Pernahkah Anda mengendarai motor dari tepi Barat Pulau Jawa hingga tepi timurnya? Atau napak tilas perjuangan para pendahulu kita yang dipaksa membuat jalan sejauh 1.000 Km oleh penjajah Belanda dari Anyer (Banten) hingga Panarukan (Situbondo, Jawa Timur)?
Demi bisa mudik pada Idul Fitri 1444 H kemarin, Ahdati Warman, Guru SMAIT Insantama Bogor, melakukan lebih jauh dari jarak tempuh itu. Pak Ahdati, sapaan akrabnya, bersama istri dan keempat anaknya kompak bermotor-ria melakukan perjalanan dari Bogor ke Bukittinggi.
Mereka menempuh jarak lebih dari 1.400 Km dari Kota Hujan hingga tiba dengan selamat di tanah Ranah Minang itu dengan mengendarai satu unit Aerox dan dua Nmax. Berangkat pada 16 April 2023 (18.30 WIB) hingga sampai di rumah daerah Kamang, Kabupaten Agam, tanggal 18 April 2023 (02.30 WIB).
Saat ditanya apa alasan memutuskan mudik menggunakan motor, Ahdati menjawab, “Pertama, karena masalah biaya. Ini masalah terbesar, kalau naik bus satu orang tiket 560.000, jika dikalikan 6 orang untuk PP cukup besar. Apalagi menggunakan pesawat, tentunya biaya yang digunakan sangat besar. Sedangkan keinginan untuk ketemu orang tua sangat besar. Alhamdulillah Ibu saya masih sehat dan ibu mertua juga dalam keadaan sehat. Selagi beliau masih diberikan umur panjang saya dan istri berniat untuk pulang setiap lebaran (insyaa allah) untuk bertemu dengan beliau.”
Subhanallah, sebuah ungkapan cinta dan bakti seorang anak kepada Sang Ibu. Demi menjalankan harapan orang tua agar di saat hari raya bisa berkumpul keluarga dan birrul walidain, apapun batasan yang menghalangi siap dihadapi.
Ahdati tidak hanya sering mengingatkan siswa Insantama agar selalu berbuat baik kepada kedua orang tua, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia, sebagaimana kebiasaan guru lain di Insantama, namun ia juga membuktikan seruan itu kepada dirinya dan keluarganya.
Selama perjalanan mudik, Ahdati dan keluarga masih menyempatkan mendokumentasikan video travelingnnya. Tanda batas pintu masuk setiap kota dan provinsi tak luput direkam. Dan mengirimankan ucapan ‘Selamat Idul Fitri’ kepada keluarga Insantama melalui panitia Liqo Syawal 1444 H (Mei 2023).
Touring mudik kali ini Ahdati menggunakan rute perjalanan lintas tengah pulau Sumatera. Satu di antara tiga rute yang lazim digunakan. Setelah menyeberangi Selat Sunda melalui Pelabuhan Merak, konvoi motor bertolak Kembali dari Bakauhuni melewati Provinsi Lampung menuju Lubuk Linggau (Sumsel ), Muaro Bungo (Jambi), terus menuju Dhamasraya hingga masuk area Bukittinggi.
Karena tekat membaja satu keluarga inilah maka panitia memutuskan video ucapan Idul Fitri yang dikirimkan Ahdati sebagai salah satu pemenang lomba video terbaik. Saat Liqo Syawal Keluarga Sekolah Islam Terpadu Insantama, Selasa (2 Mei 2023) penobatan pemenang video dengan mudik ternekad disematkan kepada Ahdati dan keluarga.
Tetap Menjaga Shalat Wajib dan Tarawih
Meski menempuh perjalanan jauh, Ahdati dan keluarga tetap menjaga lima shalat wajib. Sambil beristirahat melepas lelah, shalat menjadi Hiatus untuk men-charge ruh dan raga kepada Sang Khaliq. Mushalla di beberapa SPBU menjadi pilihan rehat.
Tak hanya itu, shalat tarawihpun tak mau ditinggalkan oleh Keluarga Ahdati, terlebih hari-hari mudik saat itu telah memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan. Masa di mana orang-orang beriman terpanggil untuk berlomba meraih lailatul qadr, suatu malam paling istimewa jika seorang hamba bisa mendapatkannya.
Puasa terpaksa dibatalkan karena perjalanan yang sangat melelahkan, meski saat berangkat satu keluarga sudah berniat untuk menjaga puasa Ramadhan. Hari-hari itu cuaca begitu terik dan bersuhu tinggi.
Tak hanya mampu berangkat ke udik dengan motor, kepulangan satu keluarga itupun tetap dengan kendaraan dan rute yang sama. Sejumlah 76 – 84 liter bensin dihabiskan untuk satu unit motor perjalanan pulang-pergi (PP).
Ini adalah pengalaman kali pertama Ahdati bersama keluarga mudik menggunakan motor. Biasanya keluarga ini bersilaturahmi lebaran dengan menggunakan mobil.
Pegawai Insantama berasal dari berbagai daerah di nusantara. Dari ujung Aceh hingga Sulawesi dan Nusa Tenggara, mereka bertemu di Insantama Bogor dengan semangat yang sama, yaitu semangat mendidik, bekerja dan berdakwah.
Libur dan mudik menjadi bagian penting bagi para pegawai Insantama untuk mengistirahatkan diri, mendapatkan suplemen energi dan semangat yang siap digunakan kembali untuk mengabdi dan mengejar mimpi.[]