Upacara Hari Kemerdekaan RI di Insantama: Tafakkur Mengiringi Rasa Syukur atas Kemerdekaan

-

Upacara Hari Kemerdekaan RI di Insantama: Tafakkur Mengiringi Rasa Syukur atas Kemerdekaan

Penulis: Irfah Zaidah

“Kemerdekaan hakiki dalam pandangan Islam, baik seseorang maupun masyarakat, dikatakan merdeka ketika ia bisa sepenuhnya tunduk kepada perintah serta larangan Allah Swt. Serta mampu melepaskan diri dari belenggu sistem yang bertentangan dengan tauhid dan sekaligus menegakkan Islam”.
(M. Ismail Yusanto, Ketua Yayasan Insantama Cendekia).

Upacara hari Senin 17 Agustus 2022 dihelat oleh Yayasan Insantama Cendekia (YIC), bertempat di Plaza Insantama. Upacara ini dihadiri oleh bapak-bapak Yayasan, ibu-ibu RnD beserta jajaran manajemen dari unit-unit yang bernaung di bawah YIC beserta para guru SDIT Insantama, SMPIT Insantama, SMAIT Insantama dan dari unit lainnya.

Ustadz Ismail -demikian panggilan akrab ketua YIC- bertindak sebagai pembina upacara. Alhamdulillah, bisa hadir di tengah para peserta upacara. Semesta pun mendukung, cuaca hangat terasa. Sinar mentari pagi cerah cahayanya, namun tak menyengat. Sungguh nikmat terasa, semua ini bi’idznillah.

Momen yang monumental, sudah selayaknya kita jadikan sebagai bahan renungan bersama. Bahwa dalam Islam, merdeka itu tak sembarang merdeka. Akan tetapi kemerdekaan itu memiliki misi. Misi kemerdekaan menurut Islam sebagaimana yang diungkap dalam firman Allah Swt:

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al Baqarah: 257).

‘Minadz dzulumaati ilannuur’ mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.

Tak dapat dipungkiri, tercatat dalam sejarah, misi ini direalisasikan oleh umat Islam saat menguasai Eropa, seperti Spanyol dan wilayah Eropa lainnya. Negeri-negeri tersebut, dari kusam menjadi bercahaya hingga mampu berada pada puncak kemajuan gemilang pada zamannya.

Karen Armstrong seorang penulis dunia menyatakan, bahkan Yahudi di Andalusia pun mengalami masa keemasannya di bawah naungan Islam.

Fakta sebaliknya terjadi saat kolonialisme Barat menyerang dan menjajah negeri-negeri muslim. Yang ada, mereka memorak-poranda, mengeksploitasi, menyebarkan kejahiliyahan sehingga benar-benar menyengsarakan negeri-negeri kaum muslimin.

Penjajahan tak selalu bersifat fisik, ada yang lebih berbahaya yaitu penjajahan non fisik. Bila diperhatikan penjajahan Barat masih terjadi di negeri-negeri kaum muslimin hingga kini; Penjajahan ekonomi terjadi melalui jerat utang ribawi, Barat menjalankan ini semua melalui institusi-institusi yang dibentuknya seperti World Bank, IMF, demikian pula di bidang budaya, hukum dan lain-lain.

“Meskipun secara fisik Indonesia telah merdeka, namun secara non fisik Indonesia masih terjajah, misal politik, ekonominya …” urai Ustadz Ismail.

“Teknologi dan informasi bak pisau bermata dua, satu sisi menguntungkan sebagai sumber informasi, berbagai peristiwa dengan cepat diketahui namun di sisi lain terjadi gelombang arus budaya barat atau westernisasi begitu deras menggerus negeri-negeri muslim” rinci beliau lagi.

“Kita bangga terbebas dari penjajahan Belanda, namun masih menggunakan undang-undang buatan Belanda. Itu berarti secara tidak langsung, kita menyelesaikan berbagai masalah di negeri mayoritas muslim ini dengan cara-cara penjajah”, tegas Ustadz Ismail menghentak kesadaran semua yang hadir pada upacara tersebut.

Ustadz Ismail menyadarkan semua yang hadir bahwa tak dapat dipungkiri penjajahan masih bercokol di negeri ini dalam wujud yang berbeda, dari fisik ke non fisik.

Waktu pun terus berjalan,
semua peserta upacara tetap menyimak dengan fokus uraian penjelasan pembina upacara. Upacara terlihat tertib dan nuansa heroik pun kental terasa, tegapnya para petugas upacara, suara lantang mereka saat memberi aba-aba, derap kaki-kaki mereka melangkah saat berkiprah bak militer. Semua menerapkan kedisiplinan tata cara upacara, baik petugas maupun peserta.

Ustadz Ismail melanjutkan paparan:
“Menjadi kewajiban kita semua untuk bertafakkur mengiringi rasa syukur atas kemerdekaan yang telah dicapai ini dengan melihat realitas yang telah dicapai di segala bidang ‘Sudahkah segala realitas yang dicapai di segala bidang itu tegak di atas prinsip tauhid ?’ ‘Sudahkah kita mencapai kemerdekaan hakiki ?”. Tanya Ustadz Ismail, semua yang hadir pun merenung.

“Upacara hari kemerdekaan RI kali ini bertepatan pada bulan Muharram, oleh karena itu spirit hijrah harus menginspirasi dan mendorong umat Islam menjadi lebih peduli dan berjuang untuk mewujudkan kemerdekaan hakiki” pungkas Ustadz Ismail.[]