Surat Buat Para Juara dan Calon Pemimpin

-

Yuk Sekolah Di Rumah !
14 Hari Kedua Bersama Ummi dan Abi
Suplemen Pendamping

Membersamai Anandas Para Juara dan Calon Pemimpin

Hari Ketujuh belas,

  1. Memahamkan Kembali bahwa doa dan cita-cita tertinggi Orangtua dan Guru adalah Anandas Menjadi Anak Sholih dan Sholihah Pemimpin Umat di Masa Depan.

Sepucuk Surat Dari Ananda
Suratku Buat Semua Teman-Temanku Serta Kakak-Kakak Kelasku.
Surat Buat Para Juara dan Calon Pemimpin.

Fairuzzaina Raudhotul Jannah
Siswa kelas 6 SDIT Insantama

Bismillah, surat ini aku mulai…

Sekolahku punya tagline sebagai sekolah para juara. Kalau SMP dan SMA itu Sekolah Calon Pemimpin. Nah, aku dan semua temanku dari kelas 1 sampai kelas 6 sering disapa dan diingatkan guru-guruku sebagai para juara. Semua siswa itu juara. Wah senang rasanya disebut sebagai juara. Guruku menjelaskan bahwa kami semua punya potensi di dalam diri kita masing-masing. Ada yg punya potensi di mata pelajaran. Ada yg di ekspresi, olahraga atau juga di pengetahuan umum lainnya. Kata Bu Guru, semua harus dikeluarkan. Jangan malu-malu dan jangan takut-takut.

Sekarang aku sudah kelas 6.  Semua jenis ekspresi yg wajib sudah aku jalani. Ada Renang, Berkebun,  dan Memasak. Tapi untuk Ekspresi Pilihan, aku memilih satu dari semua yg diberikan, yaitu :  Bela diri,   Kepanduan, Jurnalistik, Saintis, Dokter Cilik, Ketik Buta, Teknologi Informasi dan Komputer. Buat anak seusia aku, semua ini sangat menarik.

Setiap tahun, kami ikut kegiatan hari kreativitas siswa. Di situ kami diasah lagi semua potensi yang kami miliki. Yg aku senang ternyata juga ada permainan tradisional, selain olah raga, olimpiade MIPA dan pengetahuan umum juga seni. Wah semua ada pokoknya.

Sekolahku itu seru lho.

Aku dan semua temanku juga ditantang untuk bisa jualan. Namanya Insantama Market Day. Tiap diadakan pasti penuh sama penjual dan pembeli. Orangtua juga suka ikut. Kakak kelas 11 yg sedang persiapan LKMA keluar negeri juga ikut jualan. Wah pokoknya seru deh. Kata Bu Guru, selalu ada Bp Guru yang pakai baju seragam khusus yg disebut sebagai Qadi Hisbah, hakim pasar di masa Islam. Nanti beliau akan keliling pasar untuk mengecek kami masing-masing. Intinya, jual beli harus bener. Gak boleh curang. Kalau curang nanti Bp Guru yg menasehati dan menegur kita. Wuih pokoknya bener-bener seru.

Belum lagi nanti ketemu sama Kepompong Ramadhan. Wah di sini aku dan semua temanku akan diingatkan lagi, dikuatkan lagi ilmu-ilmu Islamnya, kepribadian Islamnya. Sebelum dan setelah bulan suci ini selalu ada kegiatan dari mulai menghias kelas menyambut Ramadhan, tarhib Ramadhan keliling lingkungan masyarakat di sekitar sekolah, cucurak plus sampai nanti halal bihalal siswa di hari pertama masuk sekolah setelah libur lebaran.  Pas bulan Ramadhan, tiap hari kami isi dengan penguatan nafsiyah, tadarus, menulis al Qur’an, permainan dll. Masih banyak lagi pokoknya. Aku lupa kalau harus nyebutin satu-satu. Banyak sih.

Tiap angkatan nanti ada Mabit Angkatan menginap di sekolah dan di luar sekolah. Juga ada  Visiting Angkatan. Buat kelas 1 sampai 3 masih  di sekitar kota Bogor.  Tapi Kelas 4 sampai 5 mengunjungi tempat-tempat di Jakarta ke Taman Mini, Museum Jakarta Tua, dll. Nah, mulai tahun ini di angkatanku, ada kegiatan visiting kepemimpinan ke Bandung. Namanya Leadership for Champhions atau Kepemimpinan untuk Para Juara. Disingkat Lead Champs.  Di sana, aku dan teman-temanku dibawa bermain sambil belajar ke ITB, Masjid Salman ITB, UPI, Masjid Al Furqon UPI, dan Laboratorium Bosscha di Lembang. Kata Bu Guru, visiting ini tujuannya untuk  mendidik dan melatih kedisiplinan dan kemandirian kami sembari mempraktekkan ilmu-ilmu yg sudah didapatkan selama ini. Tapi tetap dalam suasana bermain sambil belajar.  Seru dan asyik kan?

Nah, aku ingin ceritakan satu pengalaman yg tak terlupakan buat aku. Bener sih semua seru dan tak terlupakan. Tapi yg satu ini lebih-lebih. Karena bener-bener menguras emosiku. Baca aja ya.

Saat itu adalah jam istirahat ketika guru kelasku tiba-tiba menginterupsi kegiatan bermainku bersama teman-teman dengan menuliskan sebuah daftar yg berkaitan dengan lead champs.

“Ini adalah beberapa kegiatan yg akan kalian lakukan pada saat lead champs,” guruku berkata, lalu disusul pertanyaan, “Ayo siapa yg mau ikut?”

Kelas menjadi ribut, aksi saling menunjuk dilakukan teman-temanku melindungi dirinya agar tak terpilih, termasuk akupun menunjuk beberapa temanku sambil bercanda-canda. Saat itulah ide iseng seorang temanku membuat satu kelas menunjukku, sambil menggerutu aku menolak. Tapi terlambat! Namaku sudah kepalang ditulis di atas papan tulis. Ah.

Aku kesal, karna pada dasarnya tidak mau ikut tapi semua teman-temanku memaksa. Apa lagi yg bisa kulakukan selain pasrah kan? Mataku menatap pada papan tulis dengan namaku tercantum di sana, menghela nafas karna muncul berbagai ketakutan dalam benakku.

Guruku sekali lagi memeriksa daftar peserta kegiatan yg ikut, memanggil satu-per satu nama di daftar hingga tibalah giliranku dipanggil, aku menyahut menanggapi. Seorang teman meneriakiku begitu namaku dipanggil, ia adalah salah satu temanku yg juga masuk dalam daftar kegiatan.

“Zaina, antum ikut puisi aja yuk bareng ana? Ana gak mau sendirian yg ikut puisi…” wajahnya memelas, niatanku menolak jadi terbatalkan karena melihat wajahnya, hati kecilku merasa tidak tega dan pada akhirnya mengiyakan. Saat itulah tantangan ini dimulai…

Begitu sampai rumah, hal pertama yg kulakukan adalah mengadu pada ibuku, menceritakan kejadian tersebut sembari menggerutu kenapa harus aku yg terpilih. Tapi bukannya berada di pihakku, ibuku malah mendukung teman-temanku, sambil berkata bahwa itu adalah hal yg hebat untuk kulakukan. Pusing, banyak ketakutan dalam diriku apalagi ini barulah awal.  Aku harus mengikuti beberapa babak penyisihan untuk sampai akhirnya terpilih menjadi perwakilan nanti. Bisa nggak ya…? Tapi aku kan gak bisa puisi… hal itu terus-menerus membuatku merasa semakin berat. Ya, ternyata Bu Guru akan membuat babak-babak audisi untuk memilih siapa yang nanti akan tampil mewakili kami semua.

Atas saran ibuku, aku akhirnya meminta bantuan kakakku yg mungkin lebih mengerti. Awalnya aku meminta kakakku untuk membuat puisi sementara aku tinggal membacanya, tapi dia menolak. Kakakku bilang ia hanya akan membantuku merapikan hasil puisiku, bukan membuatkannya. Aku sempat cemberut, ini sangat baru untukku karena sejujurnya aku tidak pernah membuat atau membaca puisi, aku takut hasilnya jelek, takut tidak bisa. Pokoknya, hanya ketakutan yg muncul di pikiranku. Saat itulah kakakku berkata, “Coba dulu aja, gak usah pikirin hasilnya. Bagus nggaknya gimana nanti, buat dulu aja. Kalau jelek kan bisa buat lagi sampai bagus…” katanya. Eng… ing… eng… itu kata-kata yg memotivasi aku!

Akhirnya meski dengan sedikit berat hati aku mencoba membuat puisi, puisi pertama hasil karyaku sendiri. Sangat berat pada awalnya, sampai aku hampir menyerah. Tidak sekali dua kali aku berpikir untuk menyerah dan memilih mengambil satu puisi random dari google, tapi lagi-lagi kakakku berkata, “Jangan dari google dong.. buat sendiri kan lebih kreatif…” katanya yg membuatku sedikit tergerak dan akhirnya menuruti. Meski sulit aku coba terus-menerus, berpikir dengan kapasitas otak yg seadanya karena ini adalah hal baru untukku, sedikit dibantu dengan saran-saran dari kakakku hingga akhirnya puisi pertamaku selesai! Kakakku membantu merapikannya sedikit, dan tadaaa… hasilnya tidak begitu buruk. Lagi-lagi kakakku menyemangatiku, “Bagus lho puisinya! Kamu memang sang juara!

Semangatku naik lagi. Aku berlatih malam itu juga begitu puisinya selesai, tentunya dibimbing kakakku yg sepertinya lebih mengerti soal perpuisian. Pertama kali membaca puisi, intonasi dan nada bacaku sangat berantakan, kakakku bilang setiap bait yg kubaca bernada sama sambil tertawa. Ketawanya itu gimana gitu. Meski perhatian dan suka membantu, tapi tetap ada usilnya, ada isengnya. Ya begitulah kakakku yg satu ini. Nggemesin tapi aku sayang banget sama kakakku ini!

Sudah kubilang bukan, aku itu tidak bisa baca puisi… tapi kakakku terus membantu, bagaimana nada yg seharusnya dipakai baris demi baris dan bagaimana intonasi suaraku setiap kalimatnya. Saat itu tidak mudah, beberapa kali aku lupa dan kembali pada nada asalku yg super berantakan. Tak jarang aku menyerah dan berkata, “Gak papalah, aku bisanya nada yg gitu!” Hampir aja aku putus asa, tapi kakakku terus berkata bahwa aku bisa dan pasti bisa! Hal itu menjadi penyemangat tersendiri bagiku dan pada akhirnya aku benar-benar bisa melakukannya. Yeay…

Meski awalnya aku tidak ingin mengikuti penyisihan ini tapi setelah beberapa hal yg kulalui aku malah termotivasi dan berpikir untuk menang, aku harus menang dan menjadi perwakilan itu! Ya itu harus aku!

Benar saja, dengan berlatih nada dan intonasiku semakin membaik setiap harinya, hingga tibalah hari dimana babak penyisihan diadakan. Aku dikumpulkan dengan beberapa orang kawanku yg ikut seleksi. Bu Guru mempersilakan satu per satu tampil membawakan puisi karya masing-masing. Lalu kami bergantian maju ke depan membacakan puisi. Setiap teman-temanku selesai membacakan puisi, hatiku makin berdebar kencang, karena itu tandanya sebentar lagi akulah yg harus maju. Ya Allah, akhirnya namaku dipanggil.  Degdegan banget. Tapi akhirnya aku ingat. Aku punya Allah. Ya, aku berdoa agar Allah tenangkan diriku. Aku ikhlas maju ke depan. Tak kupikirkan hasilnya. Sekarang yg penting, aku harus berani tampil dan membacakan puisiku dengan sebaik-baiknya. Ya Allah temani aku. Begitu batinku. Bismillah.

Akhirnya, tak sampai lama, Bu Guru pun kembali memanggil kami semua. Ternyata aku benar-benar lolos sebagai perwakilan angkatanku! Alhamdulillah ya Allah. Betapa senangnya diriku karena semua usahaku ternyata tidak sia-sia. Alhamdulillah.

Belum selesai sampai di situ, menang babak penyisihan tak membuatku besar kepala dan berhenti berlatih. Hari demi hari kulalui dengan berlatih bersama guru dan temanku, kemudian di rumah mengulangi latihan yg kudapat di sekolah.

Tibalah hari dimana aku benar-benar akan tampil di depan orang-orang banyak. Bukan lagi hanya teman sekolahku yg menyaksikan atau guru-guru atau keluargaku, tapi ini di depan banyak orang, orang-orang yg tak kukenal sama sekali. Memasuki aula serbaguna di Universitas Pendidikan Indonesia yg akan dipakai acara, aku dan beberapa temanku yg juga akan tampil bersiap pada posisi kami. Memang belum waktunya untukku maju dan tampil ke depan, tapi tiap detiknya pada saat itu sangat menyiksa. Aku gugup setengah mati! Tak jarang bulak-balik ke toilet saking gugupnya. Pikiranku pada saat itu adalah, aku takut… takut apa yg kubawakan malah mengecewakan, takut aku mengacaukan semuanya.

Kemudian aku teringat bagaimana perjuanganku dari yg benar-benar tak mengenal puisi sampai akhirnya aku berada di titik ini. Aku berusaha memejamkan mata, menghilangkan rasa takut, gugup, dan panik yg entah kenapa menjadi satu. Dalam hati berteriak, aku bisa! Aku bisa! Aku pasti bisa! Dengan izin dan pertolongan-Mu ya Allah aku pasti bisa!

Giliranku pun tiba. Sambil mengumpulkan keberanian meski pada kenyataannya aku sangat gugup setengah mati, aku naik ke atas panggung. Mencoba menghilangkan rasa takut tersebut dan mulai membaca bait demi bait puisi karyaku dengan penuh keberanian. Ya, aku harus berani. Tak melupakan semua latihan yg kupelajari sebelumnya.

Tepuk tangan riuh bersautan begitu aku selesai membaca puisi tersebut. Begitu turun dari panggung, teman dan guruku menyelamatiku, berkata bahwa aku terlihat keren di atas sana. Saat itulah kepercayaan diriku muncul, bahwa semua usahaku selama ini tidaklah sia-sia dan bahwa usaha tak pernah mengkhianati proses. Aku adalah buktinya.

Untuk menjadi pemimpin yg hebat keberanian dibutuhkan. Dan musuh terbesar yg harus dilawan agar menjadi pemimpin yg hebat adalah ego kita sendiri. Inilah kenapa kita harus belajar dan terus belajar, agar kita siap menjadi pemimpin di masa depan. Ayo teman-teman para juara, kita harus terus belajar hingga siap menjadi pemimpin umat.

Surat ini aku akhiri dengan puisi yg aku buat dan bacakan di atas panggung aula serbaguna UPI. Dibacakan di depan Dosen dan mahasiswa UPI serta Guru dan teman-temanku. Penampilan yg membuat aku makin percaya diri dan yakin, kalau aku dan semua teman-temanku memang para juara yg nantinya disiapkan menjadi pemimpin di masa depan.

“Sang Juara”
Karya: Fairuzzaina

Pagiku dimulai..

Kupasang wajah berseri..

Tersenyum seakan hari esok..

Sudah siap menyambut perjalananku.

Ini baru permulaan..

Di depan,  rintangan menunggumu..

Walau tak yakin,  tekadku sudah bulat..

Suatu hari nanti,

Juara bukanlah angan-angan.

Gagal?

Aku tidak takut..

Kedua kakiku mampu untuk bangkit kembali lagi..

Putus asa?

Jangan bercanda!

Tak ada waktu untuk itu….!

Jantungku berdetak memburu..

Suaranya terdengar bagai alunan penyemangat..

Langkah kakiku semakin mantap..

Menggebu membakar semangatku.

Aku bisa!

Kata-kata itu bagai sihir..

Menyetel otakku,  bagaikan motivasi..

Kukepalkan tanganku,  sampai buku jarinya memutih..

Lihat,  sebentar lagi juara itu milikku.

==========

Terimah kasih Ayah Ibuku

Terima kasih Guru-guruku,

Terima kasih teman-temanku,

Ya Allah, aku kangen banget sekolahku.

 

Pesan Cinta dari Allah Swt :

  1. Kita mesti paham bagaimana sikap dan respon timbal balik dari Anandas agar pendidikan di sekolah dan di rumah bisa serasi sejalan satu frekuensi.