Hari pertama, Senin, 09 Juli 2018 (sesi ketiga)
“Setiap insan pasti merasa
Saat perpisahan terakhir
Dunia yang fana akan ditinggalkan
Hanya amalan yang dibawa…”
Setelah rehat sholat Dhuhur berjamaah dan makan siang, para siswa kembali menuju ke ruang utama masjid. Sebelum duduk para siswa mendapat pembagian secari kain putih beraroma kapur barus. Untuk apakah secarik kain tersebut?
Pak Ageng kembali membuka acara dengan sapaan khas Insantama dan disambut dengan riuh gembira oleh para siswa. Namun keriuhan tersebut mendadak sirna setelah pak Ageng mulai menjelaskan tentang kematian. Bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti datangnya. Karena setiap yang bernyawa pasti mati, namun yang perlu ditakuti adalah dalam keadaan apa nanti ketika kita mati.
Pak Ageng mampu memainkan emosi para siswa ketika beliau menyampaikan bahwa setiap insan pasti akan berpisah karena kematian. Anak pun akan berpisah dengan orang tuanya. Murid berpisah dengan gurunya. Maka puluhan kepala yang tertunduk semakin terpejam dan tidak terasa air mata menetes perlahan membasahi pipi. Dan tangis itu pecah ketika lamat-lamat terdengar lantunan tahlil bersama datangnya keranda yang diusung masuk ke ruang utama masjid.
Maka kematian seperti apa yang ingin kalian rasakan? Mati dalam keadaan apa yang ingin kalian capai? Cita-cita inilah yang harus dicatat oleh siswa dalam secarik kain putih yang telah ada di genggaman mereka. (212)