg ia berpikir dengannya.
(Hadits Qudsi)
Dalam proses panjangnya, pendidikan adalah proses transfer nilai, pandangan hidup yg paling mendasar (aqidah), pemahaman-pemahaman hidup, dan berbagai pengetahuan yg menambah kesadaran peserta didik akan pandangan dan pemahamannya akan kehidupan (mafahim anil hayah) sehingga dia mampu mengambil jalan hidup yg benar, serta menambah kesadarannya tentang berbagai pemahamannya tentang benda-benda dan sarana-sarana hidup (mafahim anil asya) sehingga dia dapat meniti jalan kehidupannya dengan benar.
Dengan demikian dalam perspektif Islam, pendidikan adalah transfer nilai-nilai Islam yg bersumber dari Al Quran dan As Sunnah, pandangan hidup Islam atau aqidah Islamiyah (keimanan), dan berbagai pengetahuan Islam (al maarif al Islamiyah – tsaqofah Islamiyyah) seperti tafsir, ulumul Quran, ulumul hadits, fiqh, ushul fiqh, bahasa Arab, ilmu nahwu, ilmu shorof, siroh Nabi saw, dll yg mempertebal pemahaman dan membentuk kesadaran para peserta didik sehingga hanya Islamlah yg akan menjadi pengendali pikiran (pola pikir) dan tingkah lakunya (pola sikap). Selain itu, perlu berbagai ilmu pengetahuan dan serta ketrampilan teknologi untuk menambah kemampuan para lulusannya menjalani hidup dengan tetap berpegang kepada Islam sebagai aqidah dan pemahaman hidupnya (mafahim anil hayah).
Untuk mencapai tujuan pendidikan di atas dan mendapat esensi pendidikan tsb, maka metode yang dipakai adalah bukan sekedar transfer pengetahuan, tapi haruslah pembentukan dan pembinaan kepribadian. Dalam hal ini, kepribadian bukanlah sekedar pembentukan etika moral, tapi lebih luas dari itu.
Hakikat Kepribadian
Hakikat kepribadian sesungguhnya merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim, yakni bahwa ia harus memegang identitas muslimnya dalam seluruh aktivitas kesehariannya. Identitas itu nampak pada kepribadian seorang muslim, yakni pada pola berpikir (aqliyyah) dan pola bersikapnya (nafsiyyah) yg dilandaskan pada aqidah Islam. Jadi secara esensial, kepribadian itu tersusun dari pola berpikir dan pola bersikapnya.
Sebenarnya, begitu seseorang merasa mantap dengan aqidah Islam yg dipeluknya dan bertekad membangun kepribadian Islam dalam dirinya berdasar aqidah yg diyakininya itu, sudah mengindikasikan bahwa ybs telah berhasil membentuk kepribadian Islam dalam dirinya. Hanya saja tugasnya tidaklah selesai hingga di situ saja. Ia harus selalu menjaga tegaknya bangunan kepribadian dari segala kemungkinan yg dapat merobohkannya atau bahkan mencerabutnya dari pondasi yg ada di bawahnya, yakni aqidah.
Tahapan Pembentukan
Pada prinsipnya terdapat tiga langkah dalam metode pembentukan dan pengembangan kepribadian Islam dalam diri seseorang, sebagaimana dicontohnya Rasulullah SAW.
Pertama, menanamkan aqidah Islam kepada yg bersangkutan dengan metode yg sesuai dengan kategori aqidah tsb, yaitu sebagai aqidah aqliyyah (aqidah yg keyakinannya muncul melalui proses pemikiran yg mendalam, pemikiran tentang al uqdah al kubro). Menanamkan aqidah sebagai ide dasar (fikroh asasiyah), ide atau pemahaman yang menjadi dasar atas setiap pola pikir dan pola sikapnya dalam menjalani semua aktivitas kehidupan, sehingga tidak akan ada aktivitas kehidupan yang dijalani, kecuali setelah ybs merasa semuanya sesuai dengan syariat Islam. Itu semua sebagai implementasi hidup untuk beribadah kepada Allah Swt. Pada tahap ini pembentukan pondasi kepribadian sudah berhasil. Alhamdulillah.
Kedua, mengajaknya bertekad bulat untuk senantiasa menegakkan bangunan cara berpikir dan cara mengatur kecenderungannya di atas pondasi aqidah Islam yg telah menghunjam kuat dalam hatinya. Aqidah Islamiyah ditekadkan untuk senantiasa menjadi dasar berfikir dan memahami kehidupan. Setiap segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita selalu dipikir sesuai dengan Islam, dan ketika memunculkan sikap, maka sikap itu pun sesuai Islam. Pendek kata Islam menjadi tolok ukur kehidupannya.
Ketiga, mengembangkan kepribadiannya dengan cara membakar semangatnya untuk bersungguh-sungguh dalam mengisi pemikirannya dengan kesempurnaan tsaqofah Islamiyyah dan mengamalkannya dalam seluruh aspek kehidupannya dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT.
Indikator Kematangan Kepribadian Islam
Adapun indikator matangnya Syakhshiyyah Islamiyyah seseorang dapat dijelaskan sbb.:
Kepribadian Islam terbagi dalam dua komponen yakni pola pikir (aqliyyah) dan pola sikap (nafsiyyah).
Pada komponen pola pikir, seseorang harus memahami aqidah Islam dan menjadikannya sebagai landasan berpikir. Pola pikir memiliki dua item besar, yakni pemikiran (afkar), pendapat (ara) dan hukum (ahkam).
Pada item pemikiran dan pendapat mencakup aspek-aspek aqidah, syariat, problematika umat, dan dakwah.
Sementara pada item hukum mencakup aspek-aspek Ibadah, Makanan/Minuman, Pakaian, Akhlaq, Muamalah dan Uqubah. Masing-masing memiliki indikator, sbb. :
Pada aspek aqidah, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia memahami dan mengimani seluruh perkara aqidah Islam.
Pada aspek syariat, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia memahami pemikiran syariat Islam.
Pada aspek problematika umat, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia memahami problematika umat apa akar permasalahannya dan apa solusinya serta memahami ide-ide yg bertentangan dengan Islam, sehingga ia bisa menolaknya dan menjelaskannya pada umat.
Pada aspek dakwah, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia memahami ihwal kewajiban dakwah dan thariqah dakwah Rasul SAW.
Pada aspek-aspek Ibadah, Makanan/Minuman, Pakaian, Akhlaq, Muamalah dan Uqubah, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika memahami hukum Islam yg berkaitan dengan ibadah, halal dan haramnya makanan dan minuman, pakaian, akhlaq, muamalah (aspek ekonomi, sosial, pemerintahan), dan uqubah.
Sementara pada komponen Pola Sikap, seseorang harus Menjadikan syariat Islam sebagai tolok ukur perbuatan. Pola sikap mencakup aspek-aspek Ibadah, Makanan/Minuman, Pakaian, Akhlaq, Muamalah dan Uqubah. Masing-masing memiliki indikator, sbb. :
Pada aspek Ibadah, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia selalu melaksanakan ibadah dengan khusyu sesuai syariat.
Pada aspek Makanan/Minuman; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia selalu mengkonsumsi makanan dan minuman yg halal.
Pada aspek Pakaian; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia selalu menutup aurat dan ditambah dengan mengenakan jilbab dan khimar (kerudung) bagi Muslimah.
Pada aspek Akhlaq; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia selalu menampakkan akhlakul karimah, giat menuntut ilmu dan memiliki etos berprestasi.
Pada aspek Muamalah; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia selalu bermuamalah secara Islam.
Pada aspek Dakwah; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia bersedia terlibat dalam dakwah bagi tegaknya kembali izzul Islam wa al-muslimin.
Seluruh indikator ini harus ada pada diri setiap Muslim secara utuh. Jika tidak, maka akan terjadi kepribadian yg tidak utuh, bisa menjadi sekuler atau bahkan ateis sama sekali. Naudzubillahi mindzalik.
Bagaimana Sekolah Bersinergi Dengan Keluarga dan Masyarakat Dalam Pendidikan Kepribadian Islam?
Sesuai dengan jenjang usianya, pada tingkat TK hingga SD diharapkan bisa diletakkan dasar-dasar pembentukan Syakhshiyyah Islamiyyah. Hal ini mengingat siswa berada pada jenjang usia menuju baligh, sehingga lebih banyak diberikan materi yg bersifat pengenalan menumbuhkan keimanan.
Barulah ketika mencapai usia baligh, yakni pada tingkat SMP dan SMU, pembentukan Syakhshiyyah Islamiyyah yg dilakukan bersifat lanjutan. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara sekaligus meningkatkan keimanan serta keterikatan dengan syariat Islam.
Karena itu di sekolah, perlu dilakukan enam jenis pendekatan terpadu untuk pembentukan kepribadian Islam, yakni :
1, Formal struktural. Dilakukan melalui kegiatan tatap muka formal dalam jam belajar-mengajar resmi. Basis ilmunya ada di tsaqofah Islam. Pendidiknya adalah guru.
2, Formal – nonstruktural. Dilakukan melalui proses pencerapan nilai-nilai Islam dalam setiap mata ajaran yg diberikan kepada siswa, diantaranya melalui internalisasi nilai tauhid. Basis ilmunya ada Iptek atau ilmu kehidupan. Pendidiknya adalah guru.
3, Keteladanan. Diberikan dalam wujud contoh nyata amaliyah harian (akhlak dan ibadah) di lingkungan sekolah. Basis ilmunya ada di tsaqofah Islam. Pendidiknya adalah guru dan seluruh pengelola pendidikan.
4, Penerapan budaya sekolah (school culture) yg diciptakan. Diterapkan melalui pengamalan syariat Islam secara nyata, baik menyangkut akhlak, ibadah, pergaulan dan kebersihan ataupun persoalan lain, yg ditunjang dengan proses pembiasaan dalam penerapan aturan beserta sanksinya. Basis ilmunya ada di tsaqofah Islam dan penerapan aturan sekolah. Pendidiknya adalah guru dan seluruh pengelola pendidikan.
5, Pembinaan pergaulan antar siswa, termasuk interaksi dengan lawan jenis. Dilakukan dalam suasana ukhuwah Islamiyyah yg selalu diarahkan pada standar kepribadian Islam, antara lain saling menyayangi dan menghormati, serta saling mengingatkan diantara mereka. Basis ilmunya ada di Tsaqofah Islam dan penerapan aturan sekolah. Pendidiknya adalah guru, seluruh pengelola pendidikan dan siswa.
6, Amaliyah ubudiyah harian. Dilakukan dengan pembiasaan shalat berjamaah. Basis ilmunya ada di Tsaqofah Islam dan penerapan aturan sekolah. Pendidiknya adalah guru, pengelola pendidikan dan siswa.
Catatannya, pendidikan pembentukan kepribadian di sekolah hanya akan optimal, jika pola asuh di keluarga berlangsung positif dan masyarakat juga mendukung. Keluarga dapat berperan terutama pada pendekatan ketiga sampai dengan keenam. Kunci utamanya ada pada keteladanan. Misalnya, jika di sekolah siswa dididik untuk shaum sunnah dan sholat tahajjud, maka di rumah pun Orangtua dan anggota keluarga yang lain juga melaksanakan shaum sunnah dan sholat tahajjud. Jika di sekolah, dipahamkan bahwa pacaran itu haram, maka di rumah pun orangtua melarangnya karena haram. Singkatnya, apa yang telah dibina di sekolah, di rumah pun sama dan didukung penuh, baik dengan doa maupun perbuatan.
Di masyarakat juga hendaknya kondusif. Budaya kritik sosial atau amar maruf nahi munkar dapat terus dijalankan. Jangan sampai tergerus oleh budaya asing sekuler yang memang permisif dan mentolerir kemaksiatan.
Ketiganya, baik pendidikan di sekolah, di rumah maupun di masyarakat harus terintegrasi, satu frekuensi. Saling menguatkan. Harus !
Sumber : Hanif Muhammad. 2000. Membentuk Kepribadian Islam
Pesan Cinta dari Allah Swt :
- Satukan frekuensi antara Keluarga dan Sekolah (juga Masyarakat) Dalam Mendidik Anandas agar Anandas Memiliki Syakhsiyyah Islam yg Baik.
- Salah satu Cara Efektif Dalam Mendidik Adalah Dengan Memberikan Keteladanan Pada Anandas.