Oleh: Fajar
Mengapa kita harus mempelajari bahasa? Apa urgensi belajar bahasa bagi hidup kita? Pertanyaan ini mungkin masih mengemuka di tengah-tengah masyarakat negeri ini. Cabang-cabang ilmu bahasa masih dipandang oleh sebagian masyarakat sebagai ilmu nomor dua di bawah cabang ilmu-ilmu eksakta. Tidaklah heran, rata-rata nilai pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris pada Ujian Nasional (UN) baik tingkat SD hingga SMA masih di bawah nilai-nilai pelajaran eksakta yaitu matematika dan IPA. Bahasa Inggris dan bahasa Mandarin, meskipun tempat kursusnya menjamur di negeri ini, namun lebih sebagai bagian tuntutan dunia kerja dan hanya bersifat mengikuti tren dunia. Lebih memprihatinkan menurut data Balai Bahasa, kurang lebih 100 bahasa daerah di Indonesia punah karena tidak ada lagi penuturnya. Belum lagi gejala penjajahan bahasa yang menyebabkan banyaknya kosakata bahasa Indonesia asli yang hilang disebabkan percampuran yang seakan tanpa batas dengan bahasa asing. Gejala ini juga menyebabkan hilangnya adab berbahasa karena menjamurnya bahasa gaul di kalangan pelajar. Lebih memprihatinkan meskipun mayoritas penduduk negeri ini beragama Islam, bahasa Arab adalah bahasa yang paling banyak diabaikan, bahkan data Kementrian Agama RI menyebutkan kurang lebih separuh penduduk negeri ini buta huruf Al-Qur’an.
Pembelajaran bahasa dirasa cukup penting dan serius, karena adanya sifat unik dan khas dari ilmu bahasa. Penulis setidaknya menemukan tiga fungsi penting dari menguasai bahasa, yaitu fungsi komunikasi, edukasi dan dakwah.
Fungsi Komunikasi
Muhammad Muhammad Ismail dalam bukunya, Fikrul Islam menyatakan bahwa bahasa digunakan oleh seseorang untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Pengertian ini sejalan dengan pengertian sebagian besar ahli bahasa. Namun beliau menambahkan bahwa dalam berkomunikasi (khususnya yang berbentuk tulis), ada ciri-ciri khusus yang membedakan antara model komunikasi satu dengan yang lain, seperti bahasa sastra, bahasa pemikiran dan lain sebagainya.
Sebagai fungsi komunikasi, penting dipahami bahwa pembelajaran bahasa (khususnya bahasa ibu, seperti bahasa Indonesia) adalah tidak sekadar mengetahui dan memahami bahasa, namun penting untuk diajarkan adab-adab berbahasa. Bagaimana dalam menggunakan bahasa tidak hanya ditekankan untuk memahami kaidah-kaidah bahasa, namun juga mengerti dan dapat menggunakan bahasa dalam situasi dan kondisi yang tepat. Pemahaman ini harus tertanam kuat kepada pendidik dan peserta didik agar mereka dalam berkomunikasi tidak mengalami salah pengertian. Juga muncul kesopansantunan dalam berbahasa, sebagai lambang tingginya adab berbahasa.
Fungsi Edukasi
Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, “Bahwa hikmah adalah milik Mukmin yang hilang. Maka di manapun ia menemukannya, maka ia yang paling berhak memilikinya.”
Tidak bisa dipungkiri bahwa hari ini penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi ada di genggaman peradaban Barat. Pusat-pusat ilmu pengetahuan dan teknologi ada di negara-negara Eropa, Amerika Utara dan Jepang. Maka kaum Muslimin wajib untuk belajar bahasa-bahasa yang digunakan di pusat ilmu tersebut, agar mampu kembali mengambil “hikmah” yang merupakan hak miliknya yang hilang.
Sebagaimana dikisahkan dalam sirah dan tarikh, bagaimana kaum Muslimin di awal kebangkitan peradaban Islam begitu bersemangat mempelajari bahasa-bahasa asing seperti bahasa Ibrani, Latin, Yunani, Persia, hingga Sansekerta dan Tiongkok, selain agar mampu berkomunikasi dengan bangsa-bangsa tersebut, tapi juga untuk mengambil berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada saat itu ada di genggaman bangsa-bangsa tersebut. Di masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin pembelajaran bahasa asing dimulai dan di era Kekhalifahan Bani Umayyah, penerjemahan buku-buku asing dimulai. Hasilnya kurang dari satu abad, peradaban Islam mampu mengambil, menguasai, mengembangkan, memodifikasi serta menyebarluaskan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang sebelumnya ada di tangan peradaban-peradaban di sekitar peradaban Islam.
Fungsi Dakwah
Islam adalah agama yang diturunkan bagi seluruh umat manusia. Hidayah Islam harus menjangkau seluruh manusia baik yang berwarna putih, hitam, maupun merah. Untuk hal ini sekali lagi dibutuhkan keahlian berbahasa, sehingga hidayah tersebut dapat tersampaikan. Ketika para alim ulama berdakwah hingga Nusantara, tidak bisa tidak mereka harus belajar kurang lebih tiga bahasa; bahasa Sansekerta, bahasa yang umum dipakai di India yang menjadi tempat persinggahan pertama setelah mereka berlayar dari Yaman atau Teluk Persia, setelah itu harus menguasai bahasa Melayu, bahasa yang umum digunakan di kawasan pelabuhan-pelabuhan utama Nusantara, kemudian Bahasa Jawa atau bahasa-bahasa daerah setempat yang menjadi tujuan dakwah tersebut. Segala tantangan tersebut dijawab dengan mudah dan penuh semangat.
Maka pembelajaran bahasa menjadi hal yang sangat penting agar mampu menwujudkan ketiga hal tersebut. Pembelajaran bahasa dilakukan melalui metode Thariqah Mubasyiraah atau metode yang membuat siswa akan senantiasa aktif berkomunikasi menggunakan bahasa tersebut. Baik bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, bahasa Arab yang menjadi kunci menguasai tsaqofah Islam, hingga bahasa Inggris. Kita tidak boleh malu dan harus percaya diri dalam menggunakan bahasa. Aktif berbahasa baik secara lisan maupun tulisan, sehingga mampu menggenggam dunia.[]