Sasaran yang Bikin Penasaran
Penulis: Eko Agung Cahyono
“Tenang… tenang tetap focus! Itu kenapa tekniknya jadi berantakan gitu…”, seru Coach Tri kepada para archer yang sedang gemas.
Hari itu adalah latihan terakhir bagi para siswa anggota Klub Panahan Insantama (Panatama) sebelum memasuki masa liburan akhir tahun ajaran. Sepekan sebelumnya Bu Tia, penanggung jawab ekstrakurikuler panahan SMAIT Insantama, mengumumkan kepada mereka bahwa Ahad, 19 Juni 2022 adalah latihan akhir sekaligus Turnamen Internal Klub Panatama.
Kata turnamen inilah yang membuat para archer merasa tertantang untuk bertanding, menguji skill mereka dan bersemangat hadir di hari itu. Tak hanya golongan ‘srikandi’ yang siap bertanding, barisan ‘srikanda’ pun tak kalah semangatnya.
Namun sebagaimana standar perlombaan panahan, nomor perlombaan putri dan putra terpisah.
Ahad pagi nan sejuk, tak lama ketika sang mentari kembali menyapa bumi setelah absen beberapa hari, merangsang sang kutilang untuk keluar dari peraduannya. Mencari ujung ranting tertinggi, memecah sunyi dengan kicauannya untuk melengkapi indahnya pagi.
Melintas di bawah tajuk, barisan remaja putri berompi berjalan penuh semangat dengan busur di tangan kanan dan anak panah di tangan kiri. Mereka bergegas menuju Gedung Olah Raga (GOR) Ukhuwah, dimana siswa Insantama biasa berlatih.
Hanya ada dua bagian kompetisi dalam turnamen ini, yaitu Real Competition dan Challenge Competition. Bedanya adalah pada bentuk sasaran. Sasaran pada bagian pertama berupa face target berdiameter 40 cm dengan 6 cincin. Nilai sepuluh bagi anak panah yang jatuh pada bagian tengah lingkaran (kuning), dan nilai lima pada diameter terluar lingkaran yang berwarna biru. Dan para archer sudah terbiasa dengan bentuk sasaran ini.
Sebelum turnamen dimulai, Coach Tri, Ketua Klub Panatama sekaligus sebagai pelatih, memberikan pengarahan kepada peserta tentang aturan dan teknis turnamen di setiap sesi. Tak lupa, mengajak para peserta untuk berdoa sebelum turnamen dimulai dan mengingatkan bahwa aktivitas memanah ini adalah semata menjalankan sunah Nabi SAW.
“Akan dibukakan kepada kalian beberapa negeri, dan Allah akan mencukupkan kalian, oleh karena itu, janganlah salah seorang di antara kalian tidak bisa memainkan anak panahnya.”
(HR. Muslim)
Ia tidak sendirian, dengan dibantu Coach Agung (CA) dan Coach Tia (CT) yang masing-masing berperan membuat suasana makin memanas. CA sebagai wasit dan CT sebagai pembawa hadiah doorprize.
Ada empat belas peserta yang turut berlomba. Terdiri dari delapan akhwat dan enam ikhwan, semuanya adalah siswa kelas X dan XI SMAIT Insantama, kecuali satu peserta ikhwan bernama Harits yang merupakan peserta termuda kelas IV SDIT Insantama.
Real Competition berlangsung mulus dengan sedikit ketegangan. Tegang, karena setiap peserta ingin unggul dan masuk ke babak final. Meski akhirnya Hanifah Nurfitri Aminah (kelas XI) lebih unggul dari Faizah Jasmine (kelas XI) pada aduan tiga anak panah.
Sedangkan pada nomor putra, Muhammad Alfatih (kelas XI) akhirnya harus mengakui kehebatan adik kelasnya, Hisyam Rabbani (kelas X) yang bermain secara kidal.
Kompetisi semakin seru dan riuh pada Challenge Competition. Karena semua peserta, baik sebagai finalis maupun bukan, ditantang untuk bisa menembakkan anak panahnya pada sasaran berupa balon yang ditiup sebesar kepalan tangan yang berisi kertas bertuliskan hadiah kejutan. Balon ditempel pada bantalan hitam yang siap jadi sasaran.
Balon merah, pink, kuning, biru, hijau dan masih ada beberapa warna lain. Balon warna-warni yang begitu memprovokasi peserta agar anak panah mereka bisa memeletuskannya. Ada dua bantalan dengan enam hingga tujuh balon yang tertempel pada setiap bantalan.
Awalnya ‘archerwan’ maupun ‘archerwati’ begitu yakin bisa mengenakan balon-balon itu pada jarak tembak 15 meter. Namun ternyata keyakinan mereka tak terbukti. Benda-benda lucu itu ternyata tidak bisa disepelekan. Akhirnya Coach Tri sebagai pimpinan turnamen memberikan kesempatan kepada peserta untuk menembakkan tiga anak panahnya lagi pada jarak 10 meter.
Pada jarak 10 meterpun, belum ada satupun peserta mampu meletuskan balon yang terpampang meriah. Hingga Coach Tri, memberikan kesempatan terakhir pada peserta dengan menembakkan tiga anak panahnya lagi pada jarak 5 meter.
Dan hanya dua peserta yang mampu menembakkan arrownya tepat mengenai balon. Mereka adalah Sang Kidal Hisyam dan Si Kecil Harits.
Memanah itu tergantung ‘manah’ (sunda: hati), begitu kata Coach Tri saat melihat anak didiknya begitu menggebu-gebu untuk mengenakan anak panahnya pada sasaran sehingga mereka melupakan teknik dan ketenangan.[]