Reportase Khas Harian LKMM Bedah Desa
3R;Roadmap to leaders, Return of dreams, and Refresh the Souls. Bagian 2
“..ibarat pohon yang tumbang, namun akarnya terus menjelajah tanah.”, pak Ahdiat
“Terus terang saya kaget, ini adalah pengalaman yang luar biasa. Jujur, hal seperti ini biasanya dilakukan oleh mahasiswa S-1, namun adik-adik semua mampu melakukannya meski masih di jenjang SMP. Jujur, hasil penelitian adik-adik 90% benar, karena memang demikianlah keadaan desa kami. Terima kasih atas masukan yang adik-adik berikan kepada kami, semoga memberikan kontribusi bagi kemajuan desa ini di masa yang akan datang. Terima kasih juga kepada para pembina dari SMPIT Insantama yang telah menjadikan para muridnya luar biasa seperti ini”
Demikianlah komentar singkat dari bapak Agus Supendi, selaku Bendahara Desa Sukajaya yang mewakili bapak Kepala Desa yang tidak bisa hadir dalam upacara penutupan LKMM Bedah Desa SMPIT Insantama. Beliau kagum sekaligus terharu ketika menyimak dengan seksama pemaparan hasil penelitian SWOT terkait desa Sukajaya yang disampaikan oleh peserta LKMM.
Semua itu dimulai pada Rabu pagi (12/9) yang merupakan puncak kegiatan LKMM Bedah Desa. Para siswa telah bersiap-siap, mereka telah membagi tim, menyiapkan pertanyaan, menyiapkan perbekalan, serta tak lupa menguatkan mental. Dan dimulailah observasi dengan melakukan wawancara mendalam terhadap warga desa Sukajaya. Pria, wanita, tua, muda, para wiraswasta, petani, pedagang, sopir angkot, ibu rumah tangga, hingga birokrat desa menjadi target wawancara yang bertujuan untuk mengungkap “seperti apa sebenarnya desa Sukajaya”.
Para siswa bergerilya dari pintu ke pintu, tak mempedulikan panas dan debu karena kondisi kemarau yang sekian bulan ini tak jua beranjak dari kaki Halimun-Salak. Mereka tak jarang dengan sabar mengikuti kemana pun kaki responden melangkah. Ada pula yang mengasyikkan, yaitu ketika mewawancarai pedagang khususnya pedagang jajanan. Maka wawancara bisa dilakukan sambil mengudap gorengan atau cimol atau aneka cemilan. Namun ada pula yang mengharukan, karena para peserta LKMM sangat dirindukan. Kisahnya berawal dari tahun sebelumnya ketika sebuah kelompok melakukan wawancara di sebuah Madrasah Ibtidaiyah, sambil melakukan wawancara mereka diberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan para siswa. Satu dua wejangan motivasi rupanya cukup membekas di hati. Maka para siswa MI tersebut merindu, kapan bisa berjumpa lagi dengan kakak yang dahulu memberikan motivasi di kelas mereka. Dan rindu itu terobati setahun berikutnya. Peserta LKMM juga mendapatkan pengalaman berharga, menjadi guru di usia belia, merasakan pengalaman yang sama dengan guru-guru mereka di sekolah, meski singkat tapi pasti membekas di hati selamanya.
Dan observasi berakhir bersamaan dengan terdengarnya adzan dhuhur. Maka tantangan berikutnya menanti, yaitu mendialektikakan hasil observasi mereka dalam bentuk peta pikiran menggunakan analisis SWOT. Fase ini lebih melelahkan dibandingkan harus berkeliling kampung, berpanas ria melakukan observasi. Terbukti waktu lima jam berlalu tanpa terasa. Tiba-tiba adzan maghrib telah berkumandang dan seluruh peserta melakukan bersih diri secepatnya lalu melakukan sholat maghrib berjamaah tersebut makan malam. Pasti makan malam tersebut terasa kurang mengenakkan karena hati mereka tengah diamuk badai. Ba’da Isya mereka harus tampil menyajikan hasil observasinya di hadapan ust. Karebet serta para panelis.
Satu persatu para peserta mempresentasikan hasil observasi mereka. Mereka juga harus menjawab berbagai pertanyaan dari para panelis yang terdiri dari para guru dan kakak-kakak alumni SIT Insantama yang sebagian besar berstatus mahasiswa. Berbagai pertanyaan, kritikan, juga masukan diterima oleh peserta. Tidak jarang pertanyaan ala sidang skripsi mampir di hadapan mereka. Bukan maksud untuk mempersulit tapi program ini bertujuan untuk mendewasakan mereka.
Setelah mengalami proses yang sungguh sangat “berdarah-darah”, akhirnya di malam itu terpilihlah dua kelompok terbaik (1 ikhwan dan 1 akhwat) yang akan menyampaikan hasil penelitiannya di hadapan aparat dan warga desa.
Dan waktu pun melesat dengan cepat. Setelah ramah tamah dan pemberian berbagai hadiah bagi peserta dan kelompok terbaik, para peserta harus kembali ke Bogor, kembali untuk menuntut ilmu di SMPIT Insantama. Selama perjalanan pulang, penulis menyaksikan anak-anak seusia para peserta, namun tidak memiliki kesempatan yang sama dengan para siswa yang tiga hari sebelumnya digembleng untuk menjadi calon pemimpin masa depan. Krisis kepemimpinan mungkin tengah melanda dunia Islam bak kemarau panjang tahun ini. Namun seperti kata pak Ahdiat, guru bahasa Sunda sekaligus salah satu pembina dalam kegiatan LKMM di ambang sore itu, “…ibarat pohon yang tumbang, namun akarnya terus menjelajah tanah.”. Ya, akar itu terus menjelajah, menunggu bersemi, hingga menjelma pohon raksasa yang menggapai angkasa. 212 (tamat)