Kecanduan Gadget? Ih Serem!

-

Kecanduan Gadget? Ih Serem!

Penulis: Sonny Lazuardi

Sang pecandu gadget tak dapat lagi membedakan antara kebutuhan dan memburu kesenangannya dalam penggunaan gadget. Yang ada dalam benaknya adalah gadget, gadget, dan gadget lagi.

Siapa yang tak senang berselancar di dunia maya. Suatu dimensi yang menjanjikan orang untuk memenuhi segala keperluan sekaligus kesenangannya untuk tetap menerawang jauh kemana yang disuka. Terdapat layanan dan fitur menarik di dalamnya. Sungguh, ruang tanpa batas bagi manusianya.

Zaman milenial, apapun dibuat mudah, menjanjikan teknologi sebagai sandaran kehidupan. Inilah permasalahannya. Ketika orang tak lagi berinteraksi dengan sesamanya lantaran keasyikan menggunakan benda kecil gepeng berteknologi tinggi itu dengan segala fasilitas yang diberikannya. Dari mulai bangun tidur sampai tidur kembali semuanya tinggal sentuh layar kecil, yang mudah dibawa kemana-mana itu cukup hanya satu genggaman tangan saja. Walaupun semuanya serba ada, namun ternyata dapat menjauhkan pengguna dari kondisi kewajaran.

Tontonan-video, game, shopping hiburan, bacaan, musik dan sarana informasi atau komunikasi lainnya yang diistilahkan dengan “media sosial,” mudah didapat pada benda digital tersebut. Pantas saja alat itu disebut smartphone. Benda yang satu ini sudah menjadi milik khalayak umum dimanapun berada.

Ada juga yang menyebutnya gadget, handphone, atau apapun yang mengacu ke sana.

Tak sedikit orang asyik menikmati, ditambah lagi dengan kemampuan multitaskingnya. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Asal tersambung dengan internet semua urusan lancar!

Saking menyenangkannya, individu asyik dengan dunianya sendiri. Tidak lagi menghiraukan interaksi dengan sesamanya. Bahkan lupa pada amanah dan tanggungjawabnya. Gadget disentuhnya setiap waktu. Tidak menyentuhnya sama dengan kehilangan barang berharga, dia akan cari sampai dapat. Sehingga timbul kepercayaan dirinya. Sebaliknya, tidak memegangnya, dia akan merasa tak berdaya, perasaannya terombang-ambing tak karuan.

Inilah penyakit baru di era milenial, yang disebut dengan “Nomophobia” (No mobile phone phobia) dimana seseorang ketergantungan gadget, merasa lemah tak berdaya bila tidak memakai dan membawanya.

Bagaimana bila ini terjadi pada anak kita? Sementara BDR tak bisa tidak, menggunakan gadget sebagai medianya. Orang tua sudah rela memfasilitasi anaknya dengan gadget. Namun, apakah anak tepat guna dalam pemanfaatannya?

Kuncinya ada pada diri sendiri (pengendalian diri). Seberapa besar seseorang mau memprioritaskan gadget untuk hal-hal penting.

Situasi pandemi, anandas harus menomersatukan BDR tentunya.
Sementara untuk hal skunder seperti game, menonton, sosmed, musik, dan sebagainya, bukan larangan tapi apakah sudah ditempatkan pada porsinya?

Amankah gadget di tangan remaja?

Ini menjadi pembahasan kami di Insantama bersama seluruh siswa SMA, mereka dikumpulkan dalam sebuah forum BK (Sabtu, 6/2/21). Sekaligus ingin mengetahui tingkat ketergantungan anandas terhadap gadget. Apakah termasuk kecanduan, “Nomophobia” atau aman, dengan tes yang diberikan.

Anandas diberi penyadaran tentang penggunaan gadget.
Bagaimana data, juga informasi tentang gadget diperlihatkan. Diantaranya yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental (psikologis) juga dengan sesama. Bahkan diperlihatkan tayangan seorang remaja berkelahi dengan orangtuanya hanya karena diusik masalah gadgetnya.

Berhati-hatilah yang memiliki anak remaja. Orang tua sudah berkorban banyak demi anaknya, memberikan gadget sesuai kebutuhan. Di kala BDR, gadget kebutuhan urgen.

Namun, apalah artinya bila anak asyik dengan dunianya sendiri dengan penggunaan gadget diluar kewajaran seperti menonton atau bermain game. Sementara orang tua dengan keterbatasan mengawasi sehingga menyerahkan sepenuhnya kepada anak. Sangat mengkhawatirkan bukan?

Orangtua  tetaplah yang mendidik, berkuasa memberi atau mengendalikan barang yang berteknologi tinggi itu. Tak bisa digantikan peranannya. Orangtua harus bisa memastikan anaknya menyalahgunakan gadget atau sudah tepat penggunaannya.

Kerjasama antara siswa, sekolah dan orang tua sangat diperlukan. Agar terhindar dari huru-hara dalam penggunaan gadget, yang dapat menyusahkan dikemudian hari, baik anak ataupun orang tuanya.

Exit mobile version