REPORTASE KHAS
LKMA 2018 ‘ADVANCE TO NEW ZEALAND’
Ahad-Senin, 4-12 November 2018

Day 5
Jumat, 9 November 2018

Auckland Again!

Rembulan masih setia di singgasananya saat kami terbangun di sepertiga malam. Hawa dingin menelusup ke tubuh kami saat membuka mata dari lelapnya tidur di Masjid Al-Maqtoum. Brr…. Tetap saja badan menggigil, meski dalam balutan jaket dan pakaian lengkap sekalipun. Langkah demi langkah menuju kamar mandi berusaha kami tempuh bak pinguin berjalan. Masya Allah… Baru suhu 12°C saja badan kami seperti es membeku. Kami sangat bersyukur tinggal di Indonesia yang suhunya tak mengalami perubahan yang ekstrem, walaupun terkadang justru kepanasan. Yah, tak apalah. 😊

Meski suhu dingin menusuk hingga ke tulang, kami tetap memaksakan diri untuk sholat tahajud. Yap, hari harus dimulai dengan amal sholeh. Semangat. Kalau kata Pak Kar, Sumangat !

Busana batik yang kami kenakan memiliki corak dan warna yang beragam, menunjukkan keceriaan hari ini sekaligus menjadi budaya negeri kami. Usai merapikan ruangan dan membariskan koper di dalamnya, seperti biasa kami berkumpul untuk mengevaluasi kegiatan kemarin. Memang dulu sempat terbesit di lubuk hati kami, mengapa harus ada evaluasi? Namun, lambat laun kami memahami bahwa evaluasi sangatlah penting bagi seorang muslim. Karena setiap harinya haruslah ada perubahan ke arah yang lebih baik. Walaupun tidak signifikan, tapi kami selalu berusaha untuk membuktikan.

Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, hari ini kami dipersilakan secara mandiri untuk melakukan muhasabah di antara kami. Kedisiplinan, kebersihan, keamanan barang pribadi dan tim, kebijakan penggunaan sosial media hingga pemakaian barang yang bukan hak kami. Ya, kami mengakui seluruh kesalahan yang disampaikan teman-teman kami. Namun semua evaluasi itu tidak akan bisa diperbaiki jika tidak ada action items. Maka dari itu, kami pun merancang action items untuk mengatasi kesalahan tersebut. Misalkan saat mengantuk dalam forum, action item-nya yaitu teman sebelahnya harus membangunkan dan memijit temannya sampai tidak mengantuk. The problem solved! Sebenarnya, manusiawi saja, tapi kami dituntut dan menuntut diri kami agar selalu konsisten dalam capaian maksimal ! Karena umat menunggu kami ! Allahu Akbar !

Di sela evaluasi Pak Kar menantang kami untuk mengumpulkan NZD $20 per orang untuk transportasi. Karena seharusnya pagi ini kami tidak naik kendaraan lagi. Namun karena keterbatasan waktu, akhirnya kami harus patungan untuk mencharter bus karena tidak mungkin jalan kaki ke University of Auckland. Okay, that’s no problem, Memang harus ada pengorbanan besar untuk mimpi yang besar. Setelah uangnya terkumpul, dengan sigap kami membentuk empat barisan rapi. Dipimpin oleh duo komandan, Aji Rajabi dan Tirta Artha, kami mematuhi setiap titah mereka.
Alhamdulillah ‘ala kulli hal…

Akhirnya bus pun tiba. Bergegas kami memenuhi kursi-kursi bus yang tersedia. Lima menit kemudian, bus langsung tancap gas menuju UoA. Perjalanan yang sangat menyenangkan hari ini, namun tak lupa kami menunaikan shalat dhuha. Selesai sholat kami terpalingkan oleh keindahan kota Auckland yang tersuguh di hadapan kami. Sky Tower buatan yang kami pajang di kelas, kini bisa dilihat secara nyata. Sekali lagi kami ucap syukur dan memuji zat-Nya. Masya Allah… Alhamdulillah…
Namun saking lelah dan kurangnya istirahat yang nyaman, sebagian besar dari kami terlelap. Hingga perjalanan tidak terasa telah sampai pada tujuan. Kami pun bangun dari mimpi dan siap menghadapi kenyataan. Hehehe.

Welcome to UoA! Universitas tertua di Auckland. Kami sangat beruntung bisa diterima di sini. Di Faculty of Arts, Public Policy. Begitu sampai kami langsung diarahkan menuju ruangan bertulis ‘Lecture Theater’.

Pembicara dari The University of Auckland, Faculty of Arts, Public Policy, Dr. Timothy Fadgen (Professor Teaching Fellow) dan Dr. Suzanne (Knowledge Translation Specialist, Public Policy Institute) memberikan penjelasan mengenai kebijakan hukum. Sejak 2009 fakultas Public Policy ini sudah berdiri.

Lalu begitu masuk sesi tanya jawab, banyak diantara kami yang mengacungkan tangan. Namun karena waktu terbatas tidak semua mendapat kesempatan bertanya. Salah satu penanya yang beruntung adalah Nadira Ch. Inti pertanyaannya adalah apakah mahasiswa di sini bisa langsung kerja di lembaga pemerintahan?

Lalu dari pihak UoA menjawab, “Ya, pemerintah telah menyediakan lapangan kerja bagi para mahasiswa lulusan UoA.”

Waktu tinggal 15 menit lagi, masih ada kesempatan bagi kami untuk turut mempresentasikan kegiatan kami, LKMA. Hamidah Hakim dan Devina Alifia selaku MC mengambil alih dan membacakan susunan acara. Seperti biasa ada penayangan short movie LKMA 2017, penampilan angklung, dan yang paling penting presentasi LKMA 2018. Karena waktu yang terbatas, presentasi singkat dilakukan oleh tiga teman kami yaitu Arham Amarulhaq, Hafidz Ahnaf, dan Ismail Zulkarnain. Pihak UoA terlihat sangat terpukau, salah satu yang berkomentar adalah Ms. Suzanne.
“Thank you so much. Amazing. Beautiful music. Teaching us about it. This is such a good program. We very pleased to you choose New Zealand.”

Sesi audiensi berakhir dengan penyerahan kenang-kenangan dari delegasi LKMA 2018. Lalu, kami dibagi sekitar 15 orang per kelompok dan diajak tour campus mengelilingi tiap sudut UoA, bersama kakak-kakak mahasiswa internasional. Baru sebentar berjalan kami sudah tergopoh-gopoh. Rasanya tidak akan cukup jika menyentuh seluruh sudut kampus. Ternyata luas UoA sekitar 60 hektar, pantas saja kami kelelahan. Namun semua lelah itu terbayar dengan pemandangan gedung kampus yang sangat indah. Pola tata letak kampus ini mengingatkan kami pada kampus UGM yang juga berada di tengah kota.

Setelah puas berkeliling, kami diarahkan menuju sebuah taman di samping kampus bernama Albert Park. Kami menghempaskan tubuh yang lelah ini diatas rumput yang empuk. Sembari beristirahat kami juga bersenda gurau, di tengah obrolan salah satu dari kami Nyeletuk “eh, pengen makan nasi” yang lain pun mengiyakan. Kami menunggu makanan datang sembari memberi makan burung-burung yang berkeliaran di sekitar kami dengan roti.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba, terlihat dari kejauhan beberapa orang membawakan box-box makanan untuk kami. Ternyata isi box tersebut adalah nasi beserta lauk-lauk dan sambal yang sangat kami rindukan. Alhamdulillah… Akhirnya kami makan nasi juga. Kami mengucap banyak terima kasih kepada Bu Fitri, salah seorang mahasiswa indonesia di UoA. Beliau salah satu yang membantu kami mendapatkan ransum khusus selama di sini. Walau hanya satu box nasi, kami sudah bahagia.

Perut sudah terisi, saatnya menunaikan ibadah sholat dzuhur bagi akhwat dan sholat jumat bagi ikhwan. Sholat jumat pertama kami di Auckland. Alhamdulillah.

Ibadah wajib sudah kami tunaikan, kini saatnya kami lanjutkan perjalanan ke Aotea Park. Karena jarak yang tidak terlalu jauh, kami pun berjalan kaki. Kaki kokoh kami sudah terlatih sejak LDK 2 kelas 10. Jadi, ini sudah biasa bagi kami.

Tengah hari saat matahari sedang terik-teriknya kami tiba di Aotea Park. Ya, ini baru namanya summer. Setelah kami menyusun formasi tampilan, Tubagus maju dan memulai pembukaan untuk mengundang penonton. Setelah pengunjung mulai berdatangan, penampilan angklung Rayuan Pulau Kelapa dimulai. Dilanjut penampilan tari Saman, dan terakhir angklung God Defend New Zealand. Penampilan kami kali ini diakhiri dengan membagikan angklung dan totopong (tutup kepala khas Sunda) kepada para penonton, sekaligus mengajari mereka cara memainkannya. Pengunjung di sana sangat antusias melihat penampilan kami. Alhamdulillah.

Lalu kami diberi waktu selama 45 menit untuk melakukan indepth interview guna mengumpulkan data bagi bahan analisis SWOT kami terhadap negeri ini. Kami menyebar di segala penjuru Aotea park, bahkan ada yang sampai ke trotoar. Berbagai upaya kami lakukan untuk mendapatkan informasi seputar New Zealand sebagai bahan analisis SWOT nanti.

Ada kejadian yang cukup membuat kami shock. Seorang warga yang sedikit kurang waras, mengajak kami mengobrol dan membicarakan sesuatu yang aneh. Kurang waras karena terkesan mabuk. Karena ia terus mendekat ke barisan akhwat, maka Pak Kar mengalihkannya ke ikhwan. Disitulah terjadi team work, untuk saling melindungi satu sama lain. Warga tersebut dikelilingi ikhwan dan diajak bicara dengan baik-baik. Alhamdulillah.

Waktu semakin sore, sambil menunggu instruksi kami memberi makan burung lagi yang beterbangan di sekitar kami.
Kami memberi makan burung dara dengan sisa-sisa ransum roti kami (biar tidak tabzir, hehe).

Kami pun menyapa dan berbincang-bincang dengan beberapa Muslim yang ada di sekitar Aotea Square. Gedung-gedung menjulang mengelilingi taman. Di satu sisi terdapat tangga untuk duduk bersantai dan menyaksikan pertunjukan. Suasananya mengingatkan kami pada Taman Sempur. Ya seperti Taman Ekspresi, namun dalam suasana yang lebih teratur, bersih, nyaman, luas, terbuka dan tentu budaya yang sangat bertolak belakang.

Sempat ketika kami menunggu, hujan memaksa kami segera bangkit untuk meneduh. Namun, tak lama hujan pun mereda.

Jarum jam berdetak tiada henti. Pukul setengah enam sore, barulah kami meninggalkan tempat ini menuju tempat penginapan kami. Jaraknya tak terlalu jauh, masih di wilayah perkotaan. Kami pun menginap sesuai kelompok yang telah dibagikan. Beberapa kelompok ada yang sedikit kesulitan untuk sampai ke kamar, kartu kamar yang diberikan rupanya tidak semua dapat digunakan. Tapi walau berkali-kali nyasar lantai, bolak-balik naik lift, semua dapat sampai ke kamarnya dengan selamat.

Sore menjelang malam hari kami sudah tak boleh keluar dari hotel (terutama akhwat) dan segera membersihkan diri lalu tidur. Tidak lupa memastikan sebelum tidur kami sudah melaksanakan shalat maghrib dan isya. Walau hostel ini sangat akrab dengan suasana kota yang hedon, asal mengikuti aturan dan menaati amir insya allah kami semua aman di kamar masing-masing. Selama ini kami hanya berada di lingkungan homogen yang sepemikiran, sehingga kami merasa aman-aman saja. Mungkin Allah memberi kami kesempatan menginap di sini agar kami semakin dapat menjaga diri, bertaqarrub illallah, sekaligus melihat langsung realita dunia luar sekarang. Di depan hostel tempat kami menginap sepanjang malam hingga pukul 05.00 pagi, tergelar beragam ajang kemaksiatan. Kami tahu karena dari arah jendela kami bisa melihat suasana di bawah. Hanya istighfar yang terus terucap dari lisan kami. Siang hari negeri ini terasa sangat produktifnya, namun malamnya, khususnya di pusat kota ini, mereka tenggelam dalam segala macam tingkah maksiat. Astaghfirullahal azhim !!!

Oh ya, mumpung kami bertemu dengan kasur empuk, kami memanfaatkan untuk istirahat dengan nyaman agar besok dapat bangun dengan tubuh yang fresh. Meski di bawah musik hingar bingar, kami harus bisa tidur. Kami yakin Allah Swt menjaga kami.

Negeri yg mendapat predikat nomor satu Islamic State Index ini ternyata perlu Islam yang seutuhnya. Rasanya, itu yg Allah Swt hendak tunjukkan pada kami. Agar produktivitas yang dilakukan tak hanya membawa manfaat duniawi tapi merusak akhiratnya yang akhirnya semua menjadi tidak berkah.
Makin kokoh keyakinan kami bahwa syiar Islam memang harus digencarkan di muka bumi ini, khususnya di penjuru bumi paling selatan ini.

Tetap ikuti jejak-jejak kami di Auckland, New Zealand. Doakan kami pula agar tiap langkah kami dipermudah.

Aamiin Allahumma Aamiiin…

Reported by Andi Salwa, Farrukhnaz Nauli, Saffanah Ilmi, Dinda Aisyah