DARI TUGAS, MENJADI KEBIASAAN BAIK
Penulis: Raissa Adiva Zahra (Kelas 9F)
Dingin saat pagi hari di kota yang bisa juga disebut kota hujan itu sudah biasa. Namun aktivitas di rumahku sudah berjalan sejak subuh. Hari ini hari libur. Aku dan adikku sedang berpikir ingin melakukan apa. Sesuatu yang tidak berantakan. Karena kami baru saja membereskan kamar. Tapi juga bermanfaat.
“Kak. Kita bikin meja yuk. Pake botol sama triplek. Kan ada di belakang dekat gudang. Biar kalo kita mau nulis atau mau dipake BDR ga rebutan meja.” Tiba-tiba adikku mendapat ide. Ide yang sangat bagus. Karena memang hanya ada 1 meja belajar di kamar kami, kami sering rebutan. Dan akhirnya ada yang mengalah belajar di lantai. Jangan ditiru ya kawan ….
Baiklah. Kami mulai mengambil triplek dan kemudian membuat gambar lingkaran menggunakan jangka buatan untuk bentuk mejanya. Dan memotongnya dengan bantuan dari ayah. Kemudian kami mencari botol bekas untuk kaki meja.
“Ketemu dua!”_ Aku berkata pada adikku.
“Aku juga nemu satu.” timpal adikku.
“Tapi botolnya diisi pake apa ya? Biar agak berat…” pikirku.
“Batu.”Adikku menjawab dengan polosnya. Mungkin karena sekarang sudah hampir waktu makan siang. Pikiran tak sejernih tadi pagi.
“Hah? Batu? Yang lain apa gitu?” Aku tak setuju.
Karena lapar, kami memutuskan untuk shalat dzuhur dan makan siang. Tetapi setelah makan siang kami lupa harus melakukan kegiatan lain. Yaitu murajaah, menuntaskan tugas yang belum, dan menyiapkan hal-hal untuk kegiatan BDR besok. Akhirnya kami memutuskan melanjutkan pembuatan meja minggu depan.
Siang itu, Aku sedang duduk di posisi favorit ku. Yaitu bersandar pada tembok di kasur yang empuk, di sebelah jendela. Aku sedang mencari beberapa referensi untuk menyelesaikan tugas sekolah di masa pandemi ini. Tugas dari Pak Fajar, guru Bahasa Indonesia. Membuat teks tanggapan kritis. Aku masih bingung ingin membuat teks tanggapan kritis tentang apa.
Aku menemukan sebuah referensi yang sangat menarik. Tentang lingkungan kita. Apa kalian pernah berpikir, berapa banyak sampah yang kita hasilkan setiap harinya? Ber ton-ton kah? Ternyata Indonesia menjadi penyumbang sampah terbesar kedua sedunia.
Setelah menyelesaikan tugas, aku mulai berpikir untuk melakukan zero waste atau nol sampah. Ya …. Aku memulainya dengan memilah-milah sampah. Kemudian aku teringat sesuatu. Kaki mejanya menggunakan ecobrick saja! Aku mulai mengumpulkan sampah yang bisa dibuat menjadi ecobrick. Ternyata prosesnya cukup lama. Tapi tak apa. Ini menyenangkan.
“Kakak ngapain sih? Motong-motong sampah?” tanya adikku.
“Buat dibikin ecobrick.” Jawabku singkat.
“Ecobrick apaan lagi?” tanya adikku yang selalu ingin tahu itu.
Aku tersenyum, kemudian menjelaskan pada adikku. “Jadi, sampah-sampah plastik bekas kita makan camilan atau yang lain dibersihin, terus di gunting kecil-kecil. Habis itu di masukin ke botol plastik bekas. Tapi guntingnya jangan kecil banget ya. Biar gak susah madetin nya di botol. Nanti kalo botolnya udah padet dan penuh, bisa di bikin jadi barang-barang kayak kursi dan meja, atau bisa juga di sumbangin ke bank sampah yang menerima. Nah kaka bikin ini buat kaki meja kita.”
“Waaaa kayaknya seru! Aku ikutan ya kak. Emangnya sampah apa aja kak yang bisa dibuat jadi ecobrick?”
“Hmmm Ada kemasan plastik, plastik kaca, kantong plastik, sedotan, sterofoam juga bisa. Nanti kalo nemu sampah-sampah tadi, kasih tau ya?”
“Oke kak.”
Oh iya. Kawan, memilah-milah sampah seperti ini juga bagian dari wujud syukur kita atas siklus hidup yang Allah berikan. Mulailah dari diri sendiri, dari keluarga sendiri.
Berjam-jam kemudian, berhari-hari kemudian, berminggu-minggu kemudian. Akhirnya Kami berhasil membuat satu ecobridge. Ya…. baru satu. Suatu sore, aku dan adikku membuat ecobrick yang kedua. Kemudian adikku melontarkan pertanyaan dari mulutnya.
“Kak. Kan kalo sampah plastik di buat ecobrick. Terus kalo sampah yang organik gimana?”
“Pertanyaan bagus. Nah…. Kalo sampah basah alias sampah organik, kita bikin kompos. Yuk kita keluar.”
“Caranya yang pertama, masukan daun-daun kering ke dalam pot buat dasarnya, nah terus kita kasih tanah, lalu pupuk kandang. Habis itu kita masukin sampahnya. Ni ada kulit pisang. Kita potong-potong dulu biar ga terlalu besar. Nah, terus kita kubur kulit pisangnya, kemudian yang terakhir kita siram deh pake air bekas cucian beras. Biar lembab aja. Jangan terlalu banyak. Jadi deeeh komposnya. Tinggal di tunggu dua sampai tiga hari, setelah itu bisa kita pakai buat menanam. Atau bisa juga dimasukan sampah lagi.”
“Waaa keren banget kak!” Ia begitu antusias. “Nanti aku mau nanem sayuran. Bayem gampang kan?”
“Iya. Gampang banget. Jadi nanti kita makan sayur hasil panen sendiri deh.” jawabku.
Setelah sekitar dua bulan mengumpulkan sampah untuk dibuat ecobrick, akhirnya meja kami selesai juga. Meja itu bisa di lepas pasang. Jadi tidak memakan banyak tempat untuk meyimpannya. Dan karena menggunakan ecobrick, botolnya kuat.
Selama di rumah siapa ni yang sukanya makan terus? Nah, kita bisa mengolah sampah itu dengan membuat kerajinan yang bermanfaat. Kita tidak mau bumi ini tercemar oleh sampah kita sendiri bukan? Semangat selamatkan bumi kita!
“Dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menambahkan kebersihan, Dia Maha Mulia yang menambahkan kemuliaan, Dia Maha Indah yang menambahkan keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu. “ (HR. Tirmizi).
#SMPITInsantama
#SekolahCalonPemimpin