BERJARAK DENGAN ANANDA, TAK APA DEMI BERPENDIDIKAN (Bagian 1)
Penulis: Dr. Rosmaeni, S.Hut., M.Hut (Orang tua dari Adillah Zhilalun Niswah kelas 8D)
Anak saya sekolah SD di Insantama Makassar. Perjalanannya belajar saya mengevaluasi, kok ini sekolah bagaimana ya caranya hingga bisa membuat anak-anak itu bisa mandiri, jujur, dan paham tentang interaksi dengan lawan jenis. Satu waktu anak saya bawa kue yang banyak ke sekolah. Lalu saat pulang ke rumah saya bertanya, “Apa kuenya habis, Nak?”Dijawab, “Habis ummi”. Saya nanya lagi dikasi ke siapa, lalu disebutlah satu persatu temannya. Pas teman ikhwan langsung menarik diri. Dikiranya saya menganggap itu salah jika berbagi ke teman ikhwan. Kala itu anak saya masih kelas 4 SD. Singkat cerita, anak saya katakan, “Saya kasi ke ….(teman-teman ikhwan juga karena banyak jadi harus dibagi habis, tapi kan tangan saya tidak bersentuhan)”. Begitu kata dia.
Masya Allah. Anak seusia itu sudah paham tentang batasan interaksi. Anak saya kebetulan cepat masuk sekolah SD masih usia 5 tahun 6 bulan. Jadi saat kelas 4 itu kira-kira usia 8 tahun lebih. Saya berpikir ini pasti ajaran bapak dan ibu di sekolah.
Kemudian saya makin tertarik ketika anak-anak ujian, itu benar-benar mereka itu jujur dan percaya diri dengan hasilnya. Karena ada motto mereka jujur itu mulia menyontek itu hina. Alhamdulillah hasil ujian mereka juga bagus-bagus.
Nah di sinilah saya semakin tertarik untuk melanjutkan agar anak saya tetap ke SMP Insantama Bogor. Walaupun sering dapat informasi dari yang lain katanya biayanya sedikit mahal. Tapi saya lewatkan saja isu itu. Bagi saya pribadi untuk pendidikan terbaik anak saya, insya Allah saya akan upayakan. Bismillah. Alhamdulillah atas izin Allah, akhirnya masuk SMPIT Insantama Bogor.
Awal-awal anak saya rewel suka nangis. Maklum anak satu-satunya. Pertama kali berpisah dengan Ummi dan Abi. Maaf jika boleh berbagi. Anak saya ini diprogram. Karena saya begitu sulit punya anak. Sangat lama waktunya menunggu hingga saatnya Allah memberikan 1 orang putri. Semoga menjadi anak solehah. Aamiin.Nah walaupun anak semata wayang yang rasanya berat untuk berpisah jauh, tapi demi pendidikan terbaik saya harus merelakan perasaan kami untuk berjauhan. Akhirnya semester awal saya dan Abinya bolak balik Bogor. Sampai pernah tinggal beberapa pekan di sana. Bahkan sampai lebaran haji di sana.
Waktu terus berjalan, kami terus mengevaluasi proses anak saya belajar di SMPIT Insantama ini, masya Allah makin banyak hal yang membuat saya tertarik. Paling prinsip adalah saya suka kurikulumnya. Metode pembelajarannya sampai hari ini masih saya nilai is the best. Sekali waktu ada event/program untuk anak SMP tentang workshop karya ilmiah. Saya lupa apa nama programnya. Tapi sempat membaca hasilnya ternyata anak-anak setingkat SMP bisa membuat tulisan dengan judul-judul yang menarik, menantang, up to date, dan yang paling membuat saya geleng-geleng kepala Masya Allah artikelnya itu berbicara soal problem nasional. Seperti soal ketahanan pangan. Ini ‘kan menurut saya adalah pemikiran level Mahasiswa, dosen dan pengamat. Tapi kok anak SMP udah bisa berpikir sampai ke sana ya. Kemudian artikel soal teknologi praktis. Pokoknya saya suka banget program ini.
Anak-anak SMP kelas 2 kok sudah bisa nulis buku. Ini ‘kan prestasi luar biasa. Mahasiswa saya saja belum ada yang bisa nulis buku. Nah ini hanya sebagian saja. Masih banyak hal lain yang saya suka dari sekolah ini.
Anak saya pun alhamdulilah hingga saat ini bercita-cita ingin menghasilkan minimal 1 karya buku fiksi. Karena ia termotivasi dari kakak kelas. Dan juga yang paling penting di sini adalah keterlibatan guru dalam membimbing dan mengarahkan anak-anak.
Hingga saya biasanya suka promosi sama orangtua di Makassar untuk masukkan anaknya di SMPIT INSANTAMA. Alhamdulillah PPDB tahun lalu 2020 ada 3 orang. Insya Allah tahun 2021 ini ada 2 orang. Semoga Allah memberikan kemudahan untuk mereka.[]
#SMPITInsantama
#SekolahCalonPemimpin