“Yang ngetren yang gak bermanfaat, jangan malah didukung. Harusnya yang berbakat didukung. So that we have to survive even in a small action,” ujar Rena dalam presentasi kelompok mapel IPS kelas 9 pagi ini di SMPIT Insantama Bogor, Jum’at 27/1/2023).
Kelompok 4 membagi hasil risetnya tentang ekonomi kreatif di Indonesia. Mereka mengutarakan pemikiran kritisnya kepada seluruh teman-temannya. Saya, Cut Putri Cory, bertindak sebagai fasilitator. Saya meminta seluruh siswi kelas 9D untuk duduk manis bergaya intelektual dan merespons dengan bahasa Inggris. “Act like it’s an international forum, because we are the intellectual muslimah. If you want to say something, ask permission, introduce yourself, and give your opinion in English with the intellectual style,” ujar saya sebelum forum diskusi dimulai.
Kemudian kelompok 4 memaparkan materinya. Mereka menemukan dalam risetnya bahwa Industri ekonomi kreatif di Indonesia memang belum menjadi seefektifnya tempat berkreasi bagi (khususnya) generasi muda. Juga bagaimana industri kreatif saat ini tergopoh-gopoh menampung beban besar karena ketiadaan penetrasi pasar dan hambatan lain yang sistemik serta individualistik.
Lebih dari itu, dalam diskusinya yang bersahut sambut di dalam forum ini, mereka menemukan bahwa industri kreatif negara-negara lain justru semakin menggeliat dengan fenomena globalisasi.
Keseruan dalam diskusi menjadi semakin menantang saat para siswi yang menanggapi memperkenalkan diri sebagai wakil dari berbagai negara yang ada di dunia. Sesekali kami tertawa dan kembali lagi hanyut dalam diskusi yang menantang.
Dalam forum ini, mereka tak hanya belajar mata pelajaran IPS, tapi juga belajar bagaimana perspektif Islam dalam memandang industri kreatif Korea yang digadang-gadang saat ini sedang menyapu dunia. Juga dalam kesempatan ini, mereka belajar mengutarakan pendapatnya. Mereka pada akhirnya merasakan bahwa kritik dan bantahan adalah hal yang normal, sehingga rasionalitasnya terbangun dan kepercayaan dirinya menguat.[]