Kemelut Media Sosial di Dunia Maya

-

Kemelut Media Sosial di Dunia Maya

Penulis: Mila Sari

Sudah jatuh tertimpa tangga pula
Agaknya itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan kondisi yang menimpa generasi dan masyarakat saat ini. Pasalnya sejak pandemi melanda bumi Pertiwi, banyak problem yang bermunculan dan memperpanjang permasalahan yang sudah ada. Contohnya, dalam hal pendidikan yang mengharuskan belajar secara daring (dalam jaringan) atau online.

Proses pendidikan yang tetap harus berjalan, namun juga harus tetap menjaga kesehatan serta keamanan para peserta dan tenaga pendidik dari Covid-19, maka untuk itu, belajar jarak jauh secara daring dijadikan alternatif solusi untuk masalah yang satu ini.

Namun sayangnya, hal ini justru menimbulkan problem baru, memudahkan akses bagi peserta didik untuk melihat konten-konten yang tidak berfaedah atau bahkan yang terlarang, yang efeknya dapat menimbulkan kerugian bagi kehidupan pribadi, masyarakat sekitar atau kehidupan sosial secara umum.

Berdasarkan berita yang dilansir oleh liputan6.com pada tanggal 19 September 2021, menyebutkan bahwa Menkominfo telah menyebutkan masifnya aktifitas Daring saat pandemi memicu paparan konten negatif bagi pengguna internet.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari siaran pers di laman Kominfo, Minggu (19/9/2021), hingga September 2021, Menkominfo menyebutkan bahwa pihaknya telah menghapus sebanyak 24.531 konten negatif, yang di antaranya merupakan 214 kasus pornografi anak, 22.103 konten terkait terorisme, 1.895 misinformasi Covid-19, dan 319 misinformasi vaksin Covid-19.

Dari sumber yang sama, Johnny G. Plate selaku Menteri Informasi dan Komunikasi menyebutkan bahwa, “Pemerintah Indonesia menekankan agar seluruh pengguna internet memiliki hak untuk terbebas dari konten dan interaksi online yang berbahaya, Sehingga kami mengajak seluruh pihak untuk ikut berpartisipasi aktif dan menjadikan internet lebih aman, nyaman, dan bermanfaat.”

Sebenarnya kalau kita ingin melihat lebih jauh, permasalahan media sosial di jagad Maya tidak hanya terjadi sekarang tapi sudah sejak lama. Ditambah sekarang mengharuskan segala aktifitas via daring dan kesempatan berlama-lama dengan sosial media menjadi semakin panjang, mengakibatkan sebagian generasi, umumnya masyarakat memiliki peluang yang lebih dalam mengakses konten-konten yang mereka inginkan, termasuk konten-konten unfaedah dan yang merugikan atau bahkan menyesatkan.

Apalagi bila kesempatan berselancar di sosial media dilakukan oleh anak-anak ataupun mereka yang belum mengerti tentang nilai baik dan buruk, yang belum bisa memfilter konten-konten apa saja yang baik untuk mereka atau bahkan menyengaja membuka konten-konten negatif untuk tujuan tertentu, tentu ini menjadi sangat berbahaya.

Efek yang ditimbulkan pun bisa beragam. Contohnya, terbiasa melihat konten-konten porno, terjerumus pacaran, perselingkuhan, terjerat kasus narkoba, free sex, konsumsi miras, ikut membenarkan arus-arus kesesatan, tidak lagi mengindahkan ketaatan pada Illahi Rabby, terlibat skandal kejahatan tertentu dan masih banyak lagi perbuatan-perbuatan yang semakin menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai luhur.

Belajar daring mengalihkan segala aktifitas via online, sebenarnya tidaklah masalah. Dengan syarat, konten yang disajikan adalah konten yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat secara umum. Namun kenyataannya hal itu sulit untuk diwujudkan pada saat ini, bahkan mencari referensi yang benar saja di internet nyaris sulit atau tidak ada kita temui. Kalau pun ada, sudah banyak yang terkontaminasi dengan yang tidak seharusnya sehingga menghilangkan orisinal dari kebenaran akan suatu hal tersebut.

Hal itu tidak terlepas dari apa media hari ini bertopang, sesuai dengan sistem kehidupan yang mempengaruhi. Sebuah sistem kehidupan yang memisahkan agama dari kehidupan (baca; sekularisme) tentu tidak akan mempertimbangkan nilai-nilai agama, akidah, akhlak, moral dan segala hal yang diatur dalam permasalahan yang sudah diatur agama.

Sebuah sistem kehidupan yang menonjolkan materi, tentu akan mementingkan bagaimana nilai-nilai materi dan azas manfaat bisa didapatkan sebanyak mungkin tanpa harus memikirkan efek dari konten media yang disebar. Yang jelas, ada pemasukan yang membawa keuntungan dari sana.

Tentu hal ini tidak akan terjadi bila sosial media yang ada di jagad maya ini diatur dengan sebuah aturan yang dapat memuliakan manusia, mengindahkan hak-hak manusia dan sesuai dengan fitrah manusia. Media yang bernilai positif dan dapat mengedukasi masyarakat tentang baik dan buruk dan semakin memotivasi setiap orang untuk bersegera dalam menjalankan kebaikan.

Media yang benar dengan konten-konten yang benar pula hanya bisa disajikan jika bersandar pada aspek ketakwaan. Yaitu ketakwaan individu yang berpijak pada akidah Islam yang shahih, yang dengannya menjadi pengontrol bagi individu dan masyarakat agar tidak keluar dari koridor Syara’. Selain itu, harus ada upaya dari pemerintah dan pihak yang berwenang untuk melarang sektor lain dalam menyebarkan konten-konten negatif dan berefek buruk bagi para pengguna sosial media serta yang terlarang secara agama.

Dalam sistem Islam, masalah media sosial ini diatur sedemikian rupa dalam menyebarkan konten-konten positif, mengajak manusia untuk bersegera mengerjakan kebajikan dan melarangnya dari aktifitas yang buruk (baca; dakwah). Di samping fungsi utamanya untuk kebutuhan mengiklankan kondisi negara Islam terkait aktifitas politik yang terjadi saat itu, seperti bai’at Khalifah, urusan perang dan lain sebagainya.

Sudah saatnya kita memperjuangkan hak-hak kita, termasuk hak bermedia sosial agar media dapat menyajikan konten-konten apa saja yang seharusnya disajikan kepada masyarakat luas. Yaitu konten-konten positif, berbau dakwah, sesuai fitrah kita sebagai manusia dan seorang muslim bukan konten-konten negatif yang menyebarkan berita hoax, menjerumuskan masyarakat kepada prilaku kriminal dan merusak akhlak.

Semua hanya akan terwujud dalam sistem Islam. Yaitu sebuah tatanan kehidupan dengan pengaturan yang sesuai fitrah, memuaskan akal dan menentramkan jiwa. Yang hanya akan mewujud nyata bila kita memahami benar bagaimana Islam mengatur kehidupan, mendakwahkannya untuk mengamalkan dalam kehidupan. Meski sulit, namun cukuplah janji Allah Swt sebagai penguat tentang segala keberkahan di langit dan di bumi akan tercurah bila kita menjadikan Syari’at untuk mengatur kehidupan ini.

Wallahu ‘alam bishsawab.[]