REPORTASE KHAS
LKMA 2018 ‘ADVANCE TO NEW ZEALAND’
Ahad-Senin, 4-12 November 2018

Day 2
Selasa, 6 November 2018

Second Day in New Zealand!

Jarum jam terus berdetak tanpa henti, layaknya bus kami yang terus melaju tanpa kenal lelah. Waktu sudah menunjukkan pukul 7.20 pagi, padahal seharusnya sekitar pukul lima sudah tiba di Wellington. Namun, qodarullah, semua pasti ada hikmahnya. Kami dapat menyaksikan pemandangan di sepanjang jalan. Biri-biri, kereta api, laut, serta hamparan rerumputan hijau cukup menyejukkan mata. Masyaa Allah…. Begitu indahnya segala ciptaan Engkau, ya Rabb. Jadi ingin tinggal di sini rasanya (eh, keluarga dan sekolah masih menunggu kami kembali. Hehehe…)

Setelah melewati perjalanan yang cukup jauh, kami pun sampai di Masjid Kilbirnie. Ustadz Abdurrahman, salah satu Imam Masjid langsung yg menyambut kami. Ahamdulillah… Waktunya melepas penat sejenak serta bersih diri. Di masjid ini, kami tak hanya diberikan tempat untuk bersih diri, kami bahkan dipersilakan untuk bermalam di sini sekaligus menggunakan dapur, listrik, dan ruang kelas yang tersedia. Ukhuwah Islamiyyah yang terasa begitu kental membuat kami harus lebih sering mengucap syukur atas segala kemudahan yang Allah berikan. Ukhuwah yang membawa berkah. Alhamdulillah wa syukurillah…

Sudah cukup membersihkan diri, kini kami bersiap mengunjungi Museum of New Zealand Te Papa Tongarewa. Dalam setiap perjalanan, tak layak rasanya bila tak ada pemimpin yang bertanggung jawab atas rombongan. Kali ini kami akan dipimpin oleh dua sosok CoD, yaitu Ariefta Vera Utami dan M. Fairuz Fernanda. Nah, sepertinya pasukan sudah siap berangkat. Let’s go touchdown!

Di museum yg besar ini, kami fokus pada sejarah masa lalu negeri ini dan melihat salah satu teknologi unggulannya. Kami mendapatkan banyak pengetahuan yang tak terduga mengenai kisah perang Turki Utsmani yang melibatkan New Zealand yang juga di dalamnya ikut terlibat Mustafa kemal AtTaturk. Perang Galipoli namanya. Cerita detail, serta gambaran pakaian, miniatur makanan, pelaku sejarah serta perawat pada zaman perang dunia itu yang sangat mirip dengan aslinya menjadi pemandangan langka bagi kami. Sungguh tampak nyata, seolah benar-benar dibawa menuju zaman itu. Kami mendapat setidaknya dua perspektif. Pertama, bahwa ini adalah bagian dari proses kehormatan dan nilai-nilai kejuangan rakyat New Zealand. Namun kedua, perspektif kritis, bahwa ini ini adalah upaya pemanfaatan rakyat New Zealand oleh Inggris guna menghadapi Turki Utsmani. Kok bisa? Karena New Zealand menjadi koloni Inggris! Sungguh sebuah pembelajaran sejarah yg menarik buat kami.

Kami juga berkesempatan melihat teknologi anti gempa yg dipakai di gedung museum ini. Sebuah bantalan karet yg ligat dan mampu menahan beban bangunan namun juga mampu meredam gempa. Oh ternyata, New Zealand juga termasuk rawan gempa. Belakangan, kami juga jadi tahu mengapa banyak bangunan di sini dibatasi ketinggiannya, bahkan rumah-rumah warga banyak dibuat dari bahan kayu papan. Rupanya ini juga jawaban atas problem yg mereka hadapi.

Jumlah kami yg besar membuat kunjungan ke dalam museum harus dibagi dalam 2 kelompok besar, ikhwan dan akhwat. Lorong museum yg didesain tidak besar membuat antrian panjang dari kami. Nah, alhamdulillah ketika sedang menunggu kelompok ikhwan, kelompok akhwat diberi sedikit waktu untuk membeli cinderamata di spot merchandise yang ada di bagian depan. Ternyata itu adalah bagian pembelajaran bagi kami untuk bisa terus fokus, speed and responsive, dan mengendalikan diri. Mengapa? Karena kami yang jumlahnya besar ini hanya diberi waktu sekira 15 menit saja. Belum lagi harganya yg memang tidak murah buat ukuran kantong kami! 😅

Memang, tak ada waktu tanpa belajar! Kami pun kembali berbaris dengan rapi jali dan bersiap untuk berangkat menuju KBRI, rumah kami di Wellington.

Ohya, di New Zealand, ada aturan batas maksimal seorang supir berkendara. Karena aturan tersebut, setelah perjalanan panjang kami, sang supir harus beristirahat. Oleh karena itu bis tidak bisa mengantar kami, sehingga kami pun memutuskan untuk jalan kaki saja by sikil (hehehe), sekalian nostalgia LDK 2. Delegasi yang tak kenal menyerah pun tetap semangat berjalan kaki menempuh jalanan Wellington yang menanjak dan berkelok-kelok. Beberapa kali kami mesti berhenti karena barisan yg terpisah akibat lampu merah dan tanjakan yg cukup tajam… Begitulah. Jalan yang dilalui dinamis horizontal-vertikal. Naik, turun serta jalan zig-zag semua kami “sikat”. Selama kurang lebih 3 kilometer perjalanan, kami melewati berbagai macam tempat, membuat kami semakin dapat mengeksplor kota ini.

Akhirnya sampai juga di rumah kami di sini, KBRI wellington. Alhamdulillah.. Meski sampai pukul 1 (sedangkan pertemuan pukul 3), pihak KBRI tetap menerima kami dengan hangat dan langsung meminta kami masuk ke dalam gedung, yang memang lebih hangat dr di luar.. Hehe
Kami pun duduk lesehan di ruang tengah KBRI, ruang Bali namanya. Ya, ruangan ini sangat bernuansa Bali.

Saat menunggu kehadiran bapak kami, Duta Besar RI di NZ, salah satu staf Pensosbud dari pihak KBRI, Pak Budi, mengambil alih acara untuk sementara. Beliau mengajukan berbagai pertanyaan yang mengibur agar suasana menjadi lebih santai. Usut punya usut ternyata Beliau ini juga Master Pelatih Angklung KBRI. KBRI juga ternyata sudah mengoleksi 200 buah angklung. Wah!

Tibalah sosok yang sedari tadi kami tunggu. Dengan senyumnya yg khas, Pak Dubes menyapa kami semua. Acara segera dibuka oleh Tari Saman, dilanjutkan sambutan dari Pak Imam, pimpinan delegasi LKMA 2018 untuk menyampaikan sepatah kata pembuka.

Pak Tantowi Yahya maju memberi sambutan di hadapan kami. Beliau memulainya dengan mengajukan kuis berhadiah. Mulai dari pertanyaan tentang track record beliau, hingga pertanyaan tentang jumlah biri-biri yang jauh lebih banyak dari populasi manusia di NZ. Sebagai apresiasi, beliau memberikan album CD-nya kepada 3 orang dari kami yang bisa menjawabnya. Ketiganya adalah Teuku Radja, Ridho Dahnan, dan Nabilah Nur.
Dalam sambutannya, beliau menyatakan kebahagiaannya menerima kami dan mendoakan kami semua agar benar-benar bisa menjadi pemimpin masa depan yg membawa Indonesia lebih baik. Beliau sangat mengapresiasi proses perjuangan kami hingga dapat kemari. Sesuatu yg tidak mudah dan tidak banyak siswa yg seberuntung kami mendapatkan program seperti ini. Kami pun makin semangat dibuatnya. Masya Allah. Alhamdulillah.

Tanpa menunggu lama, acara berlanjut dengan presentasi dari kami. Presentasi ditampilkan oleh 3 presentator yang mantap, yaitu Faiz Ismail, Syifa TP, dan Abiy M Alfarezy.

Ada kejadian menarik saat presentasi berlangsung. Pak Kar, salah satu pembina kami ditepuk-tepuk pundaknya oleh Bp Kolonel Ridha Hermawan, Atase Pertahanan yg berkali-kali menyatakan apresiasinya atas tampilan presentasi dan budaya kami. Beliau sangat ingin mengunjungi sekolah kami, rupanya Beliau sangat konsen dengan pendidikan. Masya Allah.

Selepas presentasi, ada penyerahan cinderamata. Kami juga meminta izin untuk menayangkan video LKMA kakak kelas kami, Exploring Turkiye. Pihak KBRI sangat terpukau dan berkali-kali menunjukkan ekspresi kagum atas generasi penerus mereka ini.

Setelah selesai acara, kami menyantap jamuan yang ternyata disediakan oleh KBRI. Alhamdulillah… Lumayan untuk mengisi perut.

Bis yang kosong kini kembali penuh. Kami siap kembali ke Madjid Kilbirnie. Bis melaju lagi, mengarungi jalanan Kota Wellington. Sesampainya di masjid, kami segera menjamak shalat dzuhur dan ashar. Ohya, saat ini siang di New Zealand lebih panjang dari biasanya. Magrib pukul 20.00. Menjadikan waktu sholat ashar lebih panjang.

Selepas itu, sang CoD mengarahkan agar kami berkumpul untuk mengikuti evaluasi. Forum evaluasi berjalan lancar, tetap serius meski santai. Para pembina juga memberikan apresiasi yang luar biasa serta tak lupa beberapa hal yang harus kami perbaiki. Sesi evaluasi atau muhasabah ditutup dengan pantun khas Pak Ahdati. Para pembina memang selalu punya cara untuk mencairkan suasana…

Kami memang diberi target capaian selama LKMA berlangsung. Kami juga harus ikhlas dan mau dievaluasi baik oleh pembina maupun secara mandiri oleh kami sendiri. Evaluasi dan solusi sudah menjadi habit keseharian kami. Alhamdulillah.

Forum evaluasi mengakhiri kegiatan kami hari ini. Kami bisa mandi dan berisitirahat cukup panjang agar esok hari fit kembali dan siap untuk menjalani tantangan berikutnya. Kami dapat tidur di ruang lain, namun kami dipersilakan untuk tidur di ruang sholat agar lebih hangat dengan karpet tebal di sana. Meskipun baru bisa masuk ke dalam ruang sholat untuk tidur pada pukul 10 malam dan harus bangun lebih pagi, no problemo, tetap bersyukur telah diberikan tempat menginap senyaman ini.

Subhanallah… Wal hamdulillah… Mahasuci Engkau dan Maha Terpuji dari semua makhluk-Mu.

Kami sadar… ini bumi-Mu. Wellington, New Zealand, ini milik-Mu. Apapun bisa terjadi seandainya Engkau menghendakinya. Seperti keberadaan kami di sini, semua atas izin dan pertolongan-Mu. Maka, rasa syukur kepada-Mu tak luput kami panjatkan Ya Rabb. Hari yang panjang ini kami tutup dengan nama-Mu. Semoga esok hari kami bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Insyaa Allah.

Reported by Nabilah Nur, Farrukhnas Nauli