Desain Teknologi Masa Depan dan Generasi Bervisi Besar yang Sadar Mitigasi Bencana
Oleh: Cut Putri Cory, S.Sos
Dalam forum belajar mata pelajaran IPS, kami berdiskusi tentang letak geografis Indonesia dan mengomparasinya dengan ASEAN. Bentangan alam yang hampir sama, pun risiko-risiko bencana yang menjadi tantangan baginya. Misalnya Indonesia, kenapa banjir, gempa, gunung meletus, angin puting beliung, dan ancaman bencana tsunami seolah menjadi berita yang lazim di media? Ternyata hal itu ada sambung kaitnya dengan kondisi geografis negara ini.
Wilayah Indonesia masuk ke lingkaran ring of fire (cincin api Pasifik) yang berisi banyak gunung api, belum lagi Indonesia ditakdirkan oleh Allah sebagai wilayah yang terletak antara tiga pertemuan lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. “Jika pergerakan lempeng terjadi maka gempa tektonik pun tak bisa dihindari. Sama halnya juga jika terjadi letusan gunung berapi, akan terjadi gempa bumi vulkanik. Keduanya merupakan potensi besar dari bencana tsunami,” kata saya kepada para siswa-siswi kelas 8 SMPIT Insantama Bogor.
“Memang wilayah kita punya sumber daya alam yang berlimpah ruah, Allah berikan kita modal awal untuk menjadi negara yang hebat, tapi harus dipahami bahwa kondisi geografis yang ada menuntut kesadaran besar akan mitigasi bencana yang tak main-main. Karena kalau mitigasi bencana tak dilakukan dengan baik, maka akan menambah parah situasi yang ada,” lanjut saya.
Kemudian seiring diskusi, saya sedikit memanggil materi yang sudah lalu yaitu tentang macam-macam pelaku ekonomi. Saya mencoba mengaitkan antara kebijakan mitigasi bencana dengan peran Rumah Tangga Pemerintah (RTP) dengan kebijakan yang berpijak kepada kesadaran mitigasi dan yang justru menjadi faktor penghambatnya. “Misalnya ada konvensi penerbangan hutan. Pemberian izin untuk penebangan hutan adalah salah satu kebijakan yang patut ditinjau ulang, khususnya di wilayah-wilayah rawan banjir. Karena pohon ditetapkan Allah sebagai satu pelindung bumi, bukan hanya kebutuhan kita terhadap oksigen, tapi juga kemampuan akar untuk mengikat air sehingga mampu meminimalisir potensi banjir.”
“Belum lagi para pelaku illegal logging. Ini aktivitas penebangan hutan liar harus dibabat habis karena menambah parah penderitaan masyarakat,” kata saya.
Lalu siswa di semua kelas 8 baik kelas ikhwan maupun akhwat saya minta untuk menyadari betul pentingnya mitigasi bencana. Mereka harus bersiap-siap atas segala risiko di depan. Kami mensimulasikan apa yang harus dilakukan oleh setiap individu jika terjadi bencana gempa secara tiba-tiba, apa saja yang harus dipersiapkan, dan bagaimana memprioritaskan aktivitas pada saat terjadi gempa untuk menghindari kepanikan. “Yang pertama harus disadari adalah kita ini hanya bersandar kepada Allah. Jadi ikhtiar maksimal yang kita lakukan untuk menyelamatkan diri dan siapapun yang bisa kita tolong adalah bukti bahwa kita bersandar hanya kepada Allah,” kata saya.
Mereka lalu saya minta untuk secara berkelompok mendesain teknologi masa depan yang nantinya akan mereka presentasikan di depan kelas. Terlihat mereka larut dalam diskusi, sayup-sayup saya mendengar mereka tertawa karena “ide liar” terkadang muncul dari kepanikan dan ketakutan. Namun teman-temannya yang sekelompok kemudian kembali menjadi pemicu akal agar diskusi kelompok bisa fokus untuk mendesain teknologi yang tak hanya menyelamatkan individu, tapi juga masyarkat dan titik-titik strategis tempat rakyat menggantungkan kehidupannya seperti sawah dan lain-lain.
Semua kelompok kemudian bergantian menyampaikan idenya di depan kelas sambil menggambar teknologi rancangannya di papan tulis. Mereka tak hanya memaparkan cara kerja dari teknologi itu, tapi juga menjelaskan bahan baku pembuatnya dan mekanisme agar pemerintah memastikan bahwa seluruh wilayah memiliki teknologi rancangannya sehingga proses mitigasi bisa berjalan maksimal.
Menarik saat salah satu kelompok di kelas ikhwan mempresentasikan rancangannya yang terinspirasi dari Sirah Rasulullah SAW yaitu Perang Khandaq. Satrio dan kelompoknya menggambar gunung dan mekanisme aliran lahar dengan membangun parit dengan sensor otomatis untuk deteksi aktivitas seismik. Luar biasa. Juga ada kelompok Al-Atiq yang mendesain alat khusus dengan sistem hidraulis untuk mengangkat rumah-rumah masyarakat dan meminimalisir kerusakan bangunan saat terjadi gempa.
Banyak lagi inspirasi yang mengalir dari berbagai wawasan mereka yang begitu luas dituangkan ke dalam ide-ide. Kami juga sempat melakukan perbandingan mitigasi bencana antarnegara, termasuk kesiapan teknologinya. Sehingga hal ini menjadi informasi awal yang baik sekali untuk seluruh siswa dalam merancang teknologinya sendiri.
Dalam presentasi, mereka tak sekadar menyampaikan idenya, tapi ide itu kemudian di-challenge oleh guru dan semua kelompok kelasnya. Kemampuan mereka untuk mempertahankan ide dan menyampaikan kekuatan perspektif sangat menentukan nilai yang akan mereka dapatkan.
Lebih dari itu, mereka harus menyadari bahwa segala sesuatu yang menjadi rancangan adalah pemantik agar peran mereka sebagai intelektual hidup di tengah-tengah masyarakat, sehingga mereka terdidik sebagai generasi yang bervisi besar untuk berkontribusi bagi peradaban.[]