The Miracle of Giving; Kisah Inspiratif Pak Iman Santosa

-

Iman Santosa, pria berkacamata itu penampilannya sederhana dan bersahaja, mengenakan gamis berwarna abu-abu tua beliau didampingi oleh Ageng Budiansyah, guru PAI SMPIT Insantama Bogor yang bertugas sebagai host, dalam acara inspiring talk show tentang “The Power of Sedekah“, bertempat di Auditorium Insantama, Jumat, 15/3/2024. Acara ini, merupakan salah satu rangkaian dari agenda Kristal Ramadhan 1445 H.

Pak Iman -demikian sapaan akrab beliau- merupakan orang tua siswa dari Kalista Savda Ramadhani kelas 5A dan Kanara Savda Gumi kelas 3A, keduanya tercatat sebagai peserta didik di SDIT Insantama Bogor. Pak Iman, dihadirkan di acara Kristal Ramadhan ini, sebagai nara sumber yang berbagi ilmu, pengalaman dan berbagai kebaikan tentang gemar berinfak dan sedekah.

Sebagaimana kata pepatah ‘tak kenal, maka tak sayang’, dan juga untuk menjawab rasa penasaran para hadirin, Pak Ageng pun mempersilakan Pak Iman untuk menceritakan tentang seperti apakah sosok diri beliau sebenarnya.

“Saya berasal dari Ciampea Kabupaten Bogor. Dari keluarga yang pas-pasan, menjadi anak yang bisa mengukur diri, dalam keterbatasan ekonomi, orang tua punya usaha dengan membuka warung di rumah. Saya menyadari, bukan berasal dari keluarga berpunya, oleh karena itu saya tidak menuntut berlebih kepada orang tua, tidak terbiasa pilah-pilih makanan. Jadi, sepertinya sempurnalah penderitaan, sudahlah saya merasa kurang pinter, miskin lagi. Hidup ini susah rasanya”. beber jujur Pak Iman terkait keadaan diri dan keluarga beliau.

“Pernah berkuliah di Universitas Pakuan Bogor. Kemudian pernah mengajar di sekolah calon bidan, hingga calon intel. Mulai sekolah Katholik hingga Pondok Pesantren”. Lanjut Pak Iman lebih jauh tentang pendidikan dan profesi yang pernah beliau tempuh dan lalui.

Hikmah yang Bisa Dipetik dari Liku-Liku Kehidupan Pak Iman

“Pertama, yakinlah bahwa keikhlasan itu akan mendapatkan balasan dari Allah Swt, bahkan dari arah yang tak diketahui dan dengan cara tanpa disangka-sangka”. Beliau menandaskan.

“Kedua, Bapak saya, rajin ke sekolah. Awal-awalnya, saya penasaran, mengapa dan ada kepentingan apa bapak ke sekolah saya?” Pak Iman pun tergelitik, bertanya-tanya dalam hati, atas hal yang beliau rasa tak biasa tersebut.

Pada akhirnya, Pak Iman tahu juga, bahwa bapaknya beliau, ternyata rutin untuk bertemu dengan semua guru Pak Iman, tujuannya untuk berinteraksi, saling sapa, senyum, salam, salim, sopan, dan santun.

Rahasia kesuksesan Pak Iman yang ketiga, memegang erat nasihat orang tua beliau;

“Hormati guru-gurumu, jangan pernah sakiti hati gurumu. Misal, sampai terjadi, cari dan kejar gurumu, jangan tunda-tunda, segera minta maaf dan minta ridha gurumu. Supaya ilmumu dan hidupmu berkah dunia akhirat!”. Tegas dan lugas Pak Iman menekankan tentang pentingnya takdzim terhadap guru, tanpa tapi, tanpa nanti. Beliau memaparkan bagian ini, sembari menampakkan ekspresi wajah dan gesture kengerian, misal nasihat ini dilanggar.

Keempat, beliau peduli dan memprioritaskan untuk menyantuni anak-anak yatim, dan dhuafa. Bahkan, beliau singkirkan jauh-jauh egoisme pribadi dan keluarga, alhamdulillah isteri beliau sangat mendukung, seiring sejalan, satu pemahaman tentang fadhilah bersedekah dan saling support untuk fokus menuju satu tujuan; ridha, keberkahan dan surga Allah Swt. Bahkan tak kurang dari 2 kali beliau menunda untuk membangun rumah, demi mendahulukan untuk membangun kamar-kamar anak yatim. Kini sekitar 150 anak yatim dalam layanan beliau. Dan juga, beliau memberangkatkan 1 orang per tahun, untuk menunaikan ibadah umrah ke Baitullah.

Kelima, beliau senantiasa me-nolkan pendapatan beliau, diusahakan tidak berlama-lama ngendon di rekening beliau, dengan gercep beliau akan sumbangkan dan sumbangkan terus, kepada orang-orang yang membutuhkan, dan memang sudah sewajibnya dibantu.

“Jadi teringat pada tahun 2015, saya sempat menjadi pengangguran. Bertepatan ada agresi Israel ke Palestina, terenyuh hati saya mengetahui penderitaan saudara-saudara kita yang digenosida oleh Israel. Namanya pengangguran, saya tidak punya yang berlebih, hanya menyumbang Rp. 250.000 via Mer-C, saat itu. Setelah peristiwa itu, atas kehendak Allah SWT dan pertolongan-Nya. Yaitu, tanpa diduga saya dipertemukan dengan seorang “Bapak Tua”, beliau salah seorang pengusaha di negeri ini. Padahal tidak kenal sebelumnya, bahkan belum pernah bertemu sebelumnya, Sang Pengusaha itu pun mempercayakan kepada saya, asetnya sebesar 53M. Produk pertama, peralatan kesehatan, kedua ikan hias. Dengan alat transportasi sederhana, hanya motor Mio, yang tidak ada lampunya, sampai pernah bawa paket, jatuh”. Beliau merinci, terjadinya momen titik balik kehidupan beliau.

“Jangan takut untuk zakat, infak, dan sedekah karena hidup ini sementara dan sebentar, oleh karena itu carilah bekal amal shalih yang banyak. Harta tidak dibawa mati, harta yang dizakatkan, diinfakkan, disedekahkan bisa mempermudah proses penghitungan amal di yawmil hisab”. Prinsip-prinsip seperti inilah yang membuat Pak Iman tak pernah surut untuk peduli dan berbagi, termasuk peduli dan berbagi untuk Palestina, dengan membangun tangki air di sana. Penasaran dengan seberapa jumlah uang yang disumbangkan ke Palestina tersebut, membuat Pak Ageng langsung bertanya, dan dijawab;

“Ya, kira-kira senilai 2 mobil sport Lamborghini”. Beliau dengan tetap rendah hati menjawab.

Tak kan menjadi miskin dan tak kan kekurangan, bagi hamba Allah SWT yang rajin ZIS (Zakat, Infak, Sedekah), bahkan rezeki selalu dimudahkan,mengalir lancar dan berkah. Benar-benar, amazing, The Miracle of Giving!.

Closing Statement dari Pak Iman Santosa, yang dapat disimpulkan;
1. Hormati guru, agar berkah hidup kita!
2. Sampaikanlah pesan kepada orang tua, agar mengenal lebih dekat dan berbuat baik kepada guru-guru di sekolah putra-putri.
3. Berbuatlah ihsan selalu, dalam hal apa pun, persembahkan yang terbaik, lillaah.[]