Satu hari sebelum mabit, “Pak Guru, hari ini ana sudah bawa sarung. Kita shalat mau pakai sarung ya, Pak?” tanya salah satu murid kelas 2. Saat itu sedang simulasi untuk menggunakan sarung yang benar.
Santri indentik dengan pondok pesantren dan anak remaja yang menggunakan pakaian khas santri, yakni bersarung dan berpeci untuk ikhwan dan menggunakan mukena untuk akhwat. Tapi kali ini ada yang berbeda, di SDIT Insantama Bogor siswa kelas 2 SD juga bisa berpenampilan ala santri. Mereka mengenakan setelan sarung dan peci, yang membuat mereka menjadi santri cilik.
Tepat di tanggal 25 sampai 26 Oktober 2024, siswa-siswi Kelas 2 SDIT Insantama Bogor menyelenggarakan kegiatan Malam Bina Iman dan Takwa (Mabit), dengan tema: Bermalam di Sekolahku, Menumbuhkan Kemandirian di Lingkungan Sekolah. Tujuan kegiatan ini ialah untuk melatih kemandirian siswa dan menjadikan anak shalih dan shalihah. Menariknya, peserta mabit menyesuaikan diri menjadi santri cilik selama dua hari itu.
“Pak, ana sudah bawa sarung ya..” ucap Dul kepada Pak Nana sebagai PAK. Kegiatan ini dimulai sejak pagi. Mereka seperti biasa melakukan bi’ah shalihahnya dengan Shalat Dhuha, tadarus, dan mendengarkan kisah tentang menjadi anak yang shalih. Setelahnya mereka diajak berkeliling menggunakan mobil wara-wiri berkeliling kota. Tujuannya ialah untuk mengajak mereka bersyukur akan alam yang ada di sekitar mereka.
Tidak sampai di situ saja. Mereka melakukan outbond dan rangkaian kegiatan lainnya, mulai dari menaiki becak, mengambil belut, bermain bakiak, flying fox, hingga bermain kembang api. “Ibu, kaki ana gemetaran. Dari tadi ana istighfar aja. Takut soalnya dulu ana ngga bisa naik flying fox tapi akhirnya bisa,” ucap Hana setelah outbond.
Meskipun banyak dari mereka yang belum terbiasa menggunakan sarung dan peci ketika shalat, namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat mereka untuk tetap mengikuti rangkaian acara mabit sampai dengan selesai.