Parentama 2022: Stop Dikotomi Ilmu Dunia dan Ilmu Akhirat, Keduanya Terintegrasi

-

Parentama 2022: Stop Dikotomi Ilmu Dunia dan Ilmu Akhirat, Keduanya Terintegrasi

Penulis: Cut Putri Cory

“Sekali kita berbicara tentang pendidikan, pasti kita berbicara menyangkut manusia, tentang visi penciptaan manusia. Dalam pandangan Insantama, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu menyukseskan visi misi hidup manusia. Kita diciptakan bukan tanpa tujuan. Kita diciptakan bukan sia-sia, ada maksud dan tujuan, visi misinya. Maka pendidikan yang baik adalah yang bisa menyukseskan visi misi itu, juga bisa membawa anak-anak kita ini menjadi generasi yang kuat, bukan generasi yang lemah,” ujar Ustaz Ismail Yusanto, Ketua Yayasan Insantama Cendekia pada agenda Parentama (Parenting Insantama), Sabtu (16/7/2022).

Lalu Ustaz mendetilinya, “Ini tak hanya lemah ekonomi, tapi juga lemah tauhid, lemah tsaqafah, lemah ibadah, amal saleh, semangat dakwah, fisik, dan seterusnya. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu mengantarkan anak-anak kita kepada dzurriyah qawiyah, generasi yang kuat. Karena itu pandangan tentang hakikat visi misi penciptaan manusia penting untuk dipahami karena dia menjadi dasar bagi pendidikan. Dari situ akan terwujud visi misi institusi atau lembaga pendidikan, kemudian kurikulum pendidikan, kompetensi dan karakter lulusan.”

“Apa sih visi misi penciptaan manusia?” Tanya Ustaz Ismail kepada peserta, lalu dilanjutkannya, “Manusia diciptakan oleh Allah sebagai ‘abdullah, khalifatullah, karena itu pendidikan semestinya menyukseskan dua misi hidup manusia ini. Pendidikan dan pembinaan harus bisa membawa generasi menjadi manusia yang beriman kepada Allah dan taat syariat-Nya, yang dalam istilah Insantama sebagai manusia yang ber-syakhshiyah Islamiyah atau berkepribadian Islam.”

Terkait penguasaan terhadap sains dan teknologi, Insantama memiliki pandangan yang khas. Ustaz Ismail katakan, “Untuk bisa memakmurkan bumi sebagai khalifatullah, manusia harus menguasai sains dan teknologi. Karena itulah alat untuk memakmurkan bumi. Sebagiamana hari ini kita tak bisa dilepaskan hidup kita dari sains dan teknologi. Kita lihat semua ini full hasil dari sains dan teknologi. Karena itu, pendidikan harus menjadikan anak-anak kita mampu menguasainya, dan Islam pada masa lalu sudah menguasai sains dan teknologi.”

Namun kemudian Ustaz Ismail melanjutkan, “Tapi ini saja tak cukup, karena dia ibarat pisau bermata dua. Ada banyak manfaat yang kita rasakan, tapi di saat yang sama kita juga merasakan bagaimana bahaya dari sains dan teknologi itu jika dia berkembang tanpa kendali.”

Ustaz kemudian mencontohkan teknologi bayi tabung, di satu sisi memberikan jalan bagi pasangan suami istri yang belum diberikan keturunan karena bermasalah, dan Islam membolehkan itu sepanjang sperma dan sel telur berasal dari suami istri, dan ditanam di rahim istri yang merupakan pemilik sel telur itu.

Yang menjadi masalah, menurut Ustaz, adalah ketika sel telur dan sperma berasal dari bank sperma, misalnya. Sehingga banyak generasi yang tak mengetahui siapa ayah dan ibu biologisnya. Belum lagi ada pasangan yang justru menanamkan sel telur dan spermanya di rahim orang lain. Ini jadi masalah.

“Jadi jelaslah bahwa kita tak hanya memerlukan sains dan teknologi, tapi juga pengendalinya. Kita butuh anak-anak yang tak hanya menguasai sains dan teknologi, tapi juga tsaqafah. Karena itu Insantama menetapkan komitmennya, visinya adalah mewujudkan SIT Insantama sebagai lembaga pendidikan yang bermutu tinggi dan unggul,” ujarnya.

Dia melanjutkan, “Jadi stop mendikotomi ilmu dunia dan ilmu akhirat. Semua ilmu dunia, jika dipelajari dengan pengamalan yang benar maka akan menjadi amal saleh yang kelak akan berguna di akhirat kelak. Karena itu di Insantama tidak ada pendidikan umum, tidak ada pendidikan agama. Ada agama di semua tempat. Secara fisik alhamdulillah kita sudah lengkap, ada sekolah, masjid, dan pesantren. Inilah makna dari Islam terpadu itu.”

Pendidikan yang ideal, menurut Ustaz Ismail adalah pendidikan yang menyinergikan dan mengoptimasi peran 3 subyek yang berperan strategis dalam proses pendidikan, “Pendidikan itu idealnya dilakukan oleh 3 subyek sekaligus, yaitu rumah, sekolah, dan masyarakat. Dan idealnya pula masing-masing memberi pengaruh positif. Namun faktanya tak selalu begitu, sudah bingung di rumah, sekolahnya ke Insantama saja,” disambut tawa peserta.

Ustaz Ismail lalu menjelaskan detil tentang syakhshiyah Islam atau kepribadian Islam, bagaimana pentingnya kewajiban menaati syariat secara menyeluruh. Ustaz lalu mencontohkan tentang perintah Allah dalam hal menutup aurat dengan jilbab dan kerudung.

“Insantama adalah juga merupakan sekolah yang di dalamnya terdapat siswa dan siswi, laki-laki dan perempuan, hal itu karena dalam interaksi secara riil kita tak bisa memisahkan interaksi tersebut. Karena itu kita berbagi zonasi, ada zona ikhwan dan zona akhwat. Tidak boleh ikhwan masuk ke zona akhwat, begitupun sebaliknya,” tukas Ustaz Ismail.

Lalu dia menjelaskan tentang komitmen Insantama dalam membentuk kepribadian Islam dalam hal kejujuran. “Insantama sangat memerhatikan kejujuran. Itu penting sekali, negara kita ini sedang mengalami masalah akut, korupsi. Akibat korupsi banyak ketidakadilan, yang dilakukan bukan oleh orang miskin dan bodoh, tapi orang kaya dan pandai. Karena itu penting sekali meletakkan dasar-dasar kejujuran yang bertumpu pada tauhid.”

Terkait pemahaman tentang tsaqafah Islam, Ustaz berpesan, tsaqafah Islam yang wajib untuk dikuasai oleh generasi adalah fiqh fardhiyah (ibadah, makanan, minuman dan pakaian), akhlak, pemikiran Islam, Al-Qur’an wa ‘ulumuhu, Al-Hadits wa ‘ulumuhu, bahasa Arab, ushul fiqh, fiqh muamalah, sirah nabawiyah, dan dakwah Islamiyah.

Terkait pengembangan kurikulum, Ustaz Ismail Yusanto menjelaskan bahwa Insantama memiliki kekhasan yang fundamental-substansial yakni internalisasi nilai-nilai Islam, koreksi kurikulum/ materi yang bertentangan dengan aqidah, pemikiran , pendapat dan hukum Islam. Juga substitusi kurikulum/materi lama dengan yang baru sama sekali, kemudian adisi kurikulum/materi baru ke dalam kurikulum lama. Terakhir, ada fiksasi, yaitu pembakuan kurikulum/materi yang telah ada.

Ustaz Ismail Yusanto pada agenda Parentama juga menjelaskan metode T.E.S yang berjalan di Insantama. Hal ini dilakukan untuk membenah interaksi anak-anak dengan Al-Qur’an, “Yaitu membiasakan tilawah 10 menit setiap dua jam. Dengan memperbanyak tilawah, maka ayat Al-Qur’an semakin sering didengar dan semakin mudah dihafal,” ujarnya.

Pada kesempatan ini, Ustaz Ismail turut menjelaskan kemuliaan Al-Qur’an dan kemuliaan siapapun yang dekat dengan Al-Qur’an. Dikatakannya sambil mengutip sebuah hadits Rasulullah Saw, “Orang yang membaca Al-Qur’an layaknya buah wangi yang lezat, buah Utruja. Wangi dan enak. Kalau tidak membaca Qur’an, tidak wangi. Yang paling parah, Hanzhallah, tidak wangi pahit pula. Kita tentu pilih Utruja.” Beliau lalu meminta peserta untuk mempersiapkan Al-Qur’an dan bertilawah selama 10 menit.

Demikianlah rangkaian agenda Parentama di hari pertama ini, penekanan pada kemuliaan untuk menjadi sahabat Al-Qur’an diharapkan menjadi pemahaman yang lazim bagi seluruh peserta tentang budaya Insantama yang memang mengondisikan seluruh peserta untuk senantiasa dekat dengan Al-Qur’an. Apa yang dipaparkan Ustaz Ismail Yusanto menjadi materi penutup yang akan dilanjutkan oleh beberapa pemateri di esok hari, Ahad (17/6/2022), insya Allah.

Parentama 2022 kali ini mengambil tema “Mempersiapkan Generasi Tangguh Calon Pemimpin, Sinergi Orang Tua dan Sekolah Bangkit Pasca Pandemi”. Acara ini dihelat di Marcopolo, Bogor, dalam dua hari sejak Sabtu (16/7/2022) dan Ahad (17/7/2022) menghadirkan pemateri hebat dari keluarga Insantama yang berpengalaman dalam penghebatan generasi calon pemimpin ansharullah.[]