“Jumat, 27 April 2018 kita buka acara IMD dengan membaca bismillahirrahmanirrahiim! Dengan ini, sah untuk berjual beli!” Pekikan Bapak Kepala Sekolah membuka acara IMD. Anak-anak pun langsung berhamburan bagai semut menyambut riang gembira pembukaan IMD tersebut.
Sebelum dilakukan pembukaan acara IMD, Bapak Kepala sekolah yang berperan sebagai seorang sultan lengkap dengan konstumnya yang pas memberi nasihat dan penjelasan terlebih dahulu kepada seluruh siswa. Baik siswa tersebut sebagai pembeli maupun penjual. Bapak Adhi Fadjar Nugroho yang biasa disapa Pak Fadjar ini menuturkan “Belajarlah berdagang dari Sahabat Nabi yang kaya raya lagi dermawan, yaitu Abdurrahman bin Auf! Junjung tinggi kejujuran dalam berjual beli dan laksanakan adab-adab Islam terkait jual beli di pasar!”
Sang Sultan pun menyerukan prinsip kegiatan jual beli di IMD kali ini dan meminta seluruh seluruh siswa mengucapkan ulang prinsip ini dengan bersemangat. Prinsipnya adalah “untung, halal, berkah”. Kemudian seluruh siswa membaca doa masuk pasar dan fadhilahnya secara bersama-sama yang sudah diajarkan oleh gurunya beberapa hari sebelumnya. “Semoga terwujud keberkahan dari Allah pada acara ini” harap Bapak Kepsek.
Acara IMD berjalan dengan meriah dan tertib. Bapak Sugeng, angkat bicara soal IMD kali ini. “Amazing! IMD menjadi wahana edukasi yang baik. Pasarnya islami, ditambah adanya qodi yang menjadi wadah menyelesaikan permasalahan yang terjadi di pasar.” Guru Magang dari Insantama Cabang Bandung ini pun menambahkan “Kegiatan ini baik untuk diekspos melalui media sosial untuk percontohan sekolah-sekolah lain. Karena acara ini luar biasa”, dengan senyum terkembang di wajahnya.
Selaras dengan pandangan tersebut, Pak Paidi, guru cabang Banjarmasin menuturkan “sebagai penggemar Jepang, saya sudah biasa melihat anak-anak di sana mengadakan festival seperti ini. Di sekolah negeri Jepang, fertival seperti ini menjadi program tahunan yang luar biasa. Ternyata di Indonesia, khususnya di Insantama, kegiatan seperti ini dikemas lebih baik. Keunggulannya adalah di sini ada ruh keislamannya, termasuk dikenalkan juga tata cara jual beli atau bermumalah sesuai Islam.”
Lokasi IMD ini terlihat cantik didukung oleh dekorasi-dekorasi yang unik dan menarik. Dekorasi tersebut memambah kemeriahan acaranya. Selain itu, dimeriahkan pula dengan tampilan para siswa dari berbagai kelas untuk menghibur para pembeli dan pedagang. Pak Eko melihat acara IMD dari sisi lain. Menurut Guru Magang dari Cabang Blitar ini “acara ini luar biasa. Saya apresiasi kepada guru-gurunya yang kreatif mendandani kepala sekolah seperti seorang ‘Sultan’. Imajinasinya luar biasa. Panggung yang biasa disulap menjadi menarik.”
Ibu Tresna, guru baru yang baru merasakan suasana IMD inipun menuturkan “IMD ini menarik, kreatif gurunya dalam menyajikan dekorasinya. Anak-anak sangat beragam jenis jualannya. Di lapangan, anak-anak berjual beli dengan menjaga adab antara penjual dan pembeli, saling bekerjasama dan care antarpenjual, sehingga mereka bersaing dengan sehat dan tertib.”
Kegiatan IMD tahun kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Biasanya IMD dilaksanakan di lapangan luar dengan tenda besar. Kali ini dilakukan di dalam gedung, tepatnya di lapangan dalam gedung dan di kelas-kelas. Menurut Ibu Kholifah “dengan dikosongkannya lapangan tengah, sangat bagus untuk kenyamanan tempat makan dan duduk-duduk. Jadi adab makannya terjaga sambil menikmati sajian tampilan yang ada di panggung. Penampilan siswa yang tampil di panggungpun menjadi all out. Selain itu, anak-anak yang menjadi pembelipun terkondisikan dalam mencatat laporan pembelian.” Selain itu, Menurut Ibu Iva Uminya Libby tempatnya lebih bersih karena berjualan di dalam area teras dan kelas, namun akan lebih baik jika kondisi yang berjualan di dalam ruangan/kelas seharusnya lebih di ekspos dan dipromosikan agar lebih ramai dikunjungi pembeli.
Selain hal-hal yang menarik di atas, ada satu kejadian istimewa yang terjadi di IMD kali ini. Dituturkan oleh Ibu Evi bahwa ada seorang anak bernama Andra kelas 3B. Ia terlihat menangis di koridor depan. Ketika ditanya, ternyata ia menangis karena lupa mengembalikan uang kembalian Rp. 500,- kepada seorang ibu-ibu yang membali makanan di stand jualannya. Ia mencari-cari ibu-ibu tersebut. Ia pun bertanya kesana-kemari. Berharap masih bertemu dengan orang yang belum dikembalikan uangnya. Namun sayangnya, ia tidak bertemu dengan orang tersebut. “kayanya mungkin orangnya juga sudah lupa” ujar Bu Evi. Maka sejadi-jadinyalah Ananda Andra menangis karena takut berdosa lupa mengembalikan uang. Subhanallah.
Menyaksikan kejadian tersebut Uminya Libby angkat bicara “acara ini bagus dalam mengajarkan kejujuran. Sampai-sampai anak takut berdosa. Berarti nilai-nilai yang selama ini diajarkan tentang berdagang yang jujur dan nilai-nilai lain sudah dapat dipahami dan teraplikasi sangat baik oleh anak-anak”.
Ibu Ela Uminya Farah pun menyaksikan langsung kejadian luar biasa itu. Menurutnya “acara ini Alhamdulillah bagus. Nilai-nilai islamnya dapat. Menjadi ajang penanaman untuk jujur. Saya mendengar langsung Ananda Andra menangis karena ingin mengembalikan uang sekedar Rp. 500,-. Ananda Andra berkata sambil menangis “Ana tidak mau masuk neraka karena 500 rupiah.”
Ibu Rizka yang mendengar kisahnya pun berdecak kagum, “Subhanallah, rasanya ingin ikut menangis mendengar keetulusan hati Ananda.” Ditambah lagi penuturan dari Ibu Zay Uminya Regan “sebetulnya acaranya sama saja, tapi kali ini kualitas makanannya lebih enak, variasinyan banyak. Selain itu, anak-anaknya dapat nilai islamnya. Pesan yang disampaikan sekolah nyampe ke anak, yaitu mencontohkan cara dagang Rosulullah dan siswa sudah memahami dan mempraktikannya. Hal tersebut selaras dengan pendapat Pak Eko yang menuturkan “para gurunya mampu mendidik anak dengan praktik langsung, sehingga tidak hanya sekedar teori, tapi aplikasi dalam kehidupan.”
Demikian pula dengan pendapat ibu Haryani “seharusnya anak-anak tetap dapat konsep untung rugi dan modal dagang dari para orang tua yang membantu menyiapkan barang dagangan mereka. Bukan hanya sekedar anak senang berjualan. Efeknya harga barang yang sejenis, baik bentuk maupun kualitasnya harganya menjadi fluktuatif. Yang harganya pantas, mereka mempertimbangkan untung rugi. Tapi yang harganya terlalu murah, tidak melihat pada hal tersebut. Tapi apapun itu, segitu saja anak-anak yang mau sudah luar biasa. Patut diacungi jempol. Buktinya ada seorang siswa SD Insantama yang sekarang sudah beranjak dewasa duduk di bangku SMA, yaitu Tasya sekarang sudah mempunyai OL Shop sendiri. Ini karena hasil didikan dari semenjak SD sewaktu di Insantama.” Tutur Bu Haryani mengisahkan dari pengakuan Uminya Tasya. Dilengkapi dengan pendapat Bu Rara “Lebih baik lagi, anak-anak yang berjualan dimotivasi menjadi sodagar yang kaya raya.”(RNF)