Catatan LKMA Hari ke-3

0
655

[foogallery id=”782″]

Sehari Menjadi Mahasiswa Universiteit Leiden

Waktu berjalan cepat rasanya. Tak terasa sudah tiga hari di bumi Allah yang bernama Belanda ini. Yup, Selasa, 1 November, kami siap melanjutkan rangkaian kegiatan LKMA 2016.

Seperti biasa, kami mengawali hari dengan agenda rutin sebelum masuk ke inti rangkaian kegiatan utama adalah pergantian Chief of Delegation (COD) dan evaluasi bersama. Setiap hari kami selalu mendapatkan beragam evaluasi, baik yang muncul dari teman maupun dari pembimbing. Tentu, setiap hari kami melakukan evaluasi tidak berarti kami ‘cakap’ melaksanakan LKMA ini. Hal ini semata-mata adalah bentuk ikhtiar kami untuk terus berusaha menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Insya Allah dengan begitu, tangga pencapaian akan menjadi tertapaki secara jelas, hingga waktu itu datang.

Hari ini Universiteit Leiden adalah lokasi yang akan kami singgahi. Walau sebenarnya, kepastian penerimaan delegasi ada pada last minute. Inilah sekali lagi yang kami sebut, Nasrullah. MasyaAllah.

Perjalanan menuju Universiteit Leiden kami tempuh dengan kereta. Sesampainya di Stasiun Leiden Central, kami disambut oleh Prof Hedi, beliau adalah pakar sejarah dan purbakala Indonesia, Peneliti di Univesiteit Leiden dan Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies. Orang Belanda asli, usia sudah di atas 70 tahun, namun mahir sekali berbahasa Indonesia, bahkan bila beradu data terkait sejarah Indonesia pun bisa jadi kami yang kalah. Sikapnya sangat ramah ditambah rendah hati yang tinggi. Beliau menjemput kami dengan sepeda  ke Stasiun Leiden Central. Perjalanan kami ke kampus Univesiteit Leiden ditempuh dengan berjalan kami. Kami dibawanya menyusuri Kota Leiden yang penuh sejarah, terlebih sejarah antara Bangsa Indonesia dengan Bangsa Belanda. Menyinggahi, bangunan-bangunan bekas pendidikan para nahkoda-nahkoda masa VOC, mengunjungi Kincir Angin Terkenal di Belanda, Kincir Angin Molen de Valk. Setelah menyusuri Kota Leiden, kami pun sampai di Kampus Univesiteit Leiden. Sepanjang jalan Beliau banyak bercerita tentang sejarah. Sesekali ditingkahi dengan pertanyaan kritis dari kami. Jawaban-jawaban Beliau cukup menggugah kami, karena apa adanya dan tidak menutup-nutupi era kelam hubungan masa lalu kedua negara.

Kampus Univesiteit Leiden memang tersebar di tengah-tengah Kota Leiden, tidak terfokus pada satu tempat. Mirip Kyoto University yang dikunjungi kakak kelas kami dalam LKMA tahun lalu. Juga mirip dengan UGM kita.

Di Fakultas Sastra dan Bahasa kami disambut oleh Prof. Dr. Williem van der Molen dan Drs. Nico van Horn (Peneliti di Univesiteit Leiden dan di Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies, konsentrasi Sastra Indonesia dan budaya Jawa). Kami disambut bersahaja namun mengesankan di ruangan kuliah utama.

Setelah acara dibuka, kami pun mulai beraksi. Menampilkan short movie perjalanan LKMA 2015 dilanjutkan dengan presentasi yang dipandu oleh duo MC. Presentasi dan MC kali ini menggunakan campuran bahasa Inggris dan Indonesia. Sangat apik dan baik, terlebih tampilan power point kali ini dapat digunakan secara sempurna. Triplet presentator dari Tim LKMA, dengan pembawaan yang sangat teratur, sistematis, ditambah materi yang dibawakan menyiratkan ada sebuah kegelisahan yang coba dimunculkan dan coba kami tawarkan sebuah solusi yang jitu demi Indonesia yang lebih baik kedepannya, mampu ‘menyihir’ ketiga peneliti senior asal Univesiteit Leiden ini.
Masing masing dari beliau menyampaikan kekagumannya terhadap presentasi yang dibawakan oleh kami, serta sikap yang tampak dari kami.  Karena tak kami sangka, mereka memperhatikan detail tentang kami dari sejak bertemu, berjalan, bersikap. Pokoknya semua yang tampak dari kami.

Menurut Prof. Hedi, “Short movies is good and attracted me, such a wonderfull presentation.” Hal serupa juga disampaikan oleh Prof. Dr. Williem van der Molen, beliau menyatakan bahwa penampilan yang kami suguhkan adalah sebuah proses dan menyiratkan bahwa teamwork yang ada dalam LKMA ini berjalan dengan sangat baik!  Bahkan Drs. Nico can Horn, sedari awal sangat serius memperhatikan presentasi yang kami suguhkan menyatakan, “Saya sangat terkesan, sangat lancar, disiplin, kemampuan kalian bisa mengumpulkan dana yang sangat banyak, kemampuan bahasa yang sempurna”,

Tak sampai di sini, Prof Williem sangat berharap terhadap kami, dimana kami sudah mencoba membangun kesadaran bahwa disamping kebaikan-kebaikan yang ada di Bumi Nusantara, ada pula sebuah kesadaran bahwa Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Beliau menambahkan, ”kesadaran akan sebuah kekurangan adalah modal dasar untuk sebuah harapan ke depan, itu merupakan pangkal utama!” Bahkan beliau tak sungkan menyatakan kegembiraannya dengan kemampuan kami yang masih umur belasan ini. MasyaAllah.

Setelah melakukan presentasi, kami pun diajak untuk berkeliling kampus Universitet Leiden. Berkunjung ke Perpustakaan Utama yang  terlengkap dan terbesar di Dunia terkait sejarah Asia dan Indonesia, khususnya. Berkunjung ke  taman Hortus cikal bakal lahirnya Kebun Raya Bogor dahulu. Mengelilingi kampus yang bisa dibilang ramai, bahkan riuh dengan mahasiswa yang menuntut ilmu. Ramai mahasiswa menyapa kami, bahkan ketika mereka tahu kamih  dari Indonesia, mereka menyapa kami dengan bahasa Indonesia.

Tak lupa, kami pun menyempatkan diri menyinggahi rumah seorang orientalis Belanda, yang risetnya menghasilkan rekomendasi  yang mampu  menundukkan perjuangan Aceh dan Indonesia, yakni Prof. Snouck Hurgronje, dosen Leiden jaman dulu.  Devide et impera adalah warisannya. Prof. Hedi ketika dikonfirmasi hal ini juga lugas mengakuinya. Sejarah memang selalu bicara apa adanya. Sebuah pelajaran berharga buat kami yang masih muda ini… Allahu Akbar !!!

Setelah puas menimba ilmu dan pengalaman di Kampus Univestiet Leiden, kami pun berpamitan dan bergegas menuju Mesjid Al Hijr, Leiden.  Mesjid ini merupakan salah satu destinasi kegiatan hari ini, disamping tampilan presentasi di depan pihak kampus.

Setelah shalat, kami pun berbicang-bincang dengan Takmir Masjid. Mereka menyampaikan dengan semangatnya kepada kami untuk terus berdakwah dan menyebarkan agama Islam. MasyaAllah, sungguh pesan yang sangat berharga bagi kami.
‘Kalian hebat masih muda sudah melakukan safar untuk belajar. Kalian niatkan safar untuk menegakkan kalimatullah. Juga berdoalah supaya kalimatullah tegak di tanah ini. Karena kalimat Laa ilaha Ilallah adalah kalimat yang tinggi dan kalimat kufur adalah kalimat yang rendah. Mabruk. Barakallahu fikum.’ Begitulah kesan singkat Syekh Ahmad bin Nasher, Imam Masjid Al Hijri Leiden asal Maroko dalam bahasa Arab.  Agendapun diakhiri dengan menyerahkan Wakaf Al-Qur’an kepada Takmir Mesjid Al Hijr.

Kami bergerak – dengan jalan kaki tentunya –  ke Stasiun Leiden Central, untuk kembali ke Den Haag. Mempersiapkan diri dan perlengkapan karena besok pagi kami akan meluncur menuju Kota Delft  yang langsung diteruskan menuju Berlin, Jerman. Subhanallah wal hamdulillah.

Selesai? Belum… malamnya kami menggelar diskusi ringan tentang Islam dan Belanda dengan Kakak Michael, seorang profesional muda Belanda yang paham tentang Islam. Masih ada jejak keturunan Indonesia dan… rupanya masih ada silsilah saudara dengan salah satu anggota kami. Masya Allah, LKMA kali ini menyambungkan tali silaturahim yang telah lama terputus.

Alhamdulillah…luar biasa…Allahu Akbar ✊✊✊

Catatan kecil perjalanan bersejarah
bersambung lagi…