“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.” Kalimat itu meluncur dari sang pemandu Museum Peta, mengawali penjelasan yang beliau sampaikan kepada para siswa kelas 5 SDIT Insantama yang mengadakan kegiatan kunjungan pembelajaran. Kegiatan yang dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 5 Februari 2020 itu, menyambangi Museum Peta (Pembela Tanah Air) sebagai destinasi awal, dengan didampingi para guru dan perwakilan Fosis. Museum yang beralamat di Jl. Jendral Sudirman No. 35 Pabaton, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor itu hari ini terlihat ramai. Ternyata selain SDIT Insantama, ada beberapa rombongan dari sekolah lain yang juga mengadakan kunjungan serupa.
Para siswa mendapatkan arahan penjelasan melalui diorama-diorama yang disusun secara sistematis berdasarkan urutan peristiwa, terbagi dalam dua ruang, yaitu Ruang Supriyadi dan Ruang Sudirman. Total terdapat 14 diorama, 6 diorama di Ruang Supriyadi dan 8 sisanya terdapat di Ruang Sudirman. Secara gamblang diorama-diorama itu menceritakan adegan sejarah perjalanan PETA dan kontribusinya dalam pergerakan kebangsaan Indonesia dalam mencapai kemerdekaan. Selain itu, diorama-diorama yang ada juga menceritakan peristiwa-peristiwa sejarah bangsa dalam rentang waktu 1943 – 1945.
Di Ruang Supriyadi, di awali diorama pertama, mengisahkan kesepakatan tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk mengupayakan berdirinya Tentara PETA (1943). Disusul dengan diorama ke-2 yang menceritakan kegiatan latihan di pusat pendidikan perwira PETA di Bogor (1943). Diorama ke-3 bertutur tentang pembentukan batalyon-batalyon PETA di daerah Jawa, Madura, dan Bali (1943) hingga diorama ke-6 menceritakan tentang peristiwa tanggal 16 Agustus 1945 di Kompi PETA Rengasdengklok, sebagai persiapan pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa berlanjut ke diorama-diorama di Ruang Sudirman. Diawali dengan pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta (diorama ke-7), berlanjut ke diorama berikutnýa yang mengisahkan pembentukan Badan Keamanan Rakyat sebagai cikal bakal TNI pada tanggal 22 Agustus 1945. Berlanjut pada diorama-diorama berikutnya hingga akhir diorama, yaitu diorama ke-14 yang memberikan deskripsi berkaitan dengan pemilihan panglima besar Tentara Keamanan Rakyat (tanggal 12 November 1945).
“Wow… mantap sekali senjatanya. Sayang kita gak bisa memegangnya.” Rasa takjub itu keluar dari bibir ananda Muhammad Nizar Rayyan Arfata, siswa kelas 5C, setelah melihat deretan persenjataan perang yang tersusun rapi, berjajar berdasarkan jenisnya. Menurut penjelasan pemandu, senjata-senjata tersebut adalah asli, yang dulu pernah digunakan berperang oleh para pejuang. Terdapat berbagai jenis senjata perang hasil koleksi Museum Peta tersebut, diantaranya ada pistol, senapan serbu, senjata mesin berat, senjata mesin ringan, senjata laras panjang, bayonet, dan pedang samurai katana. Senjata terakhir ini merupakan ikonik di museum yang dibangun pada tahun 1745 ini. Pedang tersebut adalah asli milik perwira tinggi Peta.
Para siswa juga bisa melihat secara langsung meriam dan dua buah tank baja asli yang ditempatkan di sisi luar bangunan museum. Bahkan para siswa diperkenankan menaiki tank-tank tersebut, mencoba merasakan bagaimana berada di dalam tank. Sebuah pengalaman berharga yang akan terbawa terus hingga dewasa nanti.
Puas menikmati berbagai koleksi Museum Peta dan mendapatkan ilmu pengetahuan tentang semangat dan keikhlasan para pejuang dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, rombongan segera meninggalkan Museum Peta menuju destinasi ke-2, pabrik yogurt…(@@@)