Melintas Batas:
Catatan Perjalanan Belajar dari Rumah ke Sekolah
Penulis: Uun Sundari
Apa yang umumnya kita lakukan pada jam 1 dini hari? Nyaris semua orang mungkin akan menjawab: tidur. Karena memang begitulah kebiasaan normal, umumnya manusia. Tapi bagaimana jika justru di saat lewat sedikit dari waktu tengah malam itu, kita harus memulai kelas? Menyimak pelajaran, mencoba menyerap ilmu yang diberikan guru?
Tentu tak mudah. Bahkan saat kondisi segar matahari baru muncul pun bisa jadi sebagian siswa di kelas masih menguap, apalagi hanya menghadapi guru yang tampak di layar gawai. Tapi begitulah yang dialami oleh salah satu siswa Insantama selama masa belajar dari rumah nyaris 3 semester lamanya.
Adalah Faaza Fauzan Azhiima atau yang biasa disapa Nazhim. Siswa yang sekarang menjadi salah satu penghuni kelas XII MIPA 3 SMAIT Insantama, harus sudah siap di depan layar gawai, menyimak pelajaran di taklim pagi setiap jam 1 dini hari. Saat sebagian teman-teman sekelasnya umumnya sedang tidur, atau bahkan bisa jadi sebagian lainnya baru akan tidur. Terhitung sejak semester genap tahun pertamanya di Insantama. Sejak pandemi mengharuskan seluruh siswa untuk mulai belajar dari rumah.
“Kami sekeluarga tinggal di Wakrah, Qatar. Sudah sekitar 9 tahun saya tinggal di Qatar sebelum ke Insantama. Berada di kawasan Asia Barat, posisi GMT +3, artinya empat jam lebih lambat dari waktu Indonesia bagian barat. Mau tidak mau sebagai siswa Insantama, saya harus adaptasi untuk tetap bisa mengikuti kegiatan boarding dan sekolah, termasuk harus ikut taklim jam 1 pagi”, ujar Nazhim.
Perubahan, memang tidak selalu mudah untuk dijalani. Melintas batas-batas kebiasaan dan kenyamanan yang telah dibangun sekian lama. Tentu menjadi tantangan tersendiri. Tetapi pandemi memang telah meninggalkan banyak pelajaran bagi kita tentang ini. Tentang perubahan dan bagaimana beradaptasi melintasi batas kebiasaan. Dan bagi seorang Nazhim, adaptasi belajar dari rumah selama pandemi bukan hanya tentang memindahkan ruang. Berpindah tempat belajar dari kelas ke kamar, tapi juga tentang adaptasi waktu. Mengubah pola hidup, menyesuaikan dengan waktu yang bertaut.
“Tantangan yang paling beratnya mungkin ya memang lebih ke adaptasi waktu yang mengharuskan bangun 4 jam lebih awal saja sih. Tidak mudah membiasakan mengatur waktu supaya tetap fokus belajar di waktu yang tidak normal. Termasuk juga saat ujian sekolah, baik PTS -Penilaian Tengah Semester-, maupun PAS -Penilaian Akhir Semester-, mengerjakan ujian sebelum subuh. Yang lain sebelum ujian dimulai ditanya sudah duha atau belum, saya salat subuh saja belum”, jelas siswa yang periang dan murah senyum ini saat ditanya tim Kabar Insantama.
Maka saat pertama kabar sekolah sudah bisa dibuka kembali, Nazhim menjadi siswa kelas XII pertama yang kembali ke asrama. Bahkan di saat seluruh teman-teman seangkatannya belum kembali, terkait dengan pembagian shift kembali ke asrama yang memang dibuat dalam beberapa gelombang.
“Alhamdulillah, sekarang sudah bisa kembali ke Insantama. Beradaptasi lagi dengan ruang dan waktu. Belajar lebih normal, di kelas bertemu langsung dengan teman dan guru-guru. Sekalipun menjadi siswa kelas XII ikhwan pertama yang kembali ke sekolah. Rasanya seperti menjadi duta kelas XII, wajah pertama yang harus menjadi contoh buat adik kelas”, kesan Nazhim di hari pertama masuk kelas yang bertepatan dengan hari pertama PTS (20/09/2021) lalu.
Manusia adalah makhluk pembelajar. Setiap orang belajar, beradaptasi menghadapi setiap perubahan. Bahkan saat perubahan itu memaksa kita melintasi batas-batas kebiasaan, menyingkirkan segala kenyamanan. Tapi untuk orang-orang yang bersedia belajar, justru inilah saatnya menerima tantangan. Akan selalu ada hikmah yang bisa kita ambil dari setiap proses yang kita lewati. Insyaallah.[]