Maulid Nabi SMPIT Insantama Bogor: Cinta Nabi, Cinta Ilmu, Cintai Guru
Penulis: Cut Putri Cory
“Jika seseorang saja takkan melupakan hari kelahiran anggota keluarganya, apalagi hari kelahiran Rasulullah SAW,” ujar Ustadz Choirul Anas membuka tausiyah Maulid di Masjid Pendidikan Insantama Bogor, Selasa (19/10/2021).
“Betapa banyak saudara-saudara kita yang harus meregang nyawa dalam masa pandemi,” kata Ustadz Anas sambil menanyakan kepada seluruh siswa SMPIT Insantama yang hadir dan yang menyimak melalui Zoom Meeting, siapa di antara mereka yang mengalami kehilangan. “Betapa mahal harga yang harus kita bayar untuk bisa hadir di tempat ini. Ada orang-orang yang meninggal dalam masa pandemi,” lanjutnya.
“Sekolah libur, dunia seolah berhenti total. Lumpuh. Di rumah saja, bahkan sempat kita tak boleh ke mesjid. Belajar online dengan segala dinamikanya. Maka semua ini harus kita syukuri, bentuk syukur terbaik adalah taat, Dengan syukur, kebaikan-kebaikan yang antum lalui semasa pendidikan ini akan antum dapatkan.” kata Ustadz Anas.
“Pertama, antum harus taat protokol kesehatan. Kedua, taatlah kepada guru. Guru adalah pewaris para Nabi, mereka membawa ilmu yang memuliakan. Barang siapa yang mencintai Nabinya, maka juga harus cinta kepada gurunya,” Ustadz Anas mengajak seluruh peserta menampakkan takzim kepada guru sebagai buah dari kecintaannya terhadap Rasulullah SAW.
Jika guru atau ulama dianggap sebagai pewaris para Nabi, kata Ustadz Anas, itu pasti ada alasannya. Apa yang membuat guru istimewa sehingga bisa disebut pewaris para Nabi? Karena guru mewariskan ilmu.
Ustadz Anas lalu mengisah, dulu para sahabat Anshar memiliki rumah yang jauh dari mesjid Rasulullah, mereka akhirnya ingin pindah. Namun Rasulullah mencegahnya, sambil mengabarkan berita gembira bahwa setiap langkah kaki itu akan dicatat sebagai catatan kebaikan. “Jika jejak kaki saja ditulis sebagai jejak kebaikan, apalagi warisan ilmu. Inilah jejak terbaik, pengaruh terbaik. Sebaik-baik apa yang bisa diwariskan adalah ilmu. Kata Sayyidina Ali, ‘Kalau aku mendapatkan harta, harta aku jaga. Beda dengan ilmu, dia yang menjaga kita. Kalau harta, dibagikan maka akan habis. Kalau ilmu tidak, ilmu dibagi semakin banyak. Ilmu tak butuh tempat, beda dengan harta. Maka ilmu itu adalah sebaik-baik warisan.'”
Lalu Ustadz Anas menegaskan, “Itulah kenapa Nabi Muhammad adalah sebaik-baik teladan, pada diri baginda Rasulullah adalah asal muasal dari ilmu. Kita harus mencintai Rasulullah, karena Nabi-lah yang menyampaikan ilmu itu, sehingga kita bisa hidup dengan hidayah. Bayangkan jika kita terlahir dari bukan keluarga yang Muslim? Syukuri, betapa mahal sebuah hidayah.”
“Kalau kita mau hitung betapa banyak dosa kita, kadang kita sampai bingung bagaimana caranya menghapus itu semua. Tapi kata Allah, ‘kalau engkau memang mengakui cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, ikuti aku.’ Maka Allah akan cinta kepada kita dan mengampuni kita. Ternyata hanya sekadar taat sudah menjadi sebab ampunan. Cukup dengan taat. Ungkapan cinta kita kepada Nabi adalah bukti keimanan, buktikan dengan taat,” ujarnya.
“Para sahabat menunjukkan kecintaannya yang luar biasa. Abu Bakar sangat mencintai Rasulullah. Dia yang membenarkan Nabi dalam peristiwa Isra’ Mi’raj,” Ustadz Anas lalu menjelaskan banyak contoh pembuktian kecintaannya kepada Rasulullah dengan pengorbanan yang mencengangkan dan luar biasa.
“Kita harus meneladani perjuangan Nabi, pelajari Sirah-nya. Bukti cinta kita adalah taat kepada Nabi, ketika Nabi tak ada maka antum harus taat kepada pewarisnya, yaitu guru-guru antum. Cintai pewarisnya,” tutup Ustadz Choirul Anas sambil menggemakan salawat kepada Nabi yang disambut oleh peserta.[]